We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Sabtu, 15 Februari 2014

SALAH SIAPAKAH BANGSA INI MENJADI BANGSA YANG TERTINGGAL?

Appetizer

Menurut A. Chaedar Alwasilah dalam koran Pikiran Rakyat yang terbit pada tanggal 28 Feb 2012 dalam artikel tersebut Beliau menuliskan judul “Bukan Bangsa Penulis”.  Pak Chaedar berpendapat demikian berdasarkan beberapa fakta seperti: jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia masih rendah, banyaknya jumlah tulisan yang harus di tulis oleh seorang mahasiswa, dan berdasarkan penelitian Krashen(1984) pada perguruan tinggi AS.
            Pertama berdasarkan pada tulisan yang ditulis oleh Pak Chaedar dan menurut Dirjen pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, yakni hanya sepertujuhnya.  Fakta ini berdasarkan perbandingan jumlah buku yang diterbitkan dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 200 juta. 
            Yang kedua, bagi seseorang yang terbiasa dengan menulis mungkin 100 halaman bukanlah masalah namun, bagaimana dengan orang yang baru belajar menulis.  Dalam artikel tersebut Pak Chaedar menyajikan jalan tengah agar mahasiswa di negara kita rajin menulis.  Jalan tengah tersebut beliau ambil dari sistem pendidikan yang ada di Amerika Serikat.  Sistem pendidikan di Amerika Serikat memksa mahasiswanya untuk banyak menulis esai seperti: laporan observasi, ringkasan bab, reviu buku dan lain sebagainya.  
            Yang ketiga, berdasarkan penelitian Krashen (1984) di perguruan tinggi di AS menunjukan bahwa para penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu di SMA-nya, antara lain banyak membaca karya sastra, berlangganan koran atau majalah, dan di rumahnya ada perpustakaan.  Bagi sebag
 Sementara para mahasiswa di negara kita, jangankan untuk membeli buku baru, disediakan buku yang gratis juga terkadang jarang  dibaca kecuali ada tugas.  Bukan hanya masalah mahasiswa kita yang kurang suka membaca tapi, juga masalah tersedianya buku yang menjadi penunjang belajar kita.  An orang membeli buku membeli bukanlah masalah, namun bagaimana dengan penduduk menengah kebawah yang berpenghasilan rendah? Jangankan untuk membeli buku atau koran, untuk makan sehari-hari saja kadang tidakmencukupi.  Mungkin kita bisa saja berkata, “mengapa tidak pergi ke perpustakaan?” namun kembali lagi pada kenyataan yang ada, apakah perpustakaan yang ada sudah benar-benar memenuhi kebuthan siswa akan pengetahuan?
            Jika boleh jujur, pada kenyataannya semua sarjana yang lulus dari pergurruan tinggi, tentu mereka telah melalui proses menulis makalah.  Yang jadi pertanyaannya adalah kemanakah makalah mereka? Apakah telah diterbitkan atau hanya disimpan dilemari sebahgai pajangan atau hiasan kantor? Seperti yang ada dikantor jurusan di lantai pertama.
            Berdasarkan pendapat di atas, mungkin tidak banyak buku yang terbit dalam setiap tahunnya, namun bukan berarti mahasiswa di negara kita malas, karena pada kenyataannya mereka juga menulis hanya saja tidak diterbitkan atau mungkin memang diterbitkan, namun hanya digunakan di area lokal (lingkungan kampus) atau dengan kata lain tidak diterbitkan ssecara nasional.

HARUSKAH PEMBACA LEBIH PINTAR DARI PENULIS?
Sering kali saat kita membaca sebuah teks, tapi kita tidak dapat memahami apa isi dari teks yang kita baca tersebut.  Pernahkah kita semua memikirkan hal tersebut? Menurut pendapat saya tentang hal tersebut, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut.  Beberapa diantaranya adalah, tergantung pada jenis teks yang dibaca, kondisi dan situasi, bahasa yang digunakan terlalu membingungkan si pembaca.
            Pertama adalah, tergantung pada teks yang dibaca.  Ketika kita membaca sebuah tulisan atau teks yang kita senangi tentu hal tersebut akan membuat kita lebih mudah untuh memahami, dibandingkan dengan jika kita membaca sebuah teks yang tidak kita sukai.  Sebagai contohnya, banyak anak-anak akan lebih menyukai membaca buku dongeng dibandingkan dengan buku pelajaran.
            Penyebab yang kedua seseorang tidak dapat memahami sebuah tulisan adalah, kondisi dan situasi.  Seseorang yang dalam keadaan sakit tentu dia tidak dapat fokus atau konsentrasi saat membaca.  Begitu juga dengan situasi yang ada diskitar kita saat kita membaca.  Sebagai contohnya, saat kita membaca sebuah buku namun keadaan disekitar kita sangat bising, tentu kita tidak dapat berkonsntrasi.    
Yang ketiga adalah, bahasa yang digunakan terlalu membingungkan pembaca.  Seorang penulis tetap saja dia adalah seorang manusia dan tidak ada manusia yang semprna.  Terkadang sang penulis menuliskan sebuah tulisan yang sangat sempurna, namun justru itulah yang membuat pembaca tidak dapat memahami tulisannya.  Contohnya adalah karya sastra baik berupa puisi atau bentuk tulisan lainnya, tidak semua orang dapat memahami karya sastra karena bahasanya yang terlalu tinggi sehingga membuat orang lain tidak dapat memahami tulisan tersbut. 
Jika dibandingkan siapa yang lebih pintar antara pembaca dan penulis, semuanya bergantung pada siapa si penulis dan siapa si pembaca.  Siapakah si penulis? Jika dia adalah seorang penulis handal yang sudah berpengalaman dan sudah terbiasa dalam menulis tentu penulislah yang lebih pentar.  Bagaimana kalau menanyakan siapa si pembaca? Jika dia adalah seorang yang memang benar-benar menguasai semua tentang ilmu tulis-menulis maka tidak usah diragukan lagi bahwa pembacalah yang lebih pintar.  Contoh pembaca yang lebih pintar dari penulis adalah dosen penguji kita, yang dia bukanlah sembarang orang.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah, bahwa ketidakpahaman seseorang akan sebuah tulisan tidak sepenuhnya  kesalahan pembaca.  Intinya, tidak semua pembaca lebih bodoh dari penulis, dan ingatlah di atas langit masih ada langit.

KESALAHAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Menanggapi aritkel yang ditulis oleh C. W. Watson yang publikasikan oleh The Jakarta Post edisi 14 Januari.  Beliau juga mengomentari artikel dari A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Powerful writers versus helpless readers”.  Menurut tulisan tersebut ada beberapa kesalahan dalam sistem belajar yang diterapkan di Indonesia.  Sementara setelah saya baca tulisan tersebut terdapat beberrapa fakta mengenai kesalahan dari sistem pendidikan yang ada di negara kita, antara lain: negara kita terlalu mengutamakan nilai akhir daripada nilai proses yang dijalani, menggunakan sistem pilihan ganda, dan ketergantungan terhadap sistem kurikulum.
Pada artikel “Powerful writers versus helpless readers” Pak Chaedar mengungkapkan untuk menghapus sistem yang ada di negara kita.  Sebagai seorang ahli dalam dunia pendidikan  Pak Chaedar boleh saja berpendapat demikian dengan alasan kurang efektif.  Namun, seharusnya Pak Chaedar juga memberikan jalan keluar atau solusi pengganti dari sistem yang ada dinegara kita ini, seperti misalnya sebagai syarat kelulusan, siswa diharuskan menulis makalah atau menuliskan seluruh pengalaman mereka selama proses pelajar yang tentu saja sesuai dengan jurusan mereka masing-masing.
Selain soal UN, persoalan yang lainnya adalah setiap ujian selalu saja ada pilihan ganda.  Kelemahan dari sistem ini adalah siswa sering menganggap remeh pilihan ganda, karena bagi anak yang tidak bisapun hanya tinggal memilih salah satu jawaban yang telah disediakan.  Berbeda jika siswa dihadapkan pada soal esai, yang tentunya akan membuat siswa merasa pusing dan memaksa mereka membaca untuk buku pelajaran mereka.  Sebenarnya tidak masalah jika menggunakan soal pilihan ganda, asalkan pilihan ganda tersebut harus sebuah pertanyaan yang berkualitas.
Kelemahan lainnya dari sistem pembelajaran yang ada di negara kita adalah terlalu bergantung pada pusat.  Seperti yang kita tahu sistem pembelajaran di negara kita adalah berdasarkan kurikulum yang berlaku pada saat itu, sementara yang membuat sistem kurikulum adalah dari pemerintah pusat.  Sekolah-sekolah hanya tinggal mengikuti apa yang menjadi keputusan pusat.  Berbeda dengan sistem pendidikan di negara-negara modern, di mana setiap sekolah mempunyai peraturan masing-masing tidak terikat dengan pusat.  Pada hakikatnya yang paling mengerti tentang segala hal yang ada di sekolah adalah orang-orang yang ada di lingkungan sekolah tersebut, bukan pemerintah pusat.
Sebaliknya, jika sistem UAS dihilangkan dan diganti dengan sistem lain yang dianggap lebih baik tentu akan terjadi sebuah dilema pada pemerintah pusat.  Di satu sisi pemerintah ingin sistem pendidikan di negara ini lebih baik, namun di sisi lain apakah para siswa di negara kita akan mampu untuk melaluinya? Dipaksa? Jika kita lihat fenomena yang terjadi sekarang ini, di mana sebelum para siswa melakukan UN sering kali mereka melakukan ritual-ritual yang kurang masuk akal, bahkan ada yang lebih tragis dimana siswa yang tidak lulus melakukan bunuh diri.
Setiap orang boleh saja berpendapat tentang harus seperti apakah sistem pemndidikan di negara ini, namun pada kenyataannya kita juga harus memikirkan solusi yang tepat sebagai pengganti sistem belajar kita yang ada sekarang.  Selain memikirkan solusi juga harus dipikirkan bagaimana menangani siswa yang tidak lulus UN.  Caranya mungkin bisa dengan memberikan ajaran agama tentang hukum bunuh diri, atau bisa juga dengan memberikan sugesti kepada mereka bahwa tidak lulus bukan berarti akhir dari dunia.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic