Prajurit Literasi
Class Review 3
Jalan
lurus yang begitu halus telah dilalui. Jalan yang berliku-liku pun telah
terlewati. Namun jalan di depan sana
merupakan tanjakan yang kian mengerucut, terlihat berkelok-kelok bak ular naga
yang sedang terbang tinggi ke arah sang mentari. Ini menggambarkan betapa panjangnya
perjalanan yang telah dilewati ternyata belum sampai jua pada tujuan. Hanya
sesaat merasakan nikmatnya istirahat sejenak di bawah rindang pohon dengan
meneguk beberapa tetes air. Kini haruslah bersiap melanjutkan perjalanan yang
panjang dengan tenaga yang tersisa. Apakah mampu? Dibutuhkan suatu endurance
yang tinggi untuk tetap dapat melanjutkan perjalan hingga mencapai tujuan. Keyakinan
yang tinggi merupakan kunci utama suatu keberhasilan. Maka yakinlah agar dapat
memperoleh suatu kemenangan yang abadi. Ini mengibaratkan bahwa betapa beratnya
menulis. Sampai dimana kita harus dikatakan “ahli” menulis. Bahkan ketika
seorang Profesor pun yang notabene ahli bahasa pasti mengalami kesulitan dalam
menulis. Wajar bila menulis ini amat sukar bagi seorang prajurit literasi
seperti kami.
Semua
perbekalan yang dimiliki telah ludes habis dilahap oleh otak yang lapar seiring
berjalannya waktu. Persediaan airpun telah kering seiring berubahnya iklim
panas yang memburu kalbu. Wahai penguasa jagat, datangkan untuk kami
makanan-makanan rohani dan suplemen-suplemen tambahan duniawi melalui buku-buku
maupun informasi gaib dari mbah “Gembel” yang begitu cepat bagaikan kilat yang
menyambar bumi. Perjalanan masa lalu yang begitu indah, haruslah diingat
kembali sebagai suatu pembelajaran. Teringat saat Jenderal Elbi menceritakan
mengenai rekannya yakni Richard Walker bahwasanya ia membawa misi literasi beserta
dengan kode rahasianya yakni “PACUCO”. Sungguh kode sandi operasi yang sangat
di kenang oleh para prajurit literasi kala itu.
Jenderal
Richard menjelaskankan bahwasanya terdapat lima syarat agar menjadi prajurit
literasi yang baik, yakni Purpose, Audience, Clarity, Unity and Coherence (PACUCO).
Dimana Purpose sebagai tujuan dasar prajurit literasi dalam bertindak. Dalam
hal ini literasi berperan sebagai pemberi informasi, pembujuk dan penghibur masyarakat
sipil (pembaca). Literasi yang berperan sebagai pemberi informasi, seharusnya
penyampaian informasi ini dilakukan dengan benar, akurat dan terpercaya.
Literasi yang berperan sebagai media pembujuk, haruslah membujuk ke arah yang
positif, jangan sampai membujuk ke arah yang negatif dan cenderung merusak.
Kita yang masih hidup saat ini tengah dibombardir oleh kuatnya bom-bom dan
peluru-peluru media persuasif iklan televisi, radio, internet, koran, dan
majalah yang cenderung memaksa kita untuk tunduk kepada mereka.
Syarat
yang kedua adalah Audience, yakni siapa yang akan kita perangi? Siapa yang
harus kita patuhi? Siapa yang akan kita berikan informasi? Siapa yang akan kita
bujuk dan siapa yang akan kita hibur? Audience ini harus benar-benar tepat
sasaran agar maksud yang kita inginkan dapat terlaksana dengan baik dan
maksimal. Kita harus mampu membedakan antar penggunaan bahasa formal dan
informal dalam konteks literasi kita. Apabila sang jenderal memerintahkan kita
untuk berperang dalam zona Academic Writing maka yang digunakan adalah ragam
bahasa formal. Sebaliknya apabila sang jenderal memerintahkan kita berperang
dalam zona Experience maka yang digunakan adalah ragam bahasa informal.
Syarat yang ketiga adalah Clarity, yakni kejelasan dalam
penggunaan kata-kata yang deskriptif untuk membuat detail yang lebih spesifik
dalam setiap komando paragrafnya. Dalam prakteknya dibutuhkan kemampuan tiap
prajurit literasi untuk mengidentifikasikan sinonim kata sandi tertentu yang
memiliki arti yang sama atau mirip dengan kata sandi aslinya. Sehingga
diperlukan kesadaran yang tinggi akan pengembangan pentingnya referensi sinonim
kata bagi tiap-tiap prajurit literasi.
Syarat yang keempat adalah Unity, yakni kesatuan dan
keutuhan komando yang diperintahkan dalam setiap paragrafnya dimana kalimat pendukung
harus selalu berhubungan erat dengan kalimat topiknya. Ini merupakan tugas
prajurit literasi untuk memastikan keterkaitan yang kompak antara topik dan
pendukungnya.
Syarat
yang kelima adalah Coherence, yakni konsep urutan yang logis antara komando
paragraf yang satu dengan komando paragraf yang lainnya dalam sebuah text
pertempuran. Caranya adalah dengan menghubungkan ide pokok dalam sebuah komando
paragraf yang satu dengan ide pokok pada komando paragraf yang lain sehingga
menghasilkan urutan komando yang jelas.
Itulah yang dijabarkan Jendral Richard satu
tahun silam mengenai syarat menjadi prajurit literasi yang baik. Namun satu
tahun telah berlalu sehingga Jenderal Elbi lebih memfokuskan pada pertempuran
di zona Academic Writing. Jenderal Elbi mengubah kode “PACUCO” menjadi “CCLCUVaFo”
yakni Cohesion, Clarity, Logical Order, Consistency, Unity, Variety dan
Formality. Kode ini sedikit berbeda hanya terdapat sedikit penambahan pada
Cohesion yang dulu merupakan Coherence yakni kesinambungan komando kalimat satu
dengan yang lainnya dan paragraph dengan paragraf yang lainnya. Kemudian Logical
order yang merupakan perpindahan penjelasan komando dari umum menuju yang lebih
spesifik. Lalu Consistency adalah kewajiban prajurit literasi untuk bisa
konsisten dalam penulisan pada penyeranganya, khususnya gaya penulisan
penyerangan yang tetap dan tidak berubah-ubah. Kemudian Variety yakni penerapan
berbagai macam strategi penyerangan yang berbeda. Dan yang terakhir adalah
Formality, yakni prajurit literasi harus
menggunakan ragam bahasa formal dalam menjalankan misinya.
Ini merupakan perubahan sistem komando yang
sangat terorganisir dikarenakan lawan yang akan dihadapi begitu tangguh pada
zona pertempuran Academic Writing. Prajurit literasi harus selalu waspada akan
setiap kemungkinan yang menimpa. Untuk itu prajurit literasi harus
mempersiapkan kondisi fisik dan mental sepenuhnya untuk bertempur pada zona
pertempuran yang hebat ini. Good luck literacy soldier! Keep spirit!!!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskenapa ika?
BalasHapus