CLASS REVIEW 3
Malam
ini di dalam sebuah ruangan oren
kesayangan, pencarian ide dimulai. Kekesalanpun datang ketika sesuatu yang
diharapkan tak kunjung melintas di otak ini. Sedikit melamun membawaku kembali
ke empat tahun lalu di suatu pantai dengan batu karangnya. Terlihat beberapa
kali ombak besar menghantam batu karang itu. Tapi batu itu tetap kokoh di
tempatnya. Ia tak protes ketika ombak besar itu menyapanya dengan dahsyat.
Seharusnya kita belajar dari batu karang itu bagaimana bertahan kokoh tanpa
mengeluh sedikitpun.
Ibarat
mendesign baju mewah dengan segala pernak-perniknya, perjalanan mata kuliah
Writing and Composition 4 ini akan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu
sangat di butuhkan sekali fokus yang kuat dan tentunya daya tahan tubuh yang
kuat pula karena selain butuh waktu yang lama, desaigner juga akan menghabiskan
banyak tenaga dan fikirannya. Ditemani dengan lagu kebangsaan yang aku anggap
sebagai benteng pertahanan dari serangan rasa malas, penapun mulai bergerak
diatas kertas.
Setiap
orang tentunya memiliki prinsip hidup masing-masing. Tapi dalam mata kuliah ini
prinsip kita harus sama, yaitu “Centre of Excellence”, dimana kita harus
menjadi yang terbaik dari yang terbaik. Posisi kita sekarang ini adalah
multulingual writer, artinya kita bisa dikatakan mampu menulis dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tapi tidak menutup kemungkinan
kita juga mampu menulis dengan menggunakan bahasa ibu. Hanya saja pada
kenyataannya menulis dengan menggunakan bahasa ibu akan jauh lebih sulit bila
dibandingkan dengan menulis menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa
Inggris.
Pembahasan
mata kuliah writing masih di sekitar rekayasa literasi. Tentunya kita
bertanya-tanya apa itu rekayasa literasi. Rekayasa literasi merupakan suatu
upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia yang terdidik dan
berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal (A. Chaedar Alwasilah). Pada
rekayasa literasi, yang di rekayasa adalah proses pengajaran reading dan
writingnya. Jadi rekayasa literasi ini juga bisa di ibaratkan seperti DNA yang
dimiliki manusia dan tumbuhan. Misalnya DNA pada tumbuhan jambu. Saya pernah
memakan jambu biji bernama jambu kristal hasil rekayasa sebuah perguruan tinggi
negeri ternama di Indonesia. Jambu biji yang biasanya terdapat biji didalam
buahnya, direkayasa menjadi jambu biji tanpa biji yaitu dengan cara mengotak-atik
DNA jambunya. Begitupun dengan rekayasa literasi. Pendidikan bahasa pada
akhirnya adalah literasi dan yang kedua adalah writing.
Ketika kita
diberi sebuah tulisan, minimal tulisan tersebut harus kita baca, respon dan
re-write. Itu semua akan meningkatkan literasi kita. Hal pertama yang harus
dilakukan untuk meningkatkan literasi seseorang adalah menjadi pembaca yang
hebat terlebih dahulu kemudian menjadi penulis yang hebat. Kenapa harus menjadi
pembaca dulu? Karena apa yang akan kita tulis merupakan hasil dari apa yang
telah kita baca. Informasi yang akan kita tulis merupaka hasil dari apa yang
telah kita baca.
Rekayasa
literasi terdiri dari reading dan writing. Dan keduanya harus bersifat
integratik. Pada pengajaran reading dan writing, terdapat empat dimensi:
1.
Linguistik
Orang yang tidak memahami apa itu linguistik maka tidak
akan mampu merekayasa literasi, karena untuk merekayasa literasi perlu
pemahaman yang mendalam tentang lingustik.
2.
Mind
3.
Growth
4.
Sociocultural
Elemen-elemen academic writing:
·
Cohesion : gerakan halus atau “aliran” antara
kalimat dan paragraf
·
Clarity :
makna dari apa yang kamu niati untuk berkomunikasi dengan benar-benar jelas
·
Logical order : mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam
menulis academic writing, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus
·
Consistency : konsistensi mengacu pada keseragaman gaya
penulisan
·
Unity :
paling sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak
secara langsung berhubungan dengan topik yang di bahas dalam paragraf tertentu
·
Conciseness : keringkasan adalah ekonomi dalam
penggunaan kata-kata. Menulis yang baik dengan cepat sampai ke point dan
menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu pengulangan (redundancy or “dead
wood”). Pengecualian informasi yang tidak perlu mempromosikan persatuan dan
kesatuan
·
Completeness : sementara informasi berulang-ulang atau
tidak perlu harus di hilangkan, penulis memiliki informasi penting yang di
berikan mengenai suatu topik tertentu. Misalnya dalam definisi cacar air,
pembaca akan mengharapkan untuk mengetahui bahwa itu adalah suatu penyakit yang
menyerang khususnya anak-anak yang di tandai dengan ruam
·
Variety :
variety membantu pembaca dengan menambahkan beberapa “bumbu” dalam teks
·
Formality : menulis akademik itu formal dalam
nada. Ini berarti bahwa kosakata canggih dan struktur tata bahasa yang
digunakan. Di samping itu penggunaan kata ganti seperti “I” dan kontraksi di
hindari.
Jadi dapat di simpulkan bahwa pada
minggu lalu materi yang dibahas masih di sekitar rekayasa literasi. Rekayasa literasi
merupakan suatu upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia
yang terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Pada pembahasan
rekayasa literasi, sebenarnya yang di rekayasanya bukanlah sistemnya siperti
yang saya duga, melainkan proses pengajaran reading dan writingnyalah yang di
rekayasa. Dan kemudian budaya yang menjadi dampaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic