We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 26 Februari 2014

Modifikasi Literasi

Class Review 3

          Rabu, 19 Februari 2014.  Hari itu merupakan hari dimana saya dan teman-teman mengikuti pertemuan ketiga dalam mata kuliah yang mengharuskan pena ini selalu menari-nari diatas lembaran-lembaran putih dan menggoreskan goresan-goresan indah.  Itu adalah writing.  Tentunya dengan dosen yang selalu membimbing kami.  Beliau adalah Mr.Lala Bumela, M.Pd.
            Tak terasa hampir satu bulan kami belajar writing dengan Mr.Lala di semester ini.   Tentunya dalam satu bulan ini, beliau melatih kita agar bisa menjadi mahasiswa yang bisa menulis.  Dalam hal ini, tentunya bukan hanya sekadar menulis, tetapi menulis dengan baik dan benar yang lebih ditekankan kepada menulis yang bersifat akademisi atau academic writing.  Dalam menulis tentunya harus dibarengi dengan kemampuan membaca.  Disini, tentunya tidak hanya sekadar mampu membaca, tetapi harus bisa menjadi pembaca yang kritis.  Hal itu dikarenakan kedua aspek tersebut, yaitu membaca dan menulis merupakan satu paket yang tidak bisa terpisahkan. 
            Dalam persfektif Mr.Lala, kita itu adalah Multilingual Writer.  Hal itu dikarenakan kita bisa menulis dalam bahasa pertama dan bahasa kedua (L1 dan L2).  Bahasa pertama atau bahasa Indonesia yaitu harus dijadikan sebagai pondasi untuk bisa menulis dengan bahasa kedua atau bahasa asing (bahasa Inggris).  Apabila bahasa Indonesia kita baik dan benar, tentunya akan menjadi pondasi yang kokoh.  Sehingga dalam menulis dengan bahasa kedua atau bahasa Inggris, kita akan menulis dengan baik dan benar pula.  
            Pada pertemuan ini, kami semua diberi sebuah pertanyaan “Dalam rekayasa literasi, apanya yang direkayasa?”.  Hampir sebagian besar dari kami tidak bisa menjawab dengan tepat pertanyaan tersebut.  Kemudian, beliau memberitahu kami jawabannya.  Dalam rekayasa literasi, yang direkayasanya yaitu proses pengajaran literasinya, yaitu reading and writing.  Dalam rekayasa literasi tersebut terdapat empat dimensi.  Keempat dimensi tersebut, diantaranya :
·         Linguistik atau fokus teks;
·         Kognitif atau fokus minda;
·         Sosiokultural atau fokus kelompok; dan
·         Perkembangan atau fokus pertumbuhan.
Dalam rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut.  Pengajaran membaca dan menulis harus ditempatkan dalam keempat dimensi yang saling terkait, sebagaimana yang tampak dalam diagram berikut ini.
Diagram Dimensi Literasi Membaca dan Menulis


            Dari diagram tersebut dapat dimaknai sebagai berikut:
1)      Dimensi pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan yang mencakup : (a). Sistem bahasa untuk membangun makna, seperti jenis dan struktur kata, morfologi, sintaksis, semantik, ortografi, dan sebagainya; (b). Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis; (c). Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, dan sebagainya.  Maknanya yaitu mengajarkan literasi mesti membekali mahasiswa dengan semua ini.

2)      Dimensi pengetahuan kognitif (fokus pada minda)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, diantaranya:
·         Aktif, selektif, konstruktif saat membaca dan menulis;
·         Memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk membangun makna;
·  Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna, seperti memprediksi, mengevaluasi, merevisi, merespons, menarik simpulan, dan sebagainya disesuaikan dengan jenis teks, tujuan dan hadairin.
Maknanya yaitu membangu literasi itu adalah membangun semua keterampilan tersebut.

3)      Dimensi pengetahuan perkembangan
Menjadi literat itu adalah proses ‘menjadi’ atau secara berangsur menguasai sejumlah pengetahuan, seperti:
·         Pembelajar yang aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasinya;
·         Pemakai berbagai strategi dan proses mengonstruksi berbagai dimensi literasi;
·    Pengamatan atas, dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih di dalam dan di luar kelompok sosial dan lembaga;
·         Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung kegiatan literasinya.
Maknanya yaitu berliterasi itu adalah sebuah proses ‘menjadi’ secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.

4)      Dimensi pengetahuan sosiokultural
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan, diantaranya:
·         Tujuan dan pola literasi yang beragam sesuai dengan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, dan sebagainya;
·         Aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis sesuai dengan kelompok, daerah, agama, status sosial, dan sebagainya;
·         Fitur-fitur linguistik dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang kelompok dan lembaga, seperti suku bangsa, budaya, agama, dan sebagainya.
Maknanya yaitu mengajarkan literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.

            Dalam kehidupan sehari-hari, literasi sangat erat kaitannya dengan semua hal yang kita lakukan setiap hari.  Disadari atau tidak, kegiatan yang kita lakukan setiap hari didalamnya terdapat praktik literasi.  Contohnya yaitu membuat daftar pengeluaran bulanan kita secara rutin.  Dengan hal itu dapat memberikan informasi kepada kita tentang barang apa saja yang telah kita beli selama satu bulan tersebut, sehingga kita bisa membuat target untuk bulan berikutnya.  Tanpa kita sadari, secara tidak langsung kita telah ditumbuhkan oleh praktik literasi dan terus berkembang menjadi individu yang lebih baik lagi.  Hal itu diperkuat dengan pernyataan Ken Hyland yang mengatakan bahwa Literacy is something we do.  Itu berarti literasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari, baik yang kita sadari ataupun tanpa kita sadari. 
            Setiap hari, kita hidup dibumbui dengan banyak teks.  Terlebih lagi kita sebagai mahasiswa tidak akan terlepas dari teks.  Dari dulu hingga sekarang, teks memiliki tiga sifat, diantaranya verbal, written, dan visual.  Teks yang bersifat verbal, maksudnya yaitu teks yang dihasilkan secara lisan.  Sedangkan teks yang sifatnya writen, yaitu teks tersebut sudah jelas tertulis, baik itu dalam sebuah buku maupun media lainnya.  Untuk teks yang bersifat visual, berarti teks tersebut tidak diucapkan secara lisan maupun tertulis, melainkan teks tersebut dapat kita baca dan dilihat secara visual.  Terlepas dari sifatnya teks, menurut Lehtonen, setiap jenis teks itu berdasarkan fakta dan semiotik. 
            Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita harus mengalami perkembangna dan peningkatan dalam menjalani hidup.  Begitu pula dengan mata kuliah writing, setiap minggunya tugas yang diberikan selalu mengalami progress.  Untuk minggu depan, tugas yang diberikan yaitu membuat critical review sebanyak 2500 kata.  Sebelumnya itu, Mr.Lala memberikan pertanyaan-pertanyaan sebagai critical evaluation, diantaranya:
·         What type of audience is the author targeting her article at?
Sasaran pembaca yang saya targetkan yaitu masyarakat pada umumnya, khususnya yaitu para tenaga pendidik yang ada pada sekolah dasar.  Selain itu, para orang tua peserta didik dan masyarakat.
·         What are the central claims in his/her argument?
Disini saya tidak memberikan klaim, tetapi lebih menekankan kepada pembahasan mengenai pentingnya toleransi antar sesama guna mencapai kerukunan dalam masyarakat.
·         What evidence does he/she use to back up the points she is making?
Disini saya kurang memberikan fakta-fakta terkait masalah tersebut.
·         Does the author make any claims that are not backed up by evidence?
Saya rasa tidak mengeluarkan klaim.
·         Do you think that the evidence is sufficient, for an article in an academic text book?
Iya.  Fakta-fakta yang diberikan sudah cukup.
·         Does the author use any emotive words or statements? (If so, highlight any that you identify)
Saya rasa tidak ada.

            Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai pernyatan Ken Hyland mengenai literasi.  Seperti dikutip dalam Hyland (2006: 21), Hamilton melihat literasi sebagai kegiatan yang terletak pada interaksi antara manusia.  Lebih jauh lagi Hyland berpendapat: “Melek akademik menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa, disebut sebagai praktik literasi, berpola oleh lembaga sosial dan hubungan kekuasaan”.  Keberhasilan akademis berarti repersenting diri sendiri dengan cara dihargai oleh disiplin diri kita sendiri, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang mewujudkan discourse akademik.
            Dari pembahasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa literasi adalah sesuatu yang kita lakukan.  Disadari ataupun tidak, kegiatan sehari-hari yang kita lakukan didalamnya terdapat praktik literasi.  Secara tidak langsung kita telah ditumbuhkan oleh praktik literasi, sehingga membuat kita terus berkembang dan menjadi individu yang lebih baik lagi.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic