Appetizer
Essay
Budaya menulis menjadi barang langka dikalangan
masyarakat Indonesia. Menulis menjadi hal yang sulit dilakukan pada masyarakat
kita. Sehingga mereka berusaha menjauhi dan menghindarinya, karena pada dasarnya masyarakat kita masih dalam tahap
membaca. Itupun budaya membaca harus terus diupayakan agar minat membaca
di Indonesia terus meningkat. Dari
ketiga artikel yaitu “(Bukan)Bangsa
Penulis”, “Poweful Writer versus the Helpless Readers”, “Learning and Teaching
Process : More about Reader and Writes” itu membicarakan hal yang sama
yaitu rendahnya budaya menlis dan membaca di Indonesia. Saya akan mencoba untuk
mengungkapkan melemahnya budaya membaca dan menulis di kalangan pelajar, dosen atau masyarakat umum. Salah satu alasan
yang tepat adalah kita belum menganggap menulis dan membaca itu sebagai
kebutuhan pokok atau primer setelah sandang, panga, dan papan.
Pembahasan awal kepada tingkat pelajar. Pelajar
zaman sekarang cenderung lemah dalam minat membaca dan menulis. Saya fikir
kalau tingkat sekolah dasar minat membaca dan menulis masih ada, karena pada
tingkatan ini siswa sedang mencoba hal yang baru terutama dalam dunia
pendidikan. Meskipun mereka cenderung minat membaca untuk buku yang menurut
mereka menarik saja, seperti dongeng, cerita binatang,
cerita bergambar. Untuk menulis juga masih tetap digemari oleh
anak-anak. Mereka biasanya menulis tentang apa yang ia lakukan hari ini.
Sebenarnya bila budaya menulis dan membaca diterapkan sejak dini, itu akan
mengurangi angka melemahnya budaya menulis dan membaca di Indonesia.
Pembahasan selanjutnya pada tingkat sekolah menengah
pertama dan atas. Pada tingkatan ini siswa mulai diberi bacaan yang menyangut akademik.
Jadi, pada tahap ini mulai terlihat kecenderungan malas untuk membaca dan
menulis. Berbicara mengenai teks akademik, namun mengapa saat kita membaca
cenderung sulit memahami teks yang sedang kita baca? Khususnya bila membaca
teks akademik. Kecenderungan dalam memahami teks ketika membaca itu sering
terjadi pada kita. Khususnya pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Ada beberapa penyebab mengapa kita sulit memahami teks yang sedang kita baca,
diantaranya :
1. Kita
berpendapat bahwa tidak memiliki latar belakang membaca
Hampir
95% siswa tingkat menengah pertama dan atas ketika ditanya mengapa alasannya,
mereka menjawab karena kita tidak memiliki latar belakang membaca. Memang latar
belakang membaca itu harus ditanamkan sejak dini, supaya bila sudah dewasa
gemar untuk membaca.
2. Keahlian
menulis sangat tinggi
Saya
berpendapat sama seperti point kedua,
karena saya cenderung lebih menyukai mengapresiasikan ide-ide lewat sebuah
tulisan. Terlebih lagi jika tersebut dapat berguna untuk orang lain. Tapi saya
tidak memahami apakah pendapat saya sama seperti pelajar yang lainnya.
3. Tidak
bisa berkosentrasi saat membaca
Banyak
hal yang dapat membuat kita tidak bisa berkosentrai saat membaca, diantaranya
kita selalu memikirkan hal lain saat membaca. Sehingga itu menyebabkan kita
idak memahami apa yang sedang kita baca. Membangun konsentrasi itu kuncinya
yaitu focus. Bila seorang guru memberikan teks yang sedikit sukar dipahami
kepada siswanya, secara tidak langsung siswa akan mengatakan “Saya belum
mencapai tingkat seperti itu” atau “retorikanya terlalu tinggi bagi saya”.
Mereka mengevaluasi diri seolah-olah mereka tidak memiliki pengetahuan masuk
atau kapasitas untuk berinteraksi dengan penulis.
Tingkat mahasiswa atau dosen. Tingkat mahasiswa
tinggi untuk kesadaran membaca. Namun untuk kesadaran menulis secara akademik
masih rendah, karena fakta yang terjadi menunjukan hanya sedikit mahasiswa yang
mempu menulis akademik. Bukan hanya mahasiswa saja namn dosen-dosen dan tenaga
pendidik yang seharusnya memiliki keterampilan menulis dan menghasilkan tulisan
atau karya bermanfaat yang tidak hanya dibaca oleh peserta didiknya, namun bisa
dibaca oleh semua orang.
Tapi, kenyataannya
dosen atau tenaga pendidik hanya sedikit yang memiliki keterampilan
menulis dan mengabdikan tulisan lewat
tinta-tinta yang menari di atas kertas. Kebanyakan dari mereka beralasan bahwa
mereka terlalu sibuk sehingga tidak sempat menulis. Tapi, kita juga dapat
membandingkan bahwa ada beberapa akademis yang bahkan jauh lebih sibuk dari
pada mereka, bahkan tetap menulis dan menghasilkan karya. Jadi, disinilah
permasalahan mendasarnya. Bukan masalah sibuknya namun malasnya dan tidak
memiliki semangat untuk menulis, lalu bagaimana mahasiswanya bila dosennya saya
seperti itu? Belum lagi kurangnya wadah untuk menyalurakan keterampilan menulis
mahasiswa.
Indonesia memiliki banyak lulusan sarjana S1, S2 dan
S3. Tapi mengapa budaya menulis belum diterapkan? Memang kita bukan bangsa
penulis, namun apa salahnya kita memperkaya pengetahuan kita lewat tulisan.
Mahasiswa lulusan S1, S2 dan S3, saat menulis skripsi, tesis dan disertasi
hanya menulis terhadap kekhasan bidang studi masing-masing. Saya setuju dengan
instansi pendidikan (universitas) yang menerapkan untuk membuat skripsi, tesis
dan disertasi, sebab itu melatih mahasiswa untuk menulis secara akedemik
meskipun terhadap bidang studi masing-masing. Supaya mahasiswa dapat menulis
akademik dengan baik, mereka juga harus ditunjang dengan bacaan akademik,
karena dengan itu dapat membantu mengembangkan ide-ide ke dalam tuliasn
akademiknya.
Melemahnya membaca dan menulis juga bukan hanya
dkalangan anak-anak, pelajar, dosen ata tenaga pengajar, bahkan terjadi
dikalangan masyarakt umum. Pada umumnya, masyarakat Indonesia lebih suka
belanja pakaian daripada membeli buku atau koran. Seperti yang telah dijelaskan
pada paragraph awal bahwa masyarakat Indonesia belum menganggap membaca sebagai
kebutuha pokok atau primer. Mereka lebih suka menghabiskan uang mereka untuk
membeli barang-barang yang mewah, contohnya handphone, gadget, dan sebagainya.
Kurang minatnya membaca dan menulis menyebabkan negara Indonesia tertinggal
dengan Negara-negara lain, khususnya delam dunia pendidikan. Bagaimana
Indonesia bisa dijadikan pembaca kritis, bila gemar membacanya saja lemah.
Apabila Indonesia sudah bisa berkembang menjadi
pembaca kritis berarti dapat meningkatkan pembaca kritis di Negara Indonesia.
Sebenarnya pemikiran kritis itu didapat dari pengalaman dan pengetahuan. Bila
ingin banyak mendapatkan pengetahuan yang luas caranya yaitu membaca. Bila kita
membaca dengan penuh konsentrasi maka akan mendapatkan pengetahuan, lalu kita
aktualisasikan lewat tulisan. Dengan adanya tulisan akan membuat pengetuan juga
untuk kita. Apalagi bila tulisan kita dibaca oleh orang lain, berarti kita
memberika pengetahuan kepada orang lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia masih
lemah untuk budaya menulis dan menbaca, dari kalangan anak-anak, pelajar,
tenaga pengajar, maupun masyarakat umum. Salah satu penyebab mengapa budaya
menulis dan membaca melemah adalah kita belum menganggap membaca dan menulis
sebagai kebutuhan pokok. Penyebab lain juga karena kita juga sulit memahami teks ketika membaca,
dan penyebab kesulitan memahami teks ketika membaca yaitu tidak memiliki tatar
belakang untuk membaca, tinnginya keahlian menulis dan tidak bisa berkosentrasi
saat menulis. Bila kita sudah dapat membaca dengan baik, pasti kan mampu
mengakualisasikan apa yang kit abaca lewat tulisan. Dengan menulis juga kita
menyalurkan ide-ide. Melemahnya budaya menulis dan membaca mennjadkan bangsa
kita terus tertinggal dengan negara lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic