(Bukan) Lagi Serangan Fajar
Waktu
terus berlari dan aku tak bisa menghentikannya. Saat sang fajar mulai
menampakan diri dengan segala keistimewaannya, aku tak lagi bisa berkutik hanya
untuk menorehkan segores tinta diatas kertas buku kartu matiku. Seakan fajar
sedang menertwakan aku yang tak kunjung berhasil menyelesaikan tugas sebelum ia
terbit. Ide mulai terbang tak tentu arah. Seperti nafasku yang mulai tak
berbenah.
Aku
tak mau lagi bertemu dengan sang fajar saat aku torehkan tinta diatas buku ini.
Aku tak mau lagi seseorang menganggapku berkonspirasi dengan jin dan
kawan-kawannya. Maka mulai saat ini aku putuskan untuk mengganti strategi ku
yang lalu dan menggantinya dengan yang baru.
Aku harus mengenali diriku untuk dapat menjalankan strategi yang bru. Akupun harus mengukur energiku agar aku tak memakai strategi lamaku.
Seperti
halnya dalam academic writing. Saya harus mengenali sifat-sifatnya untuk menerapkannya.
Empat sifat writing for academic purpose yang Mr. lala bumela, M.Pd sampaiakn
pada pertemuan kedua tanggal 11 februari 2014 adalah:
1.
Formal
Seperti yang dikatakan oleh Cheryl groth dalam bukunya bahwa yang
dimaksud formality dalam academic writing ialah ‘particular style in writing of
which non-standard, colloquial, or slangy language should be avoided’ jadi
dalam menulis academic writing harus menggunakan bahasa formal dalam
penyampaiannya.
2.
Critical
Critical yang dimaksud disini ialah tulisan-tulisan kita dalam
writing academic harus berdasarkan pemikiran yang kritis. Seperti yang
dikatakan oleh bapak Chaedar dalam rekayasa literasi, kualitas tulisan
tergantung pada ‘gizi’ bacaan yang disantapnya. Semakin baik ‘gizi’ yang
disantap maka akan semakin baik tulisan yang dihasilkan. Gizi yang baik
diperoleh dari proses seleksi membaca yang ketat.
Proses untuk mendapatkan gizi diperoleh lewat aktifitas membaca.
Sementara proses pemilihan yaitu lewat pemikiran yang kritis. Sebab orang yang
kritis tidak akan lantas begitu saja menerima apa yang dia baca. Pemikirannya
yang kritis akan sangat ketat menyeleksi gizi yang akan ia gunakan sebagai fondasi
tulisannya.
Proses berpikir kritis harus perlu dilatih sebab berpikir kritis
ialah berpikir dimana kita harus memandang tidak hanya pada satu sisi saja.
Namun memamndang pada setiap sisi yang berbeda.
3.
Struktur
Writing academic mempunyai struktur yang sangat ketat. Struktur
yang sangat ketat disini artinya tulisannya tersusun secara sistematis. Sistematis
disinsi ialah cara untuk menguraikan sesuatu dalam hubungan yang teratur serta
logis sehingga mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat. Pengetahuan yang
terangkai secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat
pengetahuan yang ketiga. Begitu juga dengan mata kuliah academic writing ini.
4.
Rigid
Sifat keempat yang dimiliki academic writing itu bersifat rigid.
Sifat ini biasanya tidak disukai beberapa orang. Tapi sifat ini tidak bisa
terhindar dari academic writing. Hal itu karena tulisan yang kita buat kaku
sebab bersifat formal dan tersusun secara sistematis. Sehingga pembaca mungkin
akan sangat bosan membaca teks seperti ini.
Namun justru inilah tantangan kita sebagai calon multilingual
writer. Tantangan untuk mencairkan teks agar tidak terlalu kaku namun tetap
pada kaidah yang berlaku. kehidupan sebuah tulisan tercipta oleh pembaca.
Seberapa baik dan menarik tulisan tersebut sehingga menarik para pembaca untuk
membuatnya lebih bermanfaat. Penulis hanya menguraikan atau menyampaikan apa
yang ingin ia sampaiakan lewat tulisannya. Karena makna diciptakan oleh
pembaca. Bukan penulis.
Bahkan seseorang dikatakan penulis apabila dia sedang menulis atau
memproduksi sebuah tulisan. Sedangkan ketika dia tidak sedang menulis atau
memproduksi sebuah tulisan dia tidak lagi menjadi seorang penulis. Seperti yang
dikatakan oleh barthes dalam bukunya lehtonen bahwa kematian penulis juga
berarti sebuah keliahiran seorang pembaca.
Menurut Mr. Lala menulis sejatinya
ialah:
o A way of knowing something.
Something yang dimaksud disini ialah bisa berupa informasi,
pengetahuan maupun pengalaman. Dari ketiga hal tersebut pengalaman adalah hal
yang paling diingat.
o A way of representating.
Menulis
juga sebenarnya merepresentasikan pengalam diri kita. Representasi pengalaman yang
kita tuangkan lewat tulisan mengandung ‘voice’ tulisan kita atau dengan kata
lain dapat menggambarkan penulis itu sendiri lewat bahasa yang dituturkannya.
o The way of producing something
Hal
ini bahkan sudah pernah dijelaskan satu tahun yang lalu bahwa lewat embaca kita
mendapatkan sesuatu (pengetahuan maupun informasi) sedangkan lewat menulis kita
memproduksi sesuatu.
Dari uraian diatas dapat kita tarik benang merah mengenai teks,
penulis, serta pembaca. Namun hubungan ketiga unsure tersebut sudah pernah
dijelaskan pada class review sebelumnya. Oleh karena ituu sekarang akan lebih
menjelaskan mengenai yang lebih kompleks menurut Lehtonen yaitu, bahwasanya
terdapat keterkaitan antar konteks, teks, penulis, pembaca, serta makna. Pada
intinya, kelima unsure tersebut saling berkaitan antara satu sama lain.
Pembuatan
atau produksi sebuah teks dilatar belakangi sebuah konteks, sehingga teks
terwujud dari konteks. Teks diproduksi oleh penulis, dimana tidak mungkin ada
penulis jika dia tidak memproduksi teks dan tidak mungkin ada teks jika penulis
tidak memproduksinya. Teks tidak akan hidup tanpa adanya pembaca. Sebab hidup
atau tidaknya sebuah teks tergantung pada ada atau tidaknya pembaca. Dalam teks
tentu saja terdapat makna, makna dalam teks dibangun oleh pembaca. Jadi,
seorang penulis akan yang berhasil jika dan hanya jika dia mampu menyampaikan
makna dalam teks tersebut kepada pembaca.
Jadi, kesimpulan dari class
review kedua ini ialah bahwa sifat academic writing ada empat, yait: formal,
kritis, sistematis serta rigid. Semua sifat itu sebenarnya didalamnya berkaitan
dengan teks, penulis, dan pembaca. Selain itu, terdapat benang merah antara
konteks, teks, penulis, pembaca, serta meaning. Pada intinya konteks melatar
belakangi teks, sehingga teks terwujud darikonteks. Teks diciptakan oleh
pembaca dan adanya pembaca karena dia memproduksi teks. Teks akan hidup apabila
ada seorang pembaca dan pembacalah yang nantinya akan menentukan makna dari
teks tersebut. Penulis dikatakan berhasil apabila makna yang ia sampaiakan
dapat dimengerti oleh pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic