We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 13 Februari 2014

Pandai Berbicara Vs Pandai Menulis


Burung bernyanyi bahkan saat aku tak ingin mendengarkan nyanyiannya. Angin berhembus meskipun aku tak ingin merasakannya. matahari tetap bersinar meskipun aku tak ingin menyapanya. Tetapi itu semua yang ternyata kita butuhkan meskipun terkadang tak kita inginkan.
      Seperti inilah hidup. Terkadang apa yang kita inginkan tak sesuai dengan apa yang kita butuhan. Allah memang maha mengetahui. Bahkan ‘asupan gizi’ bagi otak kita sekalipun. Untuk urusan yang satu ini bahkan saya rasa saya benar-benar tak menginginkannya. Apalagi kalau bukan setumpuk tugas yang diberikan pada awal pertemuan di semester baru ini.
      Apalah mau dikata. Kita tidak akan pernah merasakan manisnya hidup jika kita merasakan pahit dan getirnya hidup ini. Terutama pahit dan getirnya ketika harus mengalami ‘sleepless’ setelah menjalani ‘sleeping beauty’.
      Pertemuan pertama di semester empat ini pada matakuliah writing berssama Mr. Lala Bumela, M.Pd ‘lagi’ membangunkan kita dari tidur panjang dan akan terus bangun seepanjang semester bersama tugas.
      Pertemuan pertama kali ini membahas mengenai syllabus serta mengenai writing for academic purpose. Banyak yang beliau sampaikan pada pertemuan pada tanggal 4 februari 2014 ini. Beberapa yang beliau sampaikan ialah
}  Learning how to write in a second language is one of the most challenging aspects of second language learning (Hyland 2003)
}  Even for those who speak English as a first language, the ability to write effectively is something that requires extensive and specialised instruction (Hyland 2003; Hyland 2004)
      Dari dua pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa menulis bukanlah kegiatan yang sederhana. Menulis adalah kegiatan yang complicated sekaligus menantang apalagi dalam bahasa kedua (l2). Jangankan bahasa kedua. Menulis dalam bahasa pertama terkadang ada saja yang tak bercita rasa. Salah seorang guru saya pernah berkata. Tulisan yang baik ialah tulisan yang mampu membawa pembacanya hanyut bersamanya. Berimajinasi. Membayangkan. Serta mengerti.
Saya gemar membaca buku. Banyak buku yang sudah saya baca dan kebanyakan dari buku itu ialah fiksi atau bahkan pengalaman pribadi penulis yang ditulis dalam bentuk novel. Beberapa buku saya temukan kurang bercita rasa. Saya tidak bisa hanyut di dalamnya dan bahkan saya tak ingin melanjutkan untuk membacanya. Buku yang saya baca hampir semuanya berbahasa pertama lalu bagaimana mereka bisa menulis dalam bahasa kedua dengan benar jika menulis dalam bahasa pertama saja kurang bercita rasa. Seperti yang  dikatakan oleh mr. Lala melaui simple remindernya bahawa Your first language (L1) is the foundation for your second language (L2)
      Dari sini dapat diketahui bahwa menulis dalam bahasa pertama memang sulit apalagi dalam bahasa kedua. Bahasa yang biasanya dipelajari pada jenjang pendidikan formal ataupun non formal. Contohnya bahasa inggris. Fakta yang beredar saat ini ialah pelajar di Indonesia menganggap bahwa bahasa inggris adalah termasuk pelajaran tersulit selain matematika. Bayangkan saja. Pemikiran seperti ini sudah tertanam pada pelajar di Indonesia.
      Dari presepsi-presepsi seperti inilah muncul bahwa seseorang yang mampu berbicara bahasa inggris dengan baik berarti dia mampu menulis dalam baha inggris (bahasa kedua mereka). Menurut Mr. Lala ini adalah presepsi yang kurang tepat.
Seseorang yang mampu berbicara bahasa ingris dapat menulis. Tentu saja dia dapat menulis. Dia bisa merangkai kata dengan mudah dan tidak ada kekhawtairan mengenai vocabulary atau masalah grammar karena dia bisa. Akan tetapi apa yang dia tulis itu sudahkah bercitarasa dan berbobot. Maka perlu kita tinjau ulang mengenai seseorang yang bisa berbicara bahasa inggris dengan fasih dia bisa menulis.
            Untuk mendapatkan tulisan yang baik kita harus sering berlatih. Karena orang hebat mempunyai jam terbang yang tinggi. Seperti halnya pemain hebat seperti Lionel Messi sebagai bintang dunia mempunyai jam terbang yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan proses dan hasil. Seseorang yang terus berlatih maka dia akan mencapai hasil yang maksimal karena dalam proses tersebut dia mengalami kegagalan dan dia belajar dari kegagalan tersebut dan tidak akan jatuh pada lubang kesalahan yang sama.
      Kembali lagi dengan tulis menulis. Di atas sudah saya jelaskan bahwa tulisan yang baik ialah tulisan yang mampu membawa pembacanya hanyut didalamnya. maka dapat dipastikan bahwa sebuah tulisan tidak akan bisa lari dari pembaca. Tulisan atau text saling berkaitan dengan context dan reader seperi yang telah mr. lala jelaskan sebelumnya.
      Kita ambil sebuah contoh dalam dunia perkuliahan. Seorang mahasiswa menulis skripsi dalam konteks dunia pendidikan atau akademik. Kemudian teks yang dia hasilkan ialah skripsi. Sementara pembacanya yaitu dosen. Apabila ketiga unsure tersebut saling berkaitan dan dipahami oleh penulis maka bukan tidak mungkin skripsi yang ia hasilkan berkualitas dengan catatn dia bisa memahami ketiga unsur tersebut.
      Seperti halnya problematika yang ditayangkan di televise. Menulis juga berevolusi. Itulah sebabnya mengapa sekarang orang sosial lebih berpotensi menjadi seorang penulis. Padahal dulu menulis lebih banyak dilakukan oleh orang teknik. Lalu kemana saja pelajar ilmu sosial yang ada di Indonesia.
      Contohnya saja pelajar program ilmu social sekolah menengah atas. Entah mengapa mereka selalu dipandang sebelah mata. Padahal sebenarnya merekalah yang lebih berpotensi menjadi seorang penulis dengan mengamati keadaan sosial di lingkungannya dengan bekal ilmu yang mereka peroleh dari pelajaran sosial seperti halnya sosiologi, geografi, bahkan ekonomi.
      Sampai sekarang pelajar program ilmu sosial masih dipandang sebelah mata. entah kenapa alasannya. Apakah karena mata pelajaran pada program ini terbilang mudah atau karena kebanyak dari mereka bertingkah laku lebih ‘berani’. Entahlah masalah ini belum saya ketahui jawabannya ataukah mungkin ini yang disebut labeling serta dampaknya.
      Padahal jka pelajar-pelajar program tersebut dibekali dengan ketrampilan menulis dan diberikan jam terbang yang tinggi untuk menulis serta mencetak prestasi dengan berbekal itu semua, bukan tidak mungkin justru program ini menjadi program unggulan.     
      Saya rasa sudah terlalu banyak yang saya tulis pada class review pertama ini. Hingga sampailah pada kesimpulan dari seluruh class review ini. Bahasa pertama merupakan pondasi bagi bahasa kedua. Dalam aspek pembelajaran bahasa kedua, menulis adalah aspek yang paling sulit diantara aspek yang lainnya. Maka hal diatas lantas memunculkan presepsi bahwa seseorang yang bisa berbicara dalam bahasa kedua sudah pasti dapat menulis dalam bahasa kedua. Memang semua orang bisa menulis. Namun tidak semua orang dapat menulis dengan baik. Karena penulis yang baik mempunyai jam terbang yang tinggi serta pengetahui dan memahami ketiga unsur yang saling terkait yaitu context, text serta reader. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic