“Education is not the filling of a pail, but
the lighting of a fire”.
--William
Butler Yeats--
Seperti air yang mengalir begitu
saja, menerjang setiap halang rintang dengan penuh ketenangan. Dalam keadaan
apapun, air akan tetap dalam posisi yang tenang. Mungkin manusia harus lebih
banyak lagi belajar dari sang air. Tak peduli apapun, sang air akan mengalir
dan mengalir, sampai saatnya tiba sang air akan bertemu dengan sang laut. Sang
air tidak pernah mengeluh, walaupun dia ditempatkan ditempat-tempat yang jauh
dari sang laut, yang dia tahu adalah terus mengalir seperti apa yang telah
Allah perintahkan.
Laptop, lembaran-lembaran putih yang
berserakan dan beberapa pulpen warna yang akan menemaniku malam ini. Malamnya
cukup dingin, membuat seseorang mudah terjangkit ngantuk J.
Dalam class review ini kita masih akan membahas tentang “Rekayasa Literasi”.
Perjalanan
ini masih akan terus berlangsung lama, so, kita harus benar-benar mempersiapkan
segalanya. Bahwa kita harus fokus dan kuat. Endurance harus diutamakan dalam
perjalanan ini.
Prinsip
kita harus centre of excellence, dimana kita harus menjadi orang yang
multilimgual writer, yaitu dimana kita harus bisa berliterasi dalam bahasa
Indonesia, Inggris bahkan bahasa ibu, karena jika anda pandai berliterasi
dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sedangkan anda tidak pandai
berliterat dalam bahasa ibu, maka anda payah!!! Kita harus tahu bagaimana
caranya menulis dan mempresentasikannya, tidak hanya memproduksi tapi juga
harus mampu mereproduksi.
Disini
kita harus tahu apa yang harus di rekayasa dan di sebelah mananya? Seperti yang
sudah kita bahas bersama Mr.Bumela bahwa yang direkayasa adalah cara pengajaran
reading and writing-nya. Rekayasa literasi sama saja dengan DNA.
Jika
sudah diberi teks, yang seharusnya dilakukan adalah :
1. Read
2. Respond
3. Write
(re-write)
Sedangkan
metode membaca adalah dimulai dari teks kemudian teks tersebut ada yang berjenis
literat dan yang berjenis faktual, kedua teks tersebut mempunyai nilai yang
berbeda-beda, jika teks yang berjenis literat itu bernilai estetic, maka teks
yang berjenis faktual akan bernilai efferent.
Rekayasa
literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia
terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. (A.Chaedar
Alwasilah: Rekayasa Literasi).
Pengajaran
reading and writing mempunyai empat dimensi yaitu : lingustik (teks), kognitif
(mind) perkembangan (growth) dan sosiokultural. Jadi yang di rekayasa adalah
cara pengajaran pembacaan dan penulisan teks. Teks itu sifatnya verbal,
written, dan visual. Semuanya ditumbuhkan oleh praktek literasi, untuk
prakteknya kita harus hebat dalam membaca, baru disitu kita akan menjadi
penulis yang hebat.
Menurut
Ken Hyland (2006) literasi adalah sesuatu yang kita lakukan, sedangkan menurut
Hamilton (1998) seperti yang dikutip dalam Hyland (2006:21), melihat keaksaraan
sebagai kegiatan yang terletak diinteraksi antara manusia.
Poin
penting dalam “Rekayasa Literasi”. Literasi adalah praktik kultural yang
berkaitan dengan artikel baru persoalan sosial politik. Jelasnya baru negara
literasi ini akan menjamur sesuai tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun
regular tidak bisa dihindari.
Model
literasi ala Freebody dan Lukas (2003) : memecahkan kode teks, berpartisipasi dalam
makna teks, menggunakan teks fungsional, kritis menganalisis dan mengubah teks.
A.Chaedar Alwasilah meringkas lima ayat diatas menjadi : memahami, melibati, menggunakan,
menganalisis, dan mentransformasi.
Rujukan
literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan.
Pendidikan yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi yang tinggi pula
dan juga sebaliknya. Membaca, menulis, berhitung, dan bernalar adalah modal
hidup. Orang yang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.
Masyarakat yang regular tidak berliterat, regular tidak mampu memahami
bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa.
Pengajaran
bahasa harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah
guru, dengan fitur : komitmen profesional, komitmen etis, strategis analitis
dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang study, dan keterampilan
literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1995 dikutip dari Alwasilah 2012).
Rekayasa literasi adalah upaya yang
sengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat
penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju
ke pendidikan dan pembudayaan.
Empat dimensi rekayasa literasi :
linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.
Rekayasa
literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi
tersebut.
Jadi
kesimpulannya adalah bahwa literasi sangatlah penting untung dimiliki, apalagi
pada zaman edan ini. Banyak hal yang tidak bisa diselsaikan dengan membaca dan
menulis, karena pada zaman ini seseorang tidak hanya harus pintar membaca dan
menulis, tetapi juga harus pintar menghitung dan bernalar. Dikutip dari Alwasilah
2012.
“Pada abad ke-21, standar kelas dunia akan menuntut
bahwa setiap orang sangat melek huruf, sangat berhitung, baik informasi, maupun
mampu belajar terus menerus, dan percaya diri dan mampu memainkan peran mereka
sebagai warga negara masyarakat yang dempkratis.”
—Michael Barber--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic