Class Review 3
Rabu,
19 Februari 2014. Hari itu merupakan
hari dimana saya dan teman-teman mengikuti pertemuan ketiga dalam mata kuliah
yang mengharuskan pena ini selalu menari-nari diatas lembaran-lembaran putih
dan menggoreskan goresan-goresan indah.
Itu adalah writing. Tentunya
dengan dosen yang selalu membimbing kami.
Beliau adalah Mr.Lala Bumela, M.Pd.
Tak
terasa hampir satu bulan kami belajar writing dengan Mr.Lala di semester
ini. Tentunya dalam satu bulan ini,
beliau melatih kita agar bisa menjadi mahasiswa yang bisa menulis. Dalam hal ini, tentunya bukan hanya sekadar
menulis, tetapi menulis dengan baik dan benar yang lebih ditekankan kepada menulis
yang bersifat akademisi atau academic
writing. Dalam menulis tentunya
harus dibarengi dengan kemampuan membaca.
Disini, tentunya tidak hanya sekadar mampu membaca, tetapi harus bisa
menjadi pembaca yang kritis. Hal itu
dikarenakan kedua aspek tersebut, yaitu membaca dan menulis merupakan satu paket
yang tidak bisa terpisahkan.
Dalam
persfektif Mr.Lala, kita itu adalah Multilingual
Writer. Hal itu dikarenakan kita
bisa menulis dalam bahasa pertama dan bahasa kedua (L1 dan L2). Bahasa pertama atau bahasa Indonesia yaitu
harus dijadikan sebagai pondasi untuk bisa menulis dengan bahasa kedua atau
bahasa asing (bahasa Inggris). Apabila
bahasa Indonesia kita baik dan benar, tentunya akan menjadi pondasi yang
kokoh. Sehingga dalam menulis dengan
bahasa kedua atau bahasa Inggris, kita akan menulis dengan baik dan benar
pula.
Pada
pertemuan ini, kami semua diberi sebuah pertanyaan “Dalam rekayasa literasi, apanya yang direkayasa?”. Hampir sebagian besar dari kami tidak
bisa menjawab dengan tepat pertanyaan tersebut.
Kemudian, beliau memberitahu kami jawabannya. Dalam rekayasa literasi, yang direkayasanya
yaitu proses pengajaran literasinya, yaitu reading
and writing. Dalam rekayasa literasi
tersebut terdapat empat dimensi. Keempat
dimensi tersebut, diantaranya :
·
Linguistik atau
fokus teks;
·
Kognitif atau
fokus minda;
·
Sosiokultural
atau fokus kelompok; dan
·
Perkembangan
atau fokus pertumbuhan.
Dalam rekayasa literasi berarti
merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut. Pengajaran membaca dan menulis harus
ditempatkan dalam keempat dimensi yang saling terkait, sebagaimana yang tampak
dalam diagram berikut ini.
Diagram Dimensi Literasi Membaca dan Menulis
Dari
diagram tersebut dapat dimaknai sebagai berikut:
1)
Dimensi
pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca
dan menulis itu memerlukan pengetahuan yang mencakup : (a). Sistem bahasa untuk
membangun makna, seperti jenis dan struktur kata, morfologi, sintaksis,
semantik, ortografi, dan sebagainya; (b). Persamaan dan perbedaan bahasa lisan
dan tulis; (c). Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga,
etnis, agama, dan sebagainya. Maknanya
yaitu mengajarkan literasi mesti membekali mahasiswa dengan semua ini.
2)
Dimensi pengetahuan
kognitif (fokus pada minda)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan
keterampilan, diantaranya:
·
Aktif, selektif,
konstruktif saat membaca dan menulis;
·
Memanfaatkan
pengetahuan yang ada untuk membangun makna;
· Menggunakan
proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna, seperti memprediksi,
mengevaluasi, merevisi, merespons, menarik simpulan, dan sebagainya disesuaikan
dengan jenis teks, tujuan dan hadairin.
Maknanya yaitu membangu literasi itu adalah
membangun semua keterampilan tersebut.
3)
Dimensi
pengetahuan perkembangan
Menjadi
literat itu adalah proses ‘menjadi’ atau secara berangsur menguasai sejumlah
pengetahuan, seperti:
·
Pembelajar yang
aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasinya;
·
Pemakai berbagai
strategi dan proses mengonstruksi berbagai dimensi literasi;
· Pengamatan atas,
dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih di dalam dan di luar
kelompok sosial dan lembaga;
·
Pemanfaatan
pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung kegiatan literasinya.
Maknanya yaitu berliterasi itu adalah sebuah proses
‘menjadi’ secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.
4)
Dimensi pengetahuan
sosiokultural
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan,
diantaranya:
·
Tujuan dan pola
literasi yang beragam sesuai dengan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama,
dan sebagainya;
·
Aturan dan norma
dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis sesuai dengan kelompok, daerah,
agama, status sosial, dan sebagainya;
·
Fitur-fitur
linguistik dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang
kelompok dan lembaga, seperti suku bangsa, budaya, agama, dan sebagainya.
Maknanya yaitu mengajarkan literasi itu mengajarkan
sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
Dalam
kehidupan sehari-hari, literasi sangat erat kaitannya dengan semua hal yang
kita lakukan setiap hari. Disadari atau
tidak, kegiatan yang kita lakukan setiap hari didalamnya terdapat praktik
literasi. Contohnya yaitu membuat daftar
pengeluaran bulanan kita secara rutin. Dengan
hal itu dapat memberikan informasi kepada kita tentang barang apa saja yang
telah kita beli selama satu bulan tersebut, sehingga kita bisa membuat target
untuk bulan berikutnya. Tanpa kita
sadari, secara tidak langsung kita telah ditumbuhkan oleh praktik literasi dan
terus berkembang menjadi individu yang lebih baik lagi. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Ken Hyland yang mengatakan bahwa Literacy is something we do. Itu
berarti literasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari, baik yang kita
sadari ataupun tanpa kita sadari.
Setiap
hari, kita hidup dibumbui dengan banyak teks.
Terlebih lagi kita sebagai mahasiswa tidak akan terlepas dari teks. Dari dulu hingga sekarang, teks memiliki tiga
sifat, diantaranya verbal, written, dan visual.
Teks yang bersifat verbal, maksudnya yaitu teks yang dihasilkan secara
lisan. Sedangkan teks yang sifatnya
writen, yaitu teks tersebut sudah jelas tertulis, baik itu dalam sebuah buku
maupun media lainnya. Untuk teks yang
bersifat visual, berarti teks tersebut tidak diucapkan secara lisan maupun
tertulis, melainkan teks tersebut dapat kita baca dan dilihat secara
visual. Terlepas dari sifatnya teks,
menurut Lehtonen, setiap jenis teks
itu berdasarkan fakta dan semiotik.
Dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya kita harus mengalami perkembangna dan
peningkatan dalam menjalani hidup. Begitu
pula dengan mata kuliah writing, setiap minggunya tugas yang diberikan selalu
mengalami progress. Untuk minggu depan, tugas yang diberikan
yaitu membuat critical review sebanyak
2500 kata. Sebelumnya itu, Mr.Lala
memberikan pertanyaan-pertanyaan sebagai critical
evaluation, diantaranya:
·
What type of
audience is the author targeting her article at?
Sasaran
pembaca yang saya targetkan yaitu masyarakat pada umumnya, khususnya yaitu para
tenaga pendidik yang ada pada sekolah dasar.
Selain itu, para orang tua peserta didik dan masyarakat.
·
What are the
central claims in his/her argument?
Disini
saya tidak memberikan klaim, tetapi lebih menekankan kepada pembahasan mengenai
pentingnya toleransi antar sesama guna mencapai kerukunan dalam masyarakat.
·
What evidence
does he/she use to back up the points she is making?
Disini
saya kurang memberikan fakta-fakta terkait masalah tersebut.
·
Does the author
make any claims that are not backed up by evidence?
Saya
rasa tidak mengeluarkan klaim.
·
Do you think
that the evidence is sufficient, for an article in an academic text book?
Iya. Fakta-fakta yang diberikan sudah cukup.
·
Does the author
use any emotive words or statements? (If so, highlight any that you identify)
Saya rasa tidak
ada.
Seperti
yang telah dibahas sebelumnya mengenai pernyatan Ken Hyland mengenai literasi.
Seperti dikutip dalam Hyland
(2006: 21), Hamilton melihat literasi sebagai kegiatan yang terletak pada
interaksi antara manusia. Lebih jauh
lagi Hyland berpendapat: “Melek akademik menekankan bahwa cara kita
menggunakan bahasa, disebut sebagai praktik literasi, berpola oleh lembaga
sosial dan hubungan kekuasaan”. Keberhasilan
akademis berarti repersenting diri sendiri dengan cara dihargai oleh disiplin
diri kita sendiri, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang
mewujudkan discourse akademik.
Dari
pembahasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa literasi adalah sesuatu yang kita
lakukan. Disadari ataupun tidak,
kegiatan sehari-hari yang kita lakukan didalamnya terdapat praktik
literasi. Secara tidak langsung kita
telah ditumbuhkan oleh praktik literasi, sehingga membuat kita terus berkembang
dan menjadi individu yang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic