Class Review 3
Harus
bisa menghilangkan rasa malas. Kalau
hanya diam, bagaimana mungkin kita bisa sukses.
Suksesnya seorang mahasiswa adalah ketika ia berhasil menghilangkan rasa
malas untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam setiap tugas. Ya, hal itu sedang dirasakan oleh kami para
mahasiswa. Kita jangan hanya menjadi
penerima saja, tetapi berilah sesuatu yang berbeda untuk diri kita dan orang
lain. Anggap saja kita adalah sebuah
komputer yang siap beroperasi karena ada input.
Biarkan saja beroperasi dan menghasilkan output yang sesuai. Sama hal nya dengan otak manusia, apabila
diberi input yang positif, maka akan berproses dan menghasilkan. Hasil dari proses tersebut akan kita rasakan
diakhir masa perkuliahan.
Adakala
nya merasa bahwa kita ini adalah robot, bahkan seperti pekerja rodi yang
bekerja keras tanpa kenal lelah. Dipaksa
untuk melakukan sesuatu atau pekerjaan secara terus menerus. Perumpamaan nya mungkin akan banyak sekali. Jika pabrik bisa memproduksi barang-barang
untuk dijual ke masyarakat, kita bisa memproduksi kata-kata yang dirangkai
dalam sebuah karya tulis dan dipersembahkan untuk masyaraka, hal tersebut salah
satu cara membudayakan literasi.
Orang
literat sudah pasti mencintai kegiatan literasi. Disini kita berperan menjadi orang yang literat. Mencoba membuat suatu hal yang dapat merubah
suatu kebiasaan buruk terutama malas mengerjakan tugas. Kata mencoba adalah salah satu proses untuk
membuka kunci kesuksesan kita. Diberi
tugas untuk mereview class, membuat appetizer, chapter review, bahkan membuat
critical review, bukan menjadi sesuatu yang baru. Oleh karena itu jangan pernah menyerah selagi
masih bisa mencoba untuk menyelesaikan.
Malam
ini gencatan senjata dimulai, bukan lagi perang biasa. Tetapi ini luar biasa !!! Bagaimana tidak, kali ini kita memulai untuk
berfikir kritis dalam membaca dan menulis.
Kegiatan tersebut tidak sembarangan dan memang membutuhkan tenaga ekstra
lebih dari sebelumnya. Seperti yang
telah disampaikan oleh mister pada perkuliahan tanggal 19 Februari 2014, bahwa
endurance sangat dibutuhkan untuk membangun literacy engineering.
Endurance
adalah faktor penunjang utama dan paling dominan. Tanpa ada kekuatan, tak akan mampu berfikir
dan menulis. Kegiatan kita ini bukanlah
kegiatan yang kuno, melainkan kegiatan yang akan menggugah diri untuk
benar-benar menjadi orang yang literat.
Ini adalah kegiatan pembudayaan, bukan penghapusan. Jadi kalau bukan kita sendiri yang
membudayakan, siapa lagi ? Dalam
kegiatan sehari-hari juga kita bisa menjadi seorang literat. Contoh kecilnya adalah menulis bon belanja
harian, dan contoh lain adalah aktifitas seorang tenaga pendidik. Selain mencerdaskan anak bangsa, tetapi juga
menjadi pendobrak literasoi bangsa.
Kita
ini tidak hanya sebagai mahasiswa saja, tetapi sebagai multilangual
writer. Dalam multilangfual writer
terdapat dua aspek yakni memahami bahasa indonesia dan bahasa inggris. Kita harus mengerti, apalagi menjadi seorang
penulis tidak lepas dari bahan bacaan. Posisi kita ini seperti sebuah mobil,
bagaimana dan akan didesain menjadi mobil apa.
Apakah mobil matic atau automatic.
Semuanya bisa kita sesuaikan dengan keinginan. Begitupula dengan menulis, kita harus tau
bagaimana mendesainnya maka akan
memproduksi sesuatu yang baru.
Kembali
kita ulas pada pembahasan sebelumnya mengenai rekayasa literasi. Dosen writing bertanya pada mahasiswa apa
yang di maksud dengan rekayasa literasi dan apa yang direkayasa nya. Kita belum faham benar tentang rekayasa
literasi, karena yang ada dalam fikiran kita rekayasa adalah manipulasi. Jadi apa maksud nya dengan rekayasa literasi
?
Pengertian
dari rekayasaa literasi itu sendiri adalah upaya yang disengaja dan sistematis
untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara
optimal. Jadi yang direkayasa itu adalah
sistem pengajarannya.
Rekayasa
sederhana minimalnya adalah :
1. Read
2. Responed
3. Write
(re-write)
Ini
erat sekali dengan cara mengajar. Jika
mengajar kita juga harus mampu mengetahui jenis teks, bagaimana cara
menganalisis, dan sebagainya. Seperti
yang kita ketahui pengajaran reading, writing memiliki empat dimensi yakni
linguistik (teks), kognitif (mind), perkembangan (growth), dan sosiokultural
(group).
Penerapan
dalam mata kuliah writing akademik ini adalah bagaimana kita membuat appetizer
yang sesuai dengan elemen-elemen dibawah ini.
1. Cohesion : Hubungan antara kalimat dan
paragrafnya saling mendukung atau justru tidak nyambung.
2. Clarity : Makna apa yang akan
dikomunikasikan dan harus dengan jelas.
3. Logical
Order : Mengacu pada informasi yang
logis. Dalam akademik writing penulis
akan membuat karya tulis dengan pola umum ke khusus.
4. Consistency
: Mengacu pada keseragaman gaya
penulisan.
5. Unity
: Kesatuan informasi yang
berhubungan dengan topik dalam paragraf tertentu.
Jadi
kesimpulannya adalah menjadi orang literat tidak hanya sekedar membaca-tulis,
tapi juga terdidik dan mengenal sastra (Kern 2003). Literat juga harus peka terhadap lingkungan
budaya sekitar, dan mampu merekayasa literacy nya sehingga akan membangun
bangsa yang cerdas. Mampu mengkritik dan
mampu menambah kualitas masyarakat.
Seperti pola yang disebutkan dalam bacaan rekayasa literasi yakni
praktek kultural yang berkaitan dengan sosial politik. Oleh karena itu Prof. Alwasilah meringkas
ayat-ayat yang tertera didalam nya antara mampu memahami, melibati,
menggunakan, menganalisis dan mentransformasi.
Untuk
mengkritik sebuah wacana, kita harus mampu memenuhi pertanyaan-pertanyaan
dibawah ini:
1) What
type of audience is the author targeting her article ?
2) What
are the central claims in his / her argument ?
3) What
evidence does he / she use to back up the points she is making ?
4) Does
the author make any claims that are not backed up by evidence ?
5) Do
you think that the evidence is sufficient, for an article in an academic text
book ?
6) Does
the author use any emotive words or statements ? (if so, highlight any that you
identify)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic