Classreview 1
Pergolakan
internal yang menyesakkan dada telah dimulai kembali pada hari ini, Selasa, 4
Februari 2014. Genderang perang mulai terdengar lagi, senjata-senjata runcing
telah diangkat setinggi langit, dan teriakkan pejuang-pejuang gigih sudah siap
menghadapi pertempuran kembali. Mungkin
pertempuran seperti dulu akan terulang kembali di medan perang ini, di kelas
PBI-C. Dimana setiap saat kita selalu menerima puluhan bom-bom kertas yang tak
tahu kapan akan meledak, mungkin juga
ranjau-ranjau kecil yang berbaris dibawah tumpukan tulisan akan siap
meledakkan dirinya jika kita tak berhati-hati menjinakkannya. Disini kita akan
menghadapi kembali semuanya dengan tetesan darah dan keringat, dengan jantung
yang terus berdegup kencang, dan fikiran yang selalu fokus dengan siasat-siasat
licik untuk menyusun peperangan. Semua perasaan itu akan terlihat lagi disini,
di peperangan Writing 4.
Writing 4 kali ini berbeda dengan
biasanya, walaupun kita masih bernaung dibawah komandan yang sama, Mr. Lala
Bumela. Tapi ini akan menjadi sesuatu yang sangat berat untuk kita melangkah, dengan
keputusan beliau menjadikan Writing 4 ke Academic Writing. Academik Writing ini
berbeda dengan Writing lainnya, karena ini akan memerlukkan strategi-strategi
jitu, pemikiran-pemikiran kritis dan tepat akan digunakkan disini. Perubahan
ini terlihat di penyusunan strategi peperangan, di syllabus Writing 4.
Di syllabus ini, beliau telah
menjelaskan point-point apa saja yang patut kita jalani untuk menghadapi
peperangan ini. Ada beberapa hal yang berbeda dari strategi sebelumnya, jika
dulu kita hanya membuat beberapa rakitan bom-bom kertas dengan standar
pembuatan 1-2 lembar kali ini kita akan membuat semuanya menjadi 3 lembar (5
halaman), menjadi berbeda seperti biasanya dengan pembuatan target ranjau 5
lembar (10 halaman). Beliau juga mengatakan bahwa pada pertempuran ini akan
lebih terencana dan lebih komunikatif lagi jika kita membangun sebuah “base camp” sebagai media kita
berinteraksi dan menunjukkan hasil-hasil kerja kita dengan cara pembuatan blog.
Di sini, hasil kerja kita dilihat dari cara kita menyampaikan analisa
essay-essay yang berbobot, hasil kerja mingguan kita dengan pengerjaan
passport, dan penyampaian pendapat-pendapat ilmiah dan logis dalam pembuatan
essay.
Essay-essay ini adalah hasil kerja
kita, hasil pembuatan senjata-senjata kita yang nantinya seberapa lamakah kita
bisa bertahan dalam medan pertempuran ini. Jika kita tak punya senjata maupun
salah dalam merakitnya, maka kita akan mati diserang oleh kawanan-kawanan
bengis lainnya. Ini akan menjadi masa yang melelahkan bagi kita, masa yang
panjang dan masa yang rumit bagi kita. Mungkin benar apa yang beliau sampaikan
pada kita tentang pertempuran di writing 4 kali ini, dimana kita akan menyita
waktu tidur kita, merasakan sakit kembali dengan jari-jari yang beradu dengan
senjata-senjata runcing dan peralatan-peralatan pembuat senjata yang berserakan
disekitar kita. Tentu saja, semua ini akan menjadikan kita sebagai
pejuang-pejuang yang berkualitas dan siap bertempur di medan peperangan.
Pada pertemuan kali ini, beliau
memeberikan beberapa wejangan kepada kita sebelum turun ke medan pertempuran. Beliau
lagi-lagi mengatakan kepada kita bahwa writing itu sangatlah susah, perlu
adanya proses berfikir lebih keras dalam pembuatannya. Bagaimana kita bisa
membuat sebuah tulisan yang mampu meledakkan hati setiap sasarannya jika kita
tak memiliki bahan-bahan dasar yang memadai, ini akan sangat menyusahkan untuk
proses pembuatannya. Ditambah lagi dengan kita yang terlibat di area kedua,
yaitu penulisan bahasa Inggris.
Dalam
area bahasa Inggris, jika kita hanya berpatokan pada kemampuan speaking belum
tentu kita dapat menguasai area ini. Ini sama halnya dengan kita dapat
menguasai medan perang, jika kita hanya mengandalkan kalimat-kalimat gertakan
untuk melawan musuh belum tentu peperangan ini berpihak pada kita. Kita harus
mampu mengolah senjata perang kita ke dalam mode Inggris, yaitu dengan menulis
berbahasa Inggris. Ini dilihat dari
perkataan Hyland, “Learning how to
write in a second language is one of the most challenging aspects of second
language learning” (Hyland 2003) yaitu Belajar
bagaimana menulis dalam bahasa kedua adalah salah satu aspek yang paling
menantang dari pembelajaran bahasa kedua, pada area kedua. Menulis dalam
bahasa Inggris adalah hal yang menyusahkan bagi kita, kita belum bisa
beradaptasi pada area ini. Walaupun pada kenyataannya bagi mereka yang
berbahasa Inggris sebagai bahasa pertama, kemampuan untuk menulis secara efektif
adalah sesuatu yang membutuhkan instruksi yang luas dan khusus ( Hyland 2003;
Hyland 2004).
Jika kita seorang pejuang, ini membutuhkan keahlian khusus untuk mengolah lagi
suatu strategi peperangan.
Strategi writing kali ini telah
berkembang dan berevolusi, jika dulu beliau memberikan teori-teori dari hal
yang terbesar dulu, maka untuk sekarang beliau memberikan teori sebaliknya
dengan sifat penulisan yang lebih baik dan level yang lebih tinggi, dengan
sifat teks dan genre yang mencerminkan penggunanya dalam komunitas wacana
(discourse communities) tertentu karena ini kaitannya dengan pemahaman
penyampaian komunikasi, dengan hubungan keselarasan antara menulis dengan
bahasa yang pertama dan kedua, bagaimana kurikulum dapat dikembangkan dengan
kursus menulis, dengan pengembangan bahan ajar untuk kelas menulis, dengan
penggunaan komputer dalam menulis instruksi, dan pendekatan untuk umpan
balik/pemahaman serta penilaian. Ini semua akan menjadi tantangan kita di
pertempuran kali ini, dengan menambahkan lagi bahan-bahan untuk merakit bom-bom
kertas dalam ledakkan tingkat tinggi.
teks Context
Reader (Piramid siklus)
Jika
kita tak merapatkan ketiganya, kita belum bisa menjadi seorang pejuang pena
sejati. Menulis itu seperti menulis kerajinan apapun, lebih baik lagi jika
menulis dibarengi dengan praktek. Ini seperti kita merakit senjata-senjata
perang dan tahu bagiamana cara kita menggunakannya. Jika kita dapat merakit
tulisan dengan baik diarea awl (L1), maka area edua (L2) pun sama dengan
pengajaran menulis disertai struktur bahasa yang baik, fungsi teks, tema/topik,
ekspresi kreatif, proses menulis, kadar, maupun genre dan konteks penulisan.
Dengan kata lain, statement ini sam
dengan apa yang Hayland harapkan. Bahwa dirinya pun ingin mengubah guru bahasa
menjadi guru penulis, karena dengan menulis kemampuan literasi kita semakin
bertambah. Ini akan membangun kita ke jalan berperadaban. Dan membangun dunia
lebih baik lagi dengan menulis. peran menulis juga tak lepas dari seorang guru
yang efektif, dan guru yang reflektif. Seorang guru efektif adalah
seorang pemimpi yang pemimpin yang mampu memilih keputusan-keputusan yang tepat
dalam pemilihan metode, material, dan prosedur untuk disampaikan dalam kelas
yang didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang sikap dan praktek profesi.
Sedangkan ru yang kuat adalah guru yang reflektif, dan refleksi membutuhkan
pengetahuan untuk penelitihan dan teori-teori yang relevan.
Thesis Research
Activities
Jadi
jika kita sering merefleksi tulisan kita, maka tlisan kita akan semakin kuat.
Melihat stragi-strategi pada
pertempuran kali ini rupanya kita memerlukan bekal yang lebih banyak lagi,
entah untuk bekal perakitan bom-bom kertas, ranjau-ranjau kecil, maupun bekal
mental untuk bisa bertahan hidup di sini. Ini akan menjadi masa yang panjang
dengan pegubahan writing 4 ke Academic writing. Siasat-siasat jitu perlu
dipertajam lagi, karena bendera merah sudah ditancapkan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic