Chapter review
Pentingnya Literasi
bagi Pendidikan
Begitu mirisnya pendidikan bahasa di
Negara kita, rapor merahpun telah terjadi dinegeri kita, anak didik kita telah
gagal dalam mendapatkan prestasi membaca.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh
tertinggal oleh siswa Negara lain. Artinya, pendidikan nasional kita belum
berhasil menciptakan warga Negara literat yang siap bersaing dengan sejawatnya
dari Negara lain. Hal yang seperti
ini lah yang dibenahi dalam negeri kita. Kita sebagai warga Indonesia harus membenahi
bagaimana tingkat literasi negeri ini menjadi tinggi bahkan bisa bersaing ke
Negara lain.
Saya menyadari bahwa betapa
pentingnya literasi, terutama literasi pada pendidikan bahasa yaitu literasi
baca-tulis ini berhubungan erat dengan pendekatan teks. Siswa Indonesia diwajibkan untuk memahami
sebuah teks dan bisa memberi kesimpulan tentang apa yang dibahas dalam teks
tersebut. Tingkat pendidikan sangat
mempengaruhi tingkat literasi seseorang.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka sekamin tinggi pula
tingkat literasinya. Bagaimana Indonesia
bisa memiliki tingkat literasi yang tinngi?.
Indonesia harus bisa menciptakan penulis yang handal dan pembaca yang
kritis. Dengan begitu, Indonesia akan
mudah bersaing ke Negara-negara lain.
Literasi bagi pendidikan bahasa juga
sangatlah penting, karena sekarang banyak mahasiswa bahasa yang tidak bisa
memahami teks dan tidak bisa memahami teks.
Hal seperti inilah yang harus ditanggulangi. Mahasiswa bahasa harus bisa memahami teks dan
juga harus bisa membuat buku, dan hal yang paling kecilnya yaitu sebuah
esai. Karena Indonesia sudah banyak
tertinggal oleh Negara lain. Dengan begitu,
Indonesia harus berusah keras bagaimana untung menyaingi Negara-negara lain. Indonesia harus menciptakan penulis yang
handal dan bisa menerbitkan buku. Tidak
kalah penting yaitu Indonesia harus meningkatkan pembaca yang kritis yang bisa
menyimpulkan sebuah teks dan bisa mempresentasikan isi dari teks tersebut. Dengan adanya penulis yang handal dan pembaca
yang kritis, Indonesia bisa dengan mudahnya menglahkan Negara lain.
Pondasi yang pertama adalah bahasa. Dengan kita menguasai bahasa, pasti kita juga
bisa memahami teks. Bebeberapa
pengelompokkan periodisasi penggunaan metode dan pendekatan (approach),
khususnya terhadap pengajaran bahasa asing yaitu sebagai berikut:
v Pendekatan structural
dengan grammar translation methods: Pendekatan ini
menjelaskan tentang pengguanaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa. Tata bahasa tradisional dengan focus pada
bentuk, melatih siswa mengidentifikasi jenis kata, unit-unit sintaksis (kata,
frase, klausa), dan cara menggabungkannya.
v Pendekatan audiolingual
atau dengar-ucap (1940-1960): yang meletakkan
fokusnya pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa. Dikemudian hari siswa akan beranalog pada
dialog-dialog itu saat berkomunikasi secara spontan.
v Pendekatan kognitif dan
transformative sebagai implikasi teori-teori syntactic structure (Chomsky,
1957): materi yang akan diajarkan kepada siswa
berorientasi ke sintaksis.
v Pendekatan
communicative competence: yang tokoh-tokohnya
antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978): Pendekatan ini menjelaskan
tentang tujuan pengajaran bahasa adalah menjadikan siswa untuk mampu
berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai dengan
komunikasi spontan dan alami.
v Pendekatan literasi
atau pedekatan genre-based sebagai implikasi
dari studi wacana: sesuain dengan kurikulum 2004 di Indonesia, tujuan
pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai
dengan tuntutan konteks komunikasi. Yang
sangat menonjol dalam pendekatan ini adalah pengenalan berbagai genre wacana
lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa.
Pembelajaran
dilakukan melalui 4 tahapan yaitu:
1. Mambangun
pengetahuan
2. Menyusun
model-model
3. Menyusun
teks bersama-sama
4. Menciptakan
teks sendiri
Literasi disini menjelaskan tentang kemampuan
membaca da menulis. Dikalangan guru bahasa
saat ini yang menjadi persoalan adalah genre,
wacana, literasi, teks, dan konteks. Pada
masa silam membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar
(pendidikan umum) untuk membekali kemampuan manusia menghadapi tantangan
zamannya. Tetapi sekarang zaman yang
berbeda dan mengatakan bahwa pendidikan dasar tidak cukup mengandalkan
kemampuan membaca dan menulis. Padahal
literasi adalah praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social yang
politik. Literasi mencakup 5 verba yaitu
memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Itulah hakikat berliterasi secara kritis
dalam masyarakat demokratis.
Perubahan makna literasi yang sudah pasti
mengakibatkan perubahan pengajaran:
· * Kemampuan individu
untuk membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Inggris dan menghitung dan
memecahkan masalah pada tingkat kemahiran yang penting untuk pekerjaan dan
masyarakatuntuk mencapai tujuan seseorang, mengembangkan pengetahuan dan
potensi seseorang.
· *
Lembaga sosial menulis:
Dengan ekstensi lembaga social komunikasi dengan cara apapun selain berbicara
pada teks ini membahas tentang skills.
·
Pada akhir standar
kelas 2abad, dunia akan menuntut bahasa setiap orang sangat melek huruf, angka,
informasi, mampu belajar terus-menerus, dan percaya diri dan mampu memainkan
peran mereka sebagai warga masyarakat demokratis.
· *
Multiliteraties sebagai
cara untuk focus pada realitas meningkatkan keragaman local dan keterhubungan
global.
· *
Sejauh mana orang-orang
dan masyarakat dapat mengambil bagian lancar, efektif, dan kritis dalam
berbagai teks dan wacana.
Makna dan rujukan terus berevolusi,
dan maknanya semakin meluas dan kompleks literasinya berkaitan dengan bahasa
dan literasi mempunyai 7 dimensi yaitu:
· *Dimensi geograis
(local, nasional, regioanal, dan internasional).
· *Deminsi bidang
(pendidikan, komunikasi, administrasi, dan hiburan,militer, dan sebagainya):
pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilakan literasi yang berkualitas
tinggi pula.
·
*Dimensi keterampilan
(membaca, menulis, menghitung, dan berbicara): literasi seseorang tampak dalam
kegiatan, membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Karena dalam mengapresiasikan kata/tulisan,
angka dan cara berbicara kita, literasi akan muncul dengan sendirinya. Setiap
sarjana pasti mampu membaca, tapi tidak semua sarjana mampu menulis. Karena
lebih cenderung susah dalam mengapresiasikan tulisannya dan bahkan susah untuk
mendapatkan ide-idenya. Atau bahkan
tidak mengerti cara/struktur dalam menulis.
· *Dimensi fungsi
(memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan
pengetahuan, mengembangkan potensi diri).
· *
Dimensi media (teks,
cetak, visual, digital): untuk menjadi literat pada zaman sekarang, orang tidak
cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks alfabetis, melainkan juga
harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual, dan
digital.
· *
Dimensi jumlah (satu,
dua, beberapa): seseorang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai
situasi. Kemampuan ini tumbuh karena
proses pendidikan yang berkualitas tinggi.
Literasi seperti halnya kemmpuan berkomunikasi bersifat relative.
· *
Dimensi bahasa (etnis,
local, nasional, regional, internasional): hal ini beranalogi dimensi
monolingual, bilingual, dan multingual.
Pendidikan
bahasa berbasis literasi seyogianya dilaksanakan dengan mengikuti 7 prinsip
yaitu:
1. *Literasi
adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan menusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
2. *Literasi
mencakup kemampuan reseotif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan. Ditingkat tinggi,
mahasiswa mampu pereproduksi ilmu pengetahuan berupa karya ilmiah, fiksi, dan
sebagainya. Dengan kata lain, mahasiswa
secara bertahap melakukan konstruksi dan rekonstruksi, karena bahasa bersifat
konstruktif dan generative.
3. *
Literasi adalah
kemampuan memecahkan masalah. Berbaca-tulis
adalah kegiatan mengetahui hubungan antar kata dan antar unit bahasa dalam
wacana, serta antara teks dan dunia tanpa batas. Pendidikan bahasa juga melatih siswa berpikir
kritis. Mengajarkan bahasa seyogianya melatih siswa menggunakan bahasa dengan
nalar. Dalam belajar bahasa ada 4R
yakni: reading, writing, arithmetic, dan reasoning.
4. *
Literasi adalah
refleksi pwnguasaan dan apresiasi budaya.
Pendidikan bahasa seyogianya menggunakan pengetahuan budaya.
5. *
Literasi adalah
kegiatan refleksi diri. Refleksi adalah
konstruk atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih
(developmental construct).
6. *
Literasi adalah hasil
kolaborasi antara pembaca dan penulis.
Penulis (tidak) menuliskan sesuatu berdasarkan pemahamnya ihwal calon
pembaca. Pembaca pun harus mengarahkan
segala pengetahuan dan pengalamnnya untuk memahami tulisan tersebut.
7. *
Literasi adalah
kegiatan melakukan interpretasi. Penulis
memaknai (menginterpretasikan) alam semesta dan penglaman subjektifnya lewat
kata-kata, dan pembaca memaknai interpretasi penulis.
Prestasi
Membaca Siwa di Indonesia
Skor prestasi membaca di Indonesia
adalah 407 (untuk semua siswa), 417 perempuan dan 398 laki-laki dalam mengikuti
penelitian dunia PIRLS (Progress in Internationa Reading Literacy Study) Indonesia
menempati urutan ke-5 dari bawah.
Indonesia hanya tercatat 2% yang prestasi membacanya masuk kedalam
kategori sangat tinggi, 19%kategori menengah, 55% kategori rendah. Artinya, 45% siswa Indonesia tidak dapat
mencapai 408. Peserta yang masuk ke dalam
kategori mambaca lancar, mayoritas orang tuanya lulusan perguruan tinggi.
Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan
skor penulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor
prestasi membaca dan menulis. Namun,
dapat diprediksikan bahwa presentasi menulis sangat bergantung pada kemampuan
mambaca. Tanpa kegiatan membaca (banyak)
orang sulit menjadi penulis. Jauh lebih
banyak ilmuan dari pada penulis. Bila
setiap dosen menjalankan kewajibannya menulis sebuah buku dalam setiap 3 tahun,
setiap tahun akan terbit sekitar 77.000 buku, belum termasuk buku-buku yang
ditulis oleh kalangan non dosen. Dengan
cara ini, Indonesia akan mampu menyamai india.
Temuan PIRLS ihwal Indonesia adalah potret besar literasi Indonesia
dalam skala internasional. Penguasaan
tentang literasi dan pedagogi pengajaran literasi mesti dikuasai oleh
guru. Penelitian Setiadi (2010),
misalnya menemukan kenyataan sebagai berikut:
·
Dalam pembelajaran
membaca dan menulis, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku
paket untuk materi ajar dan metode mengajarnya.
·
Pemodelan dalam
kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
·
Walaupun kualifikasi
akademik para guru sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatian yang memadai
dalam kegiatan mengelola kelas.
Ujung
tombak pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya
yang terlihat dalam 6 hal yaitu:
·
Komitmen
professional
·
Komitmen etis
·
Strategi analitis dan
reflektif
·
Efikasi diri
·
Pengetahuan bidang
studi
·
Keterampilan literasi
da numerasi
(Cole
dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010).
Dengan kata lain, membangun literasi bangsa harus diawali dengan
membangun guru yang professional, dan guru yang professional hanya dihasilkan
oleh lembaga pendidikan yang professional juga.
Dari pembahasan initampak bahwa
orang literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja
dan sistematis untuk menjadikan menusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa
adalah pintu masuk menuju ke pendidikan
dan pembudayaan. Pendidikan
formal adalah situs pertama untuk membangun literasi pada umumnya disokong oleh
pemerintah dengan menggunakan dana public, dan dengan demikian mudah diintervensi
oleh berbagai kebijakan, inovasi, dan program uji coba pemerintah. Karena itu, wajar jika proses dan hasil
pembelajaran bahasa di sekolah sering dijadikan rujukan dalam upaya mengukur
tingkat literasi. Perbaikan literasi
senantiasa mencakup 4 dimensi:
1. Linguistic
atau focus teks
2. Kognitif
atau focus minda
3. Sosiokultural
atau focus kelompok
4. Perkembangan
atau focus pertumbuhan (Kucer, 2005:293-4).
Membaca dan Menulis =
Linguistic (Text) + kognitif (mind) + perkembangan (grouth) + sosiokultural
(group)
|
§ Dimensi
pengetahuan kebahasaan (focus pada teks)
§ Dimensi
pengetahuan kognitif (focus pada minda)
§ Pengetahuan
perkembangan (focus pada pertumbuhan)
§ Pengetahuan
sosiokultural (focus pada kelompok)
§ Kegiatan
literasi: bahasa, kognitif, social dan perkembangan. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingakt
literasi seseorang. Seorang literat itu
tidak sekedar berbaca-tulis, tetapi juga terdidik dan mengenal sastra.
Kurikulum dalam
pembelajaran bahasa asing
Kurikulum pembelajaran bahasa Asing
pada tingkat dasar cenderung bersifat text-centric, bukan reader centric, dan
writer centric, dan cenderung terfokus pada ketepatan dalam bentuk tata bahasa,
ejaan dan tulisan berupa esai singkat.
Kalu begini kurulumnya, bagaimana Indonesia bisa maju dan bisa menyaingi
Negara-lain.? Sedangkan Negara kita
sudah tertinggal jauh dari Negara lain.
Kurikulum yang seperti inilah yang harus dirubah. Kurikulum sekarang lebih terpatok pada LKS (Lembar
Kerja Siswa), seolah-olah pemikiran siswanya pun harus mengikuti materi yang ada
pada LKS. Literasi Negara kita tidak akan maju kalau pemikiran dalam hal
kurikulumnya pun masih dipertanyakan.
Kurikulum yang benar yaitu kurikulum yang membuat pemikiran siswa
menjadi luas, cerdas, dan selalu menanggapi segala situasi apapun. Pemikiran siswa pun akan menjadi kritis. Guru harus mengajari siswanya dengan cara
membiasakan siswa menulis esai dan membaca buku. Dengan begitu siswa pun akan terbiasa membaca
dan menulis. Inilah yang menopang Negara
kita menjadi Negara yang maju dan tidak dilecehkan oleh Negara lain. Tujuan pengajaran adalah penguasaan
komunikasi lisan, bahasa lisan yang efektif tetap harus memenuhi asumsi-asumsi
cultural yang terberi (given) dalam bahasa yang dipelajari.
Perubahan
paradigma pengajaran literasi dapat dimaknai sebagai berikut:
Paradigm adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap
objek pandang. Demikian juga dengan
focus pada ekspresi diri, guru akan mendorong siswa menulis sesuai dengan hobi
dan keperluannya secara bebas. Metode
dan teknik pengajaran literasi selama ini kurang mencerdaskan siwanya, oleh
karena itu banyak seorang doctor maupun professor tidak bisa menulis karya
tulis. Namun, masalah seperti ini jangan
menyalahkan guru bahasa karena pendidikan literasi memilik sejumlah dimensi
antara lain dimensi soaial politik.
Teknik mengajar yang tampak diandalkan oleh guru dikelas adalah “hilir”
sebagai akibat dari “hulu yaitu paradigma.
Perubahan paradigma adalah hijrah intelektual, hijrah bernalar karena
tantangan zaman.
Jadi,
tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat literasi yang tinggi. Literasi itu bukan hanya pendidikan melainkan
berbudaya. Orang yang literat adalah
orang yang mampu memprediksikan bahwa kemampuan dirinya sudah mencapai tingkat
mana dan dia pun memiliki target yang hendak dia capai. Sedangkan yang harus direkayasa adalah cara
pengajaran literasi. Artinya, literasi
dalam pendidikan bahasa harus diubah caranya yaitu mengajarkan siswanya untuk
membiasakan diri dalam menulis dan membaca.
Bukan hanya itu pendidikan bahasa juga harus memahami numerasi atau
aritmatika. Membangun literasi bangsa
harus diawali dengan membangun guru yang professional, dan guru yang
professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang professional
juga.
Class
Review 2
Citra Rasa Penulis
Suasana yang begitu menegangkan kembali
menghampiriku. Letih, lelah, lunglai
selalu ada dalam benakku, apalagi rasa malas yang membuat semua niat saya jadi
berantakan. Embun pagi yang diatas daun,
udara yang sejuk dan belum ada polusi udara yang mengganggu pernafasanku, itu
semualah yang mampu menghilankan rasa malasku.
Duduk di teras rumah, persiapkan makanan dan minuman, dan yang paling
utama adalah persiapkan pikiran saya untuk berpikir sejernih mungkin agar mendapatkan
ide yang brilliant. Disaat itulah saya
mulai menulis class review yang kedua yang isinya itu akan semakin mendalami
academic writing. Mr Lala
mengatakan,dalam menulis academic writing diibaratkan sebagai chef kita memasak
masakan disebuah restaurant dan masakan tersebut harus mempunyai siri khas,
terutama dalam hal rasa dan kualitasnya. Begitu pula dengan cara kita dalam menulis,
cara kita menuangkan ide pada buku kita pun akan berbeda rasanya dengan yang
lain. Dalam menulis kata demi kata,
structure, dan bahasanya pun akan berbeda-beda.
Kita diwajibkan untuk memiliki cirri khas yang luar biasa dalam
menulis. Marilah kita membahas tentang
“Academic Writing”.
Acaademic writing didasarkan pada analisis-proses
mogok ide-untuk meningkatkan pemahaman seseorang. Menggunakan penalaran deduktif, suara
semiformal, dan pandangan orang ketiga.
·
*Use of deductive
reasoning (penggunaan penalaran deduktif): menyatakan tesis (gagasan utama)
awal dan kemudian mengikuti dengan contoh-contoh pendukung dan rincian membuat
ide-ide yang rumit lebih mudah untuk memahami.
·
*Semiformal voice (suara
semiformal): ini berarti tidak ada ucapan gaul, informal, ataupun bahasa
sehari-hari (ekspresi umum dari pidato biasa), kontraksi kata benda dan kata
kerja, dan lain-lain.
·
*Third person point of
view (sudut pandang orang ketiga): pandangan orang ketiga (misalnya dia, itu
dan mereka serta bentuk akusatif dan posesif mereka) harus digunakan. Tidak ada sudut pandang orang pertama
(misalnya saya, anda, kita) dalam menulia akademik.
Karakteristik Penulisan Akademik:
v *Planning
(perencanaan): Ada sejumlah perencanaan sebelum kita mulai menulis di kertas,
maka itu akan menjadi analitis dan terorganisir.
u *Otline
(garis): Garis yang tepat adalah suatu keharusan untuk menulis akademik. Garis tidak hanya akan membantu merumuskan pikiran
kita, tapi kadang-kadang akan membuat kita menyadari hubungan tertentu antara
topic. Ini akan membantu kita menentukan
informasi terkait untuk dimasukkan dalam teks.
v *Tone
(nada): nada yang digunakan dalam academic writing adalah nada formal. Kita tidak menggunakan kata singkatan, kata
slang, dan kata yang klase.
v *Language
(bahasa): bahasa yang kita tulis harus jelas dan kata-katanya harus dipilih
sedemikian rupa untuk presisi mereka.
Thesaurus adalah alat yang baik untuk membantu kita memilih hanya kata
yang tepat untuk menjelaskan masalah-masalah.
v *Point
of view (sudut pandang) : Dalam menulis akademik harus menggunakan sudut
pandang orang ketiga, sebagai focus dalam menulis akademik dan untuk mendidik
pada fakta-fakta tidak mendukung pendapat.
v *Approach
(pendekatan): menggunakan pendekatan penalaran deduktif. Penalaran deduktif (deductive reasoning)
adalah bagian besar dari menulis akademik sebagai pembaca kita harus mengikuti
jalan yang membawa kita menuju kesimpulan.
Struktur Penulisan
Akademik
#
Introduction: pengenalan (membuka paragraph) pada dasarnya memenuhi tujuan:
Keuntungan
perhatian pembaca: mengidentifikasi focus atau tesis yang dikembangkan dibagian
utama (body) esai.
Ada
beberapa cara untuk menarik perhatian pembaca dengan subjek:
§ Buka
dengan serangkaian pertanyaan tentang topic,
§ Menyajikan
fakta-fakta mengejutkan atau tidak biasa atau tokoh,
§ Mendefinisikan,
istilah yang terkait subjek penting,
§ Mengutip
orang terkenal atau karya sastra.
# Body paragraph (paragraph perkembangan)
adalah jantung dari sebuah esai.
§ Mereka
harus jelas dan logis mendukung tesis,
§ Mereka
harus diatur dengan sebaik-baiknya.
Misalnya kronologis, urutan kepentingan dan lain-lain.
Note:
Paragraph
harus mengalir lancar dari satu kata ke kata berikutnya. Misalnya kalimat pertama disenap paragraph
baru berfungsi sebagai penghubung yang efektif untuk paragraph sebelumnya. Selain itu, ide-ide pendukung kecil
dihubungkan bersama dalam paragraph dengan cara yang halus.
#
Conclusion (kesimpulan) adalah ringkasan paragraph. Ini harus mencapai brikut ini:
§ Ingatkan
pembaca teks kertas itu dengan mengutip
§ Ikat
bersama-sama semua poin penting dalam esai dengan cara ringkasan dan menarik
kesimpulan akhir untuk pembaca.
CRITICAL THINKING=
THINK + READ + WRITE
|
Orang
yang disebut kritik:
o Orang
tersebut sering bertanya,
o Tidak
perbah merasa puas ,
o Selalu
ingin tahu,
o Selalu
berargumen jika membaca tulisan.
Writng
akan lebih susah karena ekspresi kita lebih tinggi tapi dalam kebiasaannya
lebih mudah.
1.
A
way of knowing something
Dalam menulis, kita harus mempunyai cara/trik
bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu. Contohnyajika
dalam menulis kita tidak mengeti baik itu bahasanya ataupun temanya, kita
jangan diam saja dan menyerahh, apalagi kita sampai mengatakan “saya sudah
tidak bisa”. Tetapi, kita berusaha dan
mencari tahu caranya agar bisa memahami isi teks tersebut. Sebagai contoh realnya yaitu diibaratkan
seperti bagaimana caranya bensin pada motor bisa habis?
2.
A
way of refreshing something
Ide
brilliant kita harus mewakili tema/topic yang ada pada tulisan yang kita tulis.
Contohnya satu kelas mempunyai seragam kelas yang sama dan tidak ada yang
menyamakan. Itulah salah satu contoh dari
mewakili tema/topic. Begitu pula dengan
tulisan kita, harus mempunyai cirri khas tersendiri agar pembacapun bisa
memahami bahwa tulisan kita berbeda dengan yang lain dan itu tandanya tidak
plagiat karya orang lain. Cara kita
menulis, cara kita memasukkan ide/argume, semuanya dipresentasikan. Voice kita ituadalah cara kita mengepresikan
sesuatu.
3.
A
way reproducing something
Yang
dimaksud something disini sifatnya ada 3 macam yiatu:
o Information
o Knowledge
o Experience
Sekarang, dalam menulis kita sifatnya experience.
Writng itu bagian dari profesionalisme kita. Kita termasuk orang yang paling beruntung,
jika kita diajarkan oleh orang tua kita betapa pentingnya pengalam. Karena berawal dari pengalaman, kita bisa
bangkit, berawal dari ketempurukan kita bisa bangkit dan melakukan sesuatu hal
yang melebihi dari yang dulu. Begitu
pula dengan cara menulis kita, saat kita pertama kali menulis, pasti kita akan
kesusahan. Dari kesusahan itulah kita
bisa mampu untuk menulis. Pintar itu
tidak cukup kalau kita belum bisa mengubah/memperkaya pengalaman.
You
are..
Dalam perspektif Mr Lala, kita adalah a write multilingual, yang menulis
secara efektif dalam L1 dan L2 efektif, yang berfungsi sebagai pembaca kritis
baik di L1 dan L2, yang merubah diri dari seorang mahasiswa bahasa menjadi
mahasiswa menulis. Yang dapat membuat informasi pilihan dalam hidup dan yang
bisa mengubah dunia.
Tulisan saya begitu
rumit?
(hyland 2004:4)
Hyland mengatakan, “menulis adalah didasarkan pada
harapan: peluang pembaca menafsirkan maksud penulis meningkat jika penulis
mengambil kesulitan untuk mengantisipasi apa yang pembaca mungkin mengharapkan
didasarkan pada teks-teks sebelumnya ia telah membaca jenis yang sama”.
Stephen Bailey
v Menceritakan
tentang proses menulis (writing academic) judul yang dimengerti oleh pembaca,
v Meliputi
keterampilan menulis kunci seperti referensi dan paraphrase,
v Berisi
23 unit akurasi dalam menulis.
Academic writing (menulis akademik)
dibagi menjadi 4 bagian. Bagian 1 dan 2
fokusnya adalah pada keterampilan menulis kunci, sedangkan bagian 3 dan 4
menawarkan revisi dan referensi. Bagian
2 dan 3 disusun menurut abjad untuk memudahkan akses.
Ø Part
1 The Writing Process: membimbing siswa dari tahap intial memahami judul esai,
melalui pembuatan catatan dan paraphrase kepada organisasi esai dan akhirnya
bukti-membaca.
Ø Part
2 Elements of Writing: berkaitan dengan keterampilan yang diperlukan untuk
sebagian besar jenis tugas, seperti membuat perbandingan, memberikan contoh dan
menjelaskan.
Ø Part
3 Accuracy in Writing: memberikan praktek perbaikan didaerah- daerah bahwa
siswa sering menemukan kalimat “membingungkan” seperti menggunakan artikel
ataupun preposition.
Ø Part
4 Writing Models: menawarkan contoh jenis menulis bahwa siswa umumnya
membutuhkan surat dan laporan survey serta esai.
Ada
juga baguan menulis untuk memeriksa kemajuan:
Emapat bagian dibagi menjadi 61 unit
pendek yang mengajarkan keterampilan menulis dan merevisi kesulitan umum. Setiap unit berisi latihan dan kunci jawaban
pemahaman diberikan diakhir. System
cross-referencing ini membantu siswa menghubungkan unit terkait bersama-sama.
Pada part 1 the writing process, memeriksa
masing-masing tahap ada pada gilirannya.
Jika siswa yang bersangkutan hanya dengan persiapan ujian menulis,
mereka bisa kehilangan membaca dan mencatat pengambilan tahap. Tetapi mereka memiliki cukup waktu mereka
harus bekarja melalui setiap unit.
Sebaiknya dalam urutan yang diberikan, karena setiap tahap dibangun
diatas sebelumnya.
Writer
and Reader = Dancer?
Hoey (2001), seperti dikutip dalam Hylan (2004),
mengibaratkan para pembaca dan penulis seperti penari mengikuti langkah-langkah
masing-masing. Setiap rasa perakitan
dari teks denganmengantisipasi apa yang lain kemungkinan akan dilakukan dengan
membuat koneksi ke teks sebelumnya.
Dengan kata lain, bagi saya penulis-pembaca membuat sambungan yang
disebut seni.
Lehtonen (2000:74) on
Barthes
Dimana bahasa Saussure adalah suatu system yang
didefinisikan itu sendiri maknanya, Barthes melihat orang-orang yang berkatih
aktivitas linguistic sebagai juga menjadi pusat dalam pembentukan makna.
Penulis nukan seorang penulis sebelumnya untuk tindakan menulis, tetapi
mengambil bentuk sebagai salah satu saat menulis. Barthes memang menyatakan kematian penulis
sekaligus menandakan kelahiran pembaca.
Lehtonen Further argues
Pembaca naik ke inti dari
pembentukan makna, dan membaca menjadi tempat dimana memilih makna. Teks dan pembaca tidak pernah ada secara
independen satu sama lain, tetapi sebernya menghasilkan satu sama lain. Membaca termasuk memilih apa yang harus
dibaca, mengorganisir dan menghubungkan mereka bersama-sama untuk membentuk
makna, serta membawa pengetahuan pembaca sendiri ke teks.
And the story goes on
and on
Lihat kembali ke Lehtonen (2000),
dan menentukan hubungan yang jelas antara texts,
contexts, reader, writer, and meaning.
Dalam menulis, kita diibaratkan sebagai chef
tetapi kita adalah bukan chef yang biasa
tetapi kita adalah chef yang bisa memasak segalanya dan memiliki bumbu yang
ciri khas. Begitu pula dengan kita dalam
menulis, kita harus mempunyai cirri khas.
Kita juga buka penulis biasa, tetapi kita akan mencoba membuat masakan
dan dilandasi dengan cirri khas.
Literacy + Language
teaching=semakin tinggi tingkat literasinya maka akan melibatkan GDP
|
Contohnya
orang-orang yang mempunyai literacy yang tinggi, maka dia tidak akan membuang
sampah sembarangan karena memiliki attitude.
Mr
Lala berkata, “Negara Indonesia itu sudah teringgal tapi tidak merasa
tertinggal, justru kita itu sedang di kapitalis. Bahasa adalah gerbang mortal menuju
kesuksesan”.
Mayoritas tenaga kerja kita lulusan
SD, bagaimana Negara kita bisa bersaing? Berate literasinya rendah. Literasi terkait dengan lompatan ekonomi,
teknologi. Conti=ohnya di Australia
mengadakan seminar tapi mereka membawa kursi sendiri-sendiri dalam waktu 5
menit dan mereka tidak rebut ataupun ada suara.
Sedangkan di Indonesia, diperintahkan untuk mengambil kursi seperti itu,
pasti kitaribut dan berisik banyak suara.
Contoh yang seperti itulah yang mencerminkan bahwa Negara kita
literasinya rendah. Kembali lagi ke
menulis, sebagai seorang penulis harus berepot-repot kerja. Mr Lala mengatakan., penulis yang hebat,
kalian bisa memprediksi apa yang saya
baca. Academi writing berbeda dengan
Koran dan yang membacanya pun hanya satu orang/saya(schemata). Tulisan kita akan menjadi kuburan, tetapi
yang menghidupkan roh didlam tulisan tersebut adalah pembaca. Makna akan terbentuk ketika pembaca
datang. Mario Teguh mengatakan,”jika
kalian ingi sukses dan bercita-cita sebagai profesor, maka perjalannya pun
harus seperti professor”.
Lebih komplek sebagai:
Qualified + Reader
Mikko Lehtonen
Buku ini, saya analisis hubungan
antara texts, context, and reader
didalam makna informasi. Terlepas dari
ketergantungan timbale balik mereka, teks, conteks, dan pembaca tidak identik
dank arena itu tidak dapat dipelajari dengan cara yang sama. Karenanya, ketika datang ke teks, saya
mencoba untuk mengembangkan puisi, yang bertujuan untuk menganalisis berbagai
jenis makna potensi bahwa teks-teks mengungkapkan. Dimana konteks yang bersangkutan, saya
mengembangkan hermeneutika yang akan
membantu dalma menganalisis mana dari potensi makna dibuka oleh teks dapat
direalisasikan dalam pembacaan yang sebenarnya.
Ketika datang ke pembaca, saya menguraikan alat yang dimungkinkan untuk
digunakan menjawab pertanyaan. Buka
hanya “apa jenis makna yang ada dan mengapa orang-orang ini menghasilkan mereka
dari teks tertentu dalam hal ini tempat bersejarah dan waktu tertentu?” tetapi juga “apa jenis efek teks yang mengenai
subjektivitas, identitas, dan pemberdayaan atau ketidakberdayaan para pembaca?”.
Jadi, texts, contexts, dan pemabaca saling
berkolaburasi untuk mengahasilkan makna. Terbentuknya teks karena adanya
pembaca. Pembaca temasuk memilih apa
yang harus dibaca, mengorganisir dan menghubungkan mereka bersama-sama untuk
membentuk makna. Yang terlebih dulu muncul adalah pembaca, kemudian pembaca mendapatkan
ide tau wawasan yang luas dari pengetahuan yang dibaca. Dengan begitu lah pembaca bisa menulis sebuah
tulisan dari hasil experience. Penulis harus menulis sebuah karya
tulisnya dengan citra rasa yang kuat dan memiliki cirri khas yang khusus. Dengan begitu, pembacapun bisa mengatahui
tulisan kita mempunyai ciri khas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic