We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014

Chapter review
Lorong Rekayasa Literasi

            Dalam kehidupan kita, kita tak pernah lepas dari yang namanya literasi. Menurut 7th Edition Advanced Learner’s Dictionary definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Istilah yang sering dipakai selain literasi adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat tidak mencantumkan tema literasi, yang ada hanya literator dan literer. Literate kadang diartikan sebagai educated yang mana pada masa silam membaca dan menulis dianggap cukup sebagai pendidikan dasar akan tetapi dewasa ini pendidikan dasar cukup mengandalkan membaca dan menulis saja. Guna membekali manusia mengahadapi tantangan zaman.
Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
1.     Memahami kode dalam teks
2.     Terlibat dalam memaknai teks
3.     Menggunakan teks secara fungsioanal
4.     Melakukan analisis dan tranformasi teks secara kritis.

Literasi tetap berkaitan dengan penggunaan bahasa dan kini maknanya semakin meluas dan kompleks. Literasi merupakan kajian lints disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang terkait, yakni:
·       Dimensi geologis
·       Dimensi bidang
·       Dimensi keterampilan
·       Dimensi fungsi
·       Dimensi media
·       Dimensi jumlah
·       Dimensi bahasa

Dalam lima definisi di atas ada sepuluh gagasan kunci yang merujuk perubahan
paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan ilmu pengtahuan saat ini

1.     Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Contoh lembaga sosial antara lain RT, RW, kelurahan, sampai dengan DPR dan presiden yang memfasilitasi hidup masyrakat sebagai mesin birokrasi untuk menjamin ketertiban sosial. Lembaga-lembaga ini menjalankan perannya dalam fasilitas bahasa.
2.     Tingkat kefasihan relatif
Kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda  diperlukan dalam setiap interaksi, yakni untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi.
3.     Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Dengan literasi, seseorang mampu mengembangkan segala  potensi diriny. Pada tahap tinggi orang memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
4.     Standar dunia
Rujuk mutu dalam persaingan global saat ini yang dikembangkan di tingkat internasional hingga tingkat literasi suatu bangsa muadah dibandingkan dengan bangsa lain. Hasil hasil evaluasi dilakukan melalui Progress in Internasional Reading Literacy Study (PIRLS), Program for International Student Assessment (PISA), dan the Third International Mathematics and Science (TIMSS) untuk mengukur litersi membaca, matematika, dan IPA.
5.     Warga masyarakat demokratis
Sebagai warga negara yang demokratis, pendidikan seharusnya menghasilkan manusia yang memiliki literasi memadai. Media adalah salah satu pilar demokrasi. Dengan kata lain, pendidikan demokrasi harus mendukung terciptanya demokrasi bangsa.
6.     Keragaman lokal
Manusia lokal membangun literasi dalam konteks lokalnya sebelum memasuki konteks nasional, regional, dan global.
7.     Hubungan global
Literasi tingkat dunia bergantung pada dua hal yaitu penguasaan teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengatahuam yang tinggi sebagai dampak teknologi komunikasi
8.     Kewarganegaraan yang efektif
Kemampuan menjadi warga negara yang efektif di bekali oleh literasi, yakni warga negara yang mampu megubah diri, menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
9.     Bahasa Inggris ragam dunia
Pemahaman dan antisipasi atas ragam-ragam bahasa Inggris merupakan bagian dari literasi global. Bahasa Inggris kini dipelajari oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia.
1.  Kemampuan berpikir kritis
Literasi bukan sekedar mampu membaca dan menulis, melainkan juga menggunakan bahasa itu secara fasih, efektif, dak kritis. Pengajaran bahasa dengan demikian harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis.
Masyarakat semiotik 
Semiotik adalah ilmu tentang tand. Budaya adalah sistem tanda dan untuk memaknai tanda manusia harus menguasai literasi semiotik.

Selanjutnya, pendidikan bahasa berbasis litersi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu:
·       Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
·       Literasi mencakup kemampuan reseftif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
·       Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
·       Litersi adalah refleksi pengetahuan dan apresiasi budaya.
·       Literasi adalah kegiatan refleksi diri.
·       Literasi adalah hasil kolabolari
·       Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.

Rapor merah literasi anak negeri

            Segaimana hasil proyek penelitian dunia yang dikenal dengan Progress in Internasional Reading Literacy Study (PIRLS), Program for International Student Assessment (PISA), dan the Third International Mathematics and Science (TIMSS) dimana menyertakan Indonesia sebagai anggotanya sejak 1999. Hasil proyek penelitian tersebut tingkat litareasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa negara-negara lain. Artinya pendidikan nasional kita belum berhasil menciptakan warga negara literat yang siap bersaing dengan negara lain. Dalam skala internasional, literasi siswa Indonesia belum kompetitif yang terlihat dari pendapatan nasional perkapita, pendidikan orang tua, fasilitas belajar, lama belajar di sekolah, dan human development index. Manusia literat merupaka SDM yang memiliki potensi untuk membangun bangsa. Pendidikan litersi adalah investasi jangka panjang yang berfungsi transformatif untuk meningkatkan HID dan menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.
            Temuan PIRLS, Indonesia adalah potret literasi Indonesia dalam skala internasional. Dalam laporan seperti ini tidak akan ditemukan potret yang spesifik dan detail tentang penyebab dan reliasasi pengajaran literasi di sekolah-sekolah.

Implementasi

            Orang yang terdidik dan berbudaya adalah orang yang literat. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju pendidikan dan pembudayaan. Perbaikan literasi menyangkut empat dimensi, yaitu:
·       Linguistik atau fokus teks
·       Kognitif atau fokus minda
·       Sosiokulturak atau fokus kelompok
·       Perkembangan atau fokus pertumbuhan

Literasi meliputi keterampilan menbaca dan menulis. Dengan, demikian rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi

A.     Dimensi pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan yang mancaku sistem bahasa, persamaan dan perbadaan bahasa lisan dan tulis dan ragam bahasa

B.    Dimensi pengatahuan kognitif (fokus pada minda)
Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan dan keterampilan aktif, selektif, dan konstruktif saat membaca dan menulis, memenfaatka pengetahuan yang ada, dan menggunkan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna.


C.    Pengetahuan perkembangan (fokus pada pertumbuhan)
Literat merupakan proses “menjadi” atau secara berangsur-angsur mengetahui tentang pembelajar yang aktif dan kostruktif dalam perkembangan literasinya. Pemakaian berbagai strategi dan proses konstruksi berbagai dimensi literasi, pengamatan atas dan melakukan transaks, bagaimana menggunkan dukungan dan mediasi dari pelaku yang lebuh fasih, pemanfatan pengetahuan yang diperolah lewat membaca untuk mendukung kegiatan, bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan sisitem komunikasi alternatif.

D.    Pengatahuan sosiokultural (fokus pada kelompok)
Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan tentang:
·       Tujuan dan poal literasi yang beragam sesuai dengan kelompok, daerah etnis, lembaga, agama, pekerjaan, status sosial dan sebaginya.
·       Aturan dan norma dalam melakukan transaksi denga bahsa tulis sesuai dengan  kelompok, daerah etnis, lembaga, agama, pekerjaan, status sosial dan sebaginya.
·       Fitur-fitur linguistik dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang kelompok dam lembaga.
·       Bagaimana mengunakan literasi untuk memproduksi, mengunakan, mempertahankan dan mengontrol pengatahuan di dalam dan silang kelompok sosial dan lembaga.
·       Bentuk-bentuk funsi literasi yang bernilai tinggi dan dipertahankan oleh berbagai kelompok.
·       Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagau kelompok sosial dan lembaga.
Keempat dimensi yang telah disebutkan di atas merupakan kegiatan literasi yang serentak melibatkan keempat dimensinya. Literasi tidak hanya sekedar menguasai alfabet atau hanya mengertti hubungan antara bunyi dengan simbol tulisannya, tetapi simbol itu difungsikan secara bernalar dalam konteks sosial. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat literasi seseorang. Bagaimana literasi diajarkan  bergantung pada paradigma literasi itu sendiri.  Dari zaman dahulu berfokus pada empat ketermpilan bahasa yakni, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam pembelajaran bahasa asing istilah atau pendekatan literasi kurang dikenal. Yang lebih dikenal dalah empat keterampilan bahasa.
            Kurikulum pembelajaran bahasa asing pada tingkat dasar  cenderung bersifat text-centric, bukan reader cenric dan writer centric yang berfokus pada ketepatan dan konvensi bahasa dalam bentuk tata bahasa, ejaan, pemakaian bahasa dan tulisan yang diperkenalkan yang biasanya disajikan dalam bentuk essai singkat. Sedangkan pada kurikulum tingkat tinggi (S1) pendidikan bahasa asing ditambah tiga komponen, yaitu:
·       Muatan kultural, termasuk pengetahuan silang budaya dan apresiasi sastra.
·       Muatan kognitif yaitu kemampuan menganalisis teks dan kemampuan berpikir kritis.
·       Muatan reproduksi yaitu kemampuan mengunakan bahasa asing untuk reprodusi pengetahuan.

Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Dalam garis besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu:
·       Paradigma decoding, menyatakan bahwa grofofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Dalam paradigma ini berlaku rumus. Perkembangan literasi= belajar ihwal literasi=> belajar literasi=> belajar melalui literasi.
·       Paradigma keterampilan, penguasaan morfem dan kosa kata adalah dasar utuk membaca. Dalam rapadigma ini berlaku rumus.
 Perkembangan literasi= belajar ihwal literasi=> belajar literasi=> belajar melalui literasi.

·       Paradigma bahasa secara utuh, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakkan fokus pada bagian atau serpihan bahasa pembelajaran. Bahasa harus berfokus pada pembelajaran makna yaitu kegiatan mengajarkan makna secara utuh. Dalam paradigma ini berlaku rumus.
 Perkembangan literasi=belajar melalui literasi=> belajar literasi=> belajar ihwal literasi.

Jadi kita dapat menarik kesimpulan bahwa Dr. A. Chaedar A. Mengarttikan rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan terdidik dan berbudaya melalui pengetahuan bahasa secara optimal. Literasi tidak hanya merujuk pada kemampuan membaca dan menulis saja dan kini maknanya semakin meluas dan kompleks. Tidak hanya sampai di situ literasi terkait dengan lombatan ekonomi, lombatan teknologi, lombatan politik dan lombatan pengetahuan. Rekayasa literasi pula membka mata kita tentang bagaimana sebenarnya tingkat literasi siswa di Indonesia. Yang mencengangkan, tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh negara-negara lain. Hal ini tercermin dalm pendapatan nasional perkapita, pendidikan orang tua, fasilitas belajar, lama belajar di sekolah dan sumberdaya manusianya. Dalam hal ini diperlukannya perbaikan rekayasa literasi yang menyangkut empat dimensi yakni, linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.
Rekayasa literasi merupakan lorong yang akan mengantarkan kita kepada cahaya kehidupan. Kehidupan yang sebenarnya yang kuncinya adalah membaca dan menulis. Terlihat sedrhana memang, tetapi dalam implementsinya tidak sesederhana yang dibayangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic