We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 26 Februari 2014

PENDIDIKAN LITERASI BANGSA



CLASS REVIEW 3

Aku tak sendiri. Mata ini mulai ku buka lagi, badan, hati dan pikiran ini haruslah kuat. Semangat ini harus tetap berkobar, jangan sampai api semangat itu redup. Jangan ada kata menyerah. Perjuangan dan perang ini baru saja di mulai. Aku tidak boleh kalah, aku harus jadi pemenangnya. Orang tuaku. Merekalah alasanku untuk tetap bertahan. Indahnya masa depanku, itulah hal ingin aku capai. Menulis. Disinilah aku memulainya.
Make up class writing. Rabu pagi tanggal 19 Februari 2014 pukul 09.10 WIB ruang 41 gedung PBI adalah pertemuan make up class saya dan teman-teman PBI-C belajar mata kuliah Writing and Composition 4. Pertemuan minggu ini merupakan pertemuan ketiga kami bersama dosen Mr. Lala Bumela, M.Pd. Sebelum memasuki pembahasan Mr. Lala Bumela, M.Pd mengatakan bahwa pada minggu-minggu selanjutnya kami harus benar-benar mempersiapkan diri kami untuk menghadi rintangan dan tantangan dalam mata kuliah Writing and Composition 4 ini. “Endurance “ atau kekuatan fisik, pikiran, dan fokus kami dalam mata kuliah Writing ini harus bisa dipertahankan, siapa yang mempunyai endurance yang tinggi, maka dialah yang akan mampu bertahan dan siapa yang mempunyai endurance yang lemah maka dialah yang akan tertinggal. Keep spirit. Do not give up.
Selain endurance, teknik pun merupakan salah satu hal penting dalam mata kuliah Writing and Composition 4 ini. Kami harus memahami bagaimana teknik-teknik untuk membuat tulisan tersebut. Dalam penulisan karya tulis, teknik merupakan salah satu faktor yang bisa membuat karya tulis tersebut menjadi sebuah karya tulis yang bagus.
Menulis bukanlah satu hal yang kuno. Pada zaman sekarang menulis merupakan hal yang masih sering dilakukan oleh para siswa disekolah. Mr. Lala Bumela, M.Pd menceritakan bahwa menulis masih menjadi salah satu pilihan sebagai sistem ujian di salah satu universitas di India. Dengan sistem ujian menulis essay, mahasiswa di salah satu universitas di India tersebut membuat essay dengan jumlah tidak sedikit, mahasiswa di India tersebut dituntut untuk menulis essay yang terdiri dari beberapa halaman dan dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Di India menulis merupakan salah satu sistem ujian essay yang masih dipakai. Hal tersebut membuktikan bahwa menulis bukanlah sesuatu yang diharuskan dalam pelajaran Writing saja, namun menulis merupakan hal yang seharusnya menjadi hal yang umum bagi mahasiswa.
Karya A. Chaedar Alwasilah merupakan salah satu karya terbaik penulis Indonesia. Karya-karya A. Chaedar Alwasilah merupakan sebuah karya tulis yang akui dan dipakai sebagai bahan pengajaran oleh universitas-universitas di luar negeri. Karya A. Chaedar Alwasilah adalah suatu tulisan yang cukup detail dan berisi. Dalam tulisannya, Chaedar menuliskan tentang pendapat-pendapatnya yang cukup kuat, sehingga hal tersebut membuat pembaca sulit untuk menyanggah dan tidak mengiyakan tulisannya tersebut. IAIN Cirebon merupakan salah satu universitas yang mahasiswanya membaca tulisan A. Chaedar Alwasilah. Mr. Lala Bumela berharap IAIN Cirebon mampu menjadi “central of excellence”, karena mahasiswa IAIN-lah yang dilatih untuk bisa dan mampu untuk menulis. Dimana orang-orang akan memandang bahwa IAIN Cirebon adalah salah satu universitas yang mana mahasiswanya akan terus diasah dan dilatih sebagai mahasiswa yang mempunyai kemampuan menulis yang handal. Tentunya hal tersebut merupakan harapan kami dan semua mahasiswa IAIN Cirebon.
Posisi mahasiswa bahasa Inggris adalah sebagai multilingual writer. Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk mendesain tulisannya menjadi tulisan yang memiliki dual function. Mahasiswa harus mampu untuk menulis dalam bahasa L1 dan L2, bahkan L3. Hal tersebut merupakan salah satu point yang dijelaskan A. Chaedar Alwasilah dalam tulisannya, jika seorang mahasiswa bahasa Inggris mempunyai kemampuan menulis yang tinggi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tapi apakah dia mampu menulis dalam bahasa lain (bahasa Sunda, Jawa, atau bahkan bahasa asing lainnya)? Jika seorang mahasiswa mahir dalam menulis dalam tiga bahasa, hal tersebut merupakan salah satu hal yang luar biasa.
Mr. Lala Bumela, M.Pd menerangkan bahwa lecturer is just someone that give a fire, tetapi yang mempunyai torch adalah mahasiswanya. Yang dapat menentukan api itu besar atau kecil adalah bagaimana mahasiswa merubah api itu sendiri. Ini berarti bahwa mahasiswalah yang dapat menentukan apakah dia bisa menjadi seorang yang sukses dalam belajarnya, atau hanya bisa menjadi seorang mahasiswa yang biasa-biasa saja dalam belajar.
Dalam pertemuan ketiga minggu ini, Mr. Lala Bumela, M.Pd mengulas sedikit tentang rekayasa literasi. Rekayasa literasi merupakan salah satu upaya yang disengaja dan sistematis untuk menciptakan manusia-manusia terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa. Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Mr. Lala Bumela, M.Pd menjelaskan bahwa hal yang harus direkayasa disini adalah pengajaran guru atau dosen dalam hal membaca (reading) dan menulis (writing) dalam empat dimensi tersebut. Kern (2003): literacy refers to “general learnedness and familiarity with literature”. Orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra. Ada tiga point penting yang harus diperhatikan oleh guru maupun siswa, yaitu:
1.      Read
Sebelum mahasiswa mempunyai kemampuan dalam hal menulis, tentunya membaca adalah hal pertama yang harus dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa diwajibkan untuk dapat memahami teks yang dia baca. Pemahamannya tentang sebuah teks, akan mengantarkan dia untuk menjadi seorang penulis, karena pembaca yang kritis akan mengolah pikirannya  untuk menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang baru dan mampu menghasilkan sebuah karya tulis.
2.      Respond
Setelah membaca, merespon sebuah teks merupakan hal kedua yang harus dilakukan mahasiswa sebelum akhirnya menulis. Merespon teks merupakan kegiatan yang akan melatih pikiran dan menunjukan pengetahuan tentang sebuah teks yang telah dia baca. Seorang pembaca akan mampu untuk menjadi seorang penulis, jika dia melakukan proses yang benar.
3.      Write (re-write)
Setelah membaca dan merespon teks, mahasiswa tentunya akan menuliskan tentang pemahaman dan analisisnya tentang sebuah teks. Seperti dalam tulisan A. Chaedar Alwasilah bahwa “pengetahuan terakumulasi melalui membaca, sementara menulis adalah menempatkan pengetahuan ke dalm kertas.”
Cara memahami, merespon, memproduksi, dan menulis merupakan pendekatan dalam membaca (reading) dan menulis (writing). Mr. Lala Bumela menerangkan bahwa sebuah teks harus didekati dengan cara yang berbeda, dengan melakukan pendekatan teks yang sesuai maka kita akan lebih mudah untuk memahami isi tentang teks tersebut. Contohnya pendekatan estentik dan efferent digunakan untuk mendekati teks yang berbeda. Ada tiga sifat teks, antara lain:
1)      Verbal, merupakan penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh guru atau dosen.
2)      Written, merupakan karya-karya tulis yang dihasilkan oleh seorang penulis.
3)      Visual, merupakan sebuah gambar atau lambing yang memiliki makna.

Dikutip dari A. Chaedar Alwasilah (2012) mengatakan bahwa “pada abad ke-21, standar kelas dunia akan menuntut bahwa setiap orang sangat melek huruf, sangat berhitung, baik informasi, mampu belajar terus-menerus, dan percaya diri dan mampu memainkan peran mereka sebagai warga masyarakat yang demokratis." Hal tersebut berarti, kita sebagai warga masyarakat harus bisa menjadi warga yang mempunyai literasi yang tinggi. Jika kita tidak bisa mengikuti kemajuan zaman, kita akan menjadi masyarakat yang ketinggalan zaman. Kemampuan baca-tulis di Indonesia masih sangat minim, hal ini merupakan PR bagi setiap warga Indonesia untuk menciptakan generasi Indonesia yang mempunyai literasi tinggi. (Michael Barber). Ada beberapa element yang harus diperhatikan oleh penulis dalam menulis academic writing, antara lain:
a)      Kohesi   : gerakan halus atau "aliran" antara kalimat dan paragraf.
b)      Kejelasan  : makna dari apa yang Anda berniat untuk berkomunikasi sangat jelas;
c)      Urutan logis   : mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik,        penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
d)     Konsistensi  : Konsistensi mengacu pada keseragaman gaya penulisan.
e)  Unity : Pada sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
f)       Keringkasan    : keringkasan adalah ekonomi dalam penggunaan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ke titik dan menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu pengulangan (redundancy, atau "kayu mati.") Pengecualian dari informasi yang tidak perlu mempromosikan persatuan dan kesatuan.  
g)    Kelengkapan   : Sementara informasi berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis memiliki untuk memberikan informasi penting mengenai suatu topik tertentu. Misalnya, dalam definisi cacar air, pembaca akan mengharapkan untuk mengetahui bahwa itu adalah terutama penyakit anak anak yang ditandai dengan ruam.
h)      Ragam    : Variety membantu pembaca dengan menambahkan beberapa "bumbu" untuk teks.  
i)     Formalitas   : Akademik menulis adalah formal dalam nada. Ini berarti bahwa kosakata canggih dan struktur tata bahasa yang digunakan. Selain itu, penggunaan kata ganti seperti "I" dan kontraksi dihindari.

Sebelum menulis academic writing ada beberapa poin yang harus dievaluasi secara kritis oleh penulis, yaitu:

1)      Apa jenis audiens yang ditargetkan penulis dalam artikelnya?
2)      Apa sentral klaim/argument penulis?
3)      Bukti apa yang gunakan penulis untuk memperkuat pendapatnya?
4)      Apakah penulis membuat klaim yang tidak didukung oleh bukti-bukti?
5)      Apakah penulis berpikir bahwa bukti-bukti yang dia siapkan cukup, untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik?
6)     Apakah penulis menggunakan kata-kata emotif atau pernyataan? (Jika demikian, garis bawahi apapun yang diidentifikasi oleh penulis)

Ken Hyland (2006) menyebutkan bahwa literasi adalah sesuatu yang kita lakukan. Seperti yang dikatakan oleh Mr. Lala Bumela, sebuah negara yang memiliki literasi tinggi, mereka tidak akan merokok, dan membuang sampah pada tempatnya. Mereka akan mematuhi semua perintah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara tersebut. Hamilton (1998), seperti dikutip dalam Hyland (2006: 21), melihat keaksaraan sebagai kegiatan yang terletak di interaksi antara manusia. Hyland furhter argues: “academic literacy emphasizes that the ways in we use language, referred to as literacy practices, are patterned by social institution and power relationships. Hyland furhter berpendapat: "literasi akademik menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa, disebut sebagai praktik keaksaraan, berpola oleh lembaga sosial dan kekuatan hubungan. Keberhasilan akademis berarti menunjukan kepada diri sendiri bahwa nilai tinggi dihasilkan dari discipline, adopting the values, beliefs, and identities which academic dissourse embody.
Rekayasa literasi merupakan sebuah cara untuk menciptakan sebuah bangsa yang mempunyai literasi tinggi. Hal yang harus diperhatikan dalam sebuah "rekayasa literasi" bahwa literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Para guru atau dosen beserta siswanya harus bisa seiring dan mampu untuk menciptakan generasi-generasi literasi. Jika kita tidak bisa mengejar gaya literasi sesuai zaman, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Model literasi ala Freebody dan Luke (2003): memecahkan kode teks, berpartisipasi dalam makna teks, menggunakan teks fungsional, kritis menganalisis dan mengubah teks.  Prof Alwasilah meringkas lima point yang disampaikan oleh Freebody dan Luke menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi. Lima point tersebut menandakan bahwa kita sebagai generasi literasi harus bisa mengenal dan memahami teks dengan baik.
Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Ini berarti kita harus bisa menyeimbangkan antara  literasi dan linguistic. Jika kedua hal tersebut bisa seimbang, maka literasi yang diharapkan bisa benar-benar terwujud dengan baik, karena literasi dan linguistic merupakan dua hal yang saling berhubungan antara satu ama lain. Studi literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek studi budaya (cultural studies) dengan dimensinya yang luas.
Pendidikan yang berkualitas tinggi PASTI menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dan juga sebaliknya. Pendidikan merupakan akses yang dapat menciptakan generasi-generasi literasi, karena di dunai pendidikanlah para generasi bangsa akan terus diasah agar bisa menjadi manusia-manusia literat, peran guru atau dosen merupakan faktor penting dalam perwujudan generasi-generasi yang literat. Guru dan dosen harus mempunyai kualitas tinggi dan kemampuan literasi yang handal. Reading, writing, arithmetic, and reasoning = modal hidup. Keempat point tersebut merupakan point penting yang dimiliki masyarakat literat.
Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. hal ini dikarenakan orang yang literat cenderung kritis dan cepat tanggap dalam melihat sebuah persoalan. Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa. Masyarakat yang tidak literat cenderung tidak mau tahu, dan kurang pengetahuan tentang suatu hal sehingga mereka tidak cepat tanggap dan kurang kritis. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis, karena pelajaran bahasalah pintu masuk literasi dalam dunia pendidikan.  Tentunya siswa harus dilatih dan terus diasah sejak dini, dengan begitu cara berpikir siswa akan dilatih untuk mampu berpikir bagaimana memecahkan suatu persoalan.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah GURU dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012). Guru sebagai pencetak generasi bangsa, merupakan seseorang yang harus melakukan perubahan tersebut.  Kemampuan menulis seseorang, sangat bergantung kepada guru yang mengajarnya.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa literasi sangat penting bagi sebuah bangsa. Jika literasi suatu bangsa itu tinggi maka bangsa tersebut akan menjadi sebuah bangsa yang maju, namun sebaliknya jika literasi suatu bangsa masihg sangat rendah maka bangsa tersebut akan menjadi sebuah bangsa yang tertinggal dari bangsa-bangsa lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic