Improve Literacy In Indonesian Countries
Setiap
orang yang mempunyai literasi yang tinggi akan senantiasa menjaga segala
sesuatu menjadi lebih baik. Menjadikan
sesuatu yang kecil lebih bermakna dan tidak menyepelekan segala sesuatu yang di
anggap tidak penting. Andai saja di
negara ini yang mempunyai literasi yang tinggi sangat banyak tentu akan menjaga
kebersihan lingkungan, sabar untuk mengantri, tidak membuang sampah sembarangan
dan lain sebagainya. Namun, arti
literasi bukan hanya itu saja tetapi banyak sekali pengertian dan persepsi para
ilmuwan untuk mendefinisikan arti dari literasi tersebut. Dalam literasi ada juga beberapa pendekatan di
dalam pengajaran bahasa asing. Mengapa
pebelajaran bahasa ini perlu adanya pendekatan karena tujuan pembelajaran
bahasa adalah menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target. Mulai dari komunikasi terbatas sampai dengan
komunikasi spontan dan alami.
Definisi
literasi adalah suatu kemampuan membaca dan menulis. Sesungguhnya pada masa silam membaca dan
menulis di anggap cukup sebagai pendidikan dasar dan di anggap sudah cukup
untuk membekali kemampuan manusia untuk mengahadapi zamanya. Namun, dengan berkembangnya zaman saat ini
membaca dan menulis saja tidak cukup.
Dalam artian bahwa kita tidak cukup untuk membaca dan menulis saja. Namun,
harus berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan baca
tulis. Awalnya literasi adalah hanya
pada praktek kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik karena
itu pakar pendidikan dunia berpaling kepada definisi baru yang menunjukan
paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajaranya. Ada tujuh dimensi yang sangat terkait dan
literasi tetap berurusan dengan peenggunaan bahasa, yaitu:
·
Dimensi geografis (
lokasi, nasional, regional, dan internasional ). Dimensi geografis ini sangat bergantung pada
tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya.
·
Dimensi bidang (
pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb ). Literasi bangsa tampak di bidang pendidikan
yang berkualitas tinggi menghsilkan literasi yang berkualitas tinggi.
·
Dimensi
keterampilan diantaranya yaitu membaca, menulis, menghitung, berbicara.
·
Dimensi fungsi (
memecahkan permasalahan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan
kemampuan, mengembangkan potensi diri)
seseorang yang literasi dalam pendidikan mampu memecahkan suatu
permasalahan serta gesit dalam memproduksi ilmu pengetahuan.
·
Dimensi media (
teks, cetak, visual, digital ). Lewat
sebuah dimensi media seseorang dapat berbagi lewat jejaring sosial dan dengan
itu membaca dan menulis saja tidak cukup melainkan harus berkemampuan multi
dalam arti apabila kita menulis di buku, kita harus bisa juga menulis di media
seperti cetak, visual dan juga digital.
·
Dimensi jumlah (
satu, dua, beberapa ). Jumlah dapat
merujuk pada banyak hal, mislanya bahwa varasi bahasa, peristiwa tutur, bidang
ilmu, media, dan sebagainya. Orang yang
berliterate mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Hal ini berkembang karena dengan pendidikan
yang berkualitas tinggi.
·
Dimensi bahasa (
etnis, lokal, nasional, reginal, dan internasional)
Ada
dua literacy pada dimensi bahasa ini, yaitu : literasi yang singular ada
literacy yang plural. Hal ini merupakan
beranalogi ke dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual. Arti dari multilingual ini apabila kita orang
jawa, dan kita masuk ke universitas ke bahasa inggris dan kita pun mengerti
bahasa sunda dan bahasa Indonesia dan Itu dapat di sebut dengan multilingual.
Di
dalam lima definisi di atas terdapat sepuluh gagasan kunci ihwal literasi yang
menunjukan perubahan paradigma literasi yang sesuai dengan tantangan zaman dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
Karena selama ini ilmu pendidikan sangat berkembang, banya sekali
sekolah-sekolah yang mempunyai kualitas yang tingi sehingga dengan itu mampu
menciptakan lulusan yang hebat dan mampu untuk bersaing secara keilmuwan serta
pula dalam jiwa literasi mempunyai literasi yang tinggi. Dengan pesatnya
perkembangan tekhnologi yang mampu bersaing. Fikiran serta kemampuan amnusia
tidak kalah untuk bersaing dan berkembang.
Banyak didirikan universitas-universitas yang mampu untuk menciptakan
lulusan yang berkompeten dan juga akan mampu untuk mengoperasikan segala
kecanggihan tekhnologi yang sekarang ini semakin berkembang pesat. Literasi membekali seseorang untuk
mengembangkan segala pada diri manusia di dalam penguasaan bahasa ibu juga
merupakan alat untuk berekspresi dan mengapresiasi, serta memikirkan segala hal
dalam lingkungan sosial, budaya dan psikologinya yang dekat, yakni keluarganya.
Pada tahap tnggi literasi membekali
seseorang untuk memproduksi ilmu pengetahuan menulis akademik adalah bagian
dari literasi yang mesti di kuasai untuk semua calon sarjana dan ini merupakan literasi
akademik.
Ada
beberapa kunci ihwal literasi yang menunjukan perubahan paradiga literasi
sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan, yaitu ketertiban lembaga-lembaga,
sosial, tingkat Kefasihan huruf, pengembangan potensi diri dan pengetahuan,
standar dunia, warga masyarakat yang demokratis, keragaman lokal, hubungan
global, kewarganegaraan yang efektf bahasa Inggris ragam dunia, kemampuan
berfikir kritis, masyarakat semiotik.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi
tanda, kode, struktur, dan komunikasi.
Serta budaya adalah sistem tanda, dan untuk memaknai tanda manusia harus
menguasai literasi semiotik. Semantik
budaya mengkaji hubungan tanda-tanda dengan rujukanya, dan pragmatik budaya
mengkaji hubungan antara tanda dan pengiriman dan penerimaan. Kita semua adalah praktisi semiotik. Setiap hari kita membaca dan bernegoisasi
ihwal dunia simbol, dan mengonstruksi diri kita sendiri sampai cara kita
berpakaian ( Luke, 2003 ). Ada tujuh
prinsip pendidikan bahasa berbasis literasi, yaitu :
1.
Litersi adalah
kecakapan hidup ( life skills ) yang menugkinkankan manusia berfungsi maksimal
sebagai anggota masyarakat.
2.
Litersi mencakup kemampuan
respektif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara
lisan.
3.
Literasi adalah
kemampuan memecahkan sebuah masalah.
Membaca dan menulis adalah suatu hubungan yang sangat erat dan secara
kritis dapat melatih siswa dalam suatu pendidikan dapat berfikir kritis.
4.
Literasi adalah
refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
Berbaca tulis adalah suatu sistem budaya. Pendidikan budaya seyogyanyamengajarkan
budaya. Penggunaan isarat atau gestures
sangat kultural dan konvensional dan mesti di ajarkan secara integral.
5.
Literasi adalah
kegiatan refleksi diri. Penulis dan
pembaca senantiasa berfikir ihwal bahasa dan mengaitkannya dengan pengalaman
yang subjektif dan dunianya. Pendidikan
bahasa seyogyanya menanamkan pada diri mahasiswa kebiasaan melakukan refleksi
atau bahasa sendiri meupun bahasa orang lain yakni kesadaran terhadap
metakomunikasi.
6.
Literasi adalah
hasil kolaborasi. Kegiatan membaca dan
menulis adalah dua hal yang sangat cocok untuk di kolaborasikan antaradua pihak
yang berkomunikasi. Seorang penulis
membutuhkan sesuatu yangdi butuhkan untuk membaca suatu pengetahuan agar dapat
menjadi suatu bahan yang dapat ditulis entah itu membaca buk, siituasi riil
dsb.
7.
Literasi adalah
kegiatan melakukan interpretasi. Seorang
penulis sangat pintar untuk menginterpretasi segala sesuatu yang ada di benak
maupun di fikirannya karena bagi penulis itu sendiri menginterpretasi sebuah
yang dapat ia baca adalah suatu kesenangan yang dapat di ungkapkan lewat sebuah
kata serta pengalaman yang pernah di rasakan lebih suka di interpretasi menjadi
sebuah pengetahuan untuk orang lain.
Selain itu juga dapat menjadi kepuasan kita sebagai penulis itu sendiri.
Literasi
anak bangsa sungguh sangat ironis apabila di perbincangkan. Negara Indonesia menempati posisi kelima dari
bawah, itu artinya sangat sedikit sekali siswa-siswa dari Indonesia yang
prestasi membacanya memasuki kategori sangat tinggi sangat sedikit sekali. Mengapa hal ini dapat terjadi? Seharusnya
pada sekolah dasar siswa-siswa harus di wajibkan membaca agar tidak menjadi
negara yang tertinggal. Temuan PIRLS
adalah potert besar literasi Indonesia dalam skala internasional. Dalam laporan seperti ini tidak akan di temukan
potret yang spesfik dan detail ihwal penyebab dan realisasi pengajaran literasi
di sekolah-sekolah. Potert buram
literasi di atas adalah hilir persoalan, dan untuk memahaminya kita harus
mengerti hulunya. Dalam konteks
pembelajaran literasi di sekolah, misalnya kita harus melihat pemahaman guru
ihwal literasi dan penguasaan tekhnik pengajaran siswa. Artinya, penguasaan tentang literasi dan
pedadogi pengajaran literasi mesti di kuasai oleh guru. Namun, tidak boleh di lupakan konteks sosial
pembelajaran siswa, seperti uasana rumah, suasana sekolah dan suasana
masyarakatsecara keseluruhan. Ujung tomabk pendidikan literasi adalah guru
dengan langkah-langkah profesional, komitmen etnis, strategi atialitis dan
reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi
dan numeran ( Cole and Chan . 1994 di kutip oleh setiadi, 2010)
Orang
literate adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang di
sengaja dan sistematis untuk menjadikan menusia terdidik dan berbudaya lewat
penguasaan bahasa secara optimal.
Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju kependidikan dan
pembudayaan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal adalah situs pertama untuk membangun literasi yang pada
umumnya di sokong oleh pemerintah dengan menggunakan dana publik, dan dengan
demikian mudah di intervensi oleh berbagai kebijakan, inovasi, dan program uji
cobapemerintah, karena itu wajar apabila proses dan hasil pembelajaran bahasa
di sekolah sering di jadikan rujukan dalam upaya mengukur tingkat
literasi. Kegiatan literasi dalam
keluarga dan dalam masyarakat berkontribusi pada tingkat literasi. Hanya saja dua situs ini jauh lebih sulit untuk
di intervensi oleh pemerintah dan lebih cenderung menjadi ramah inisiatif
individu dan masyarakat. Perbaikan
rekayasa literasi senantiasa menyangkut empat dimensi ( Kucer : 2005 : 293 : 4
).
1.
Linguistik dan
fokus teks
2.
Kognitif dan fokus
minda
3.
Sosial kultural
atau fokus kelompok, dan
4.
Perkembangan atau
fokus pertumbuhan.
Sedangkan
Kern ( 2000 : 38 ) menyangkut tiga dimensi, yaitu: dimensi linguistik, sosialkultural, dan
kognitif / metakognitif. Seperti yang di bahas dalam bab ini literasi meliputi
keterampilan membaca dan menulis. Dengan
demikian, rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran dalam membaca dan
menulis yang meliputi empat dimensi di atas, sebagaimana yang tampak dalam
tabel. Pembelajaran membaca dan menulis
harus di tempatkan dalam keempat dimensi yang saling terkait. Pengajaran bahasa (language arts) yang baik
menghasilkan orang literateyang mampu menggunakan keempat dimensi yang
serempak, aktif, dan terintegrasi.
Dengan menggunakan bahasa secara efektif dan efisien.
Mengajarkan litersi pada intinya menjadikan manusia yang
secara fungsional mampu baca tulis, terdidik, cerdas dan menunjukan apresiasi
terhadap sastra. Selama ini pendidikan
di Indonesia relatif berhasil memproduksi manusia terdidik tapi pada umumnya
kurang memiliki apresiasi terhadap sastra pada khususnya, dan humaniora pada
umumnya. Meluruskan rekayasa literasi
seyogyanya di awali dengan pemahan atas berbagai paradigma pengajaran
literasi. Secara turun menurun, wacana
pembelajaran bahasa berfokuspada empat keterampilan bahasa menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Dalam pembelajaran
bahasa asing, pendekatan literasi kurang di kenal. Istilah yang lazim dikenal oleh para guru
adalah empat keterampilan berbahasa, paling-paling plus budaya, dan hampir
tidak pernah menyebut sastra.
Sementara
itu, kurikulum pembelajaran bahasa asing pada tingkat dasar cenderung bersfat
text centric, bukan reader centric dan writer centric, dan cenderung berfokus
kepada ketepatan correctness dan konvensi bahasa dalam bentuk tata bahasa,
ejaan, mekanik, pemakaian bahasa, dan tulisan yang di perkenankan lazimnya
berupa essay singkat. Ada tiga paradigma
pembelajaran literasiyaitu decoding yang berfungsi sebagai pintu masuk literasi
da bekajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa, keterampilan
bahwa penguasaan morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Yang terakhir adalah bahasa secara utuh
dilihat dari sebuah namanya, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakkan
fokus pada bagian atau serpihan bahasa.
Proses merespons berbagai bentuk morfemik melibatkan proses kognitif
seperti sampling, predicting, integrating dan sebagainya.
Jadi,
bahwa negara kita ini negara indonesia masih sangat jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara lain di luar sana, bahwa negara Indonesia
masih sangat tertinggal dalam segi pendidikan dan science atau ilmu pengetahuan
yang sangat minim sekali. Bahkan, dalam
segi membaca pun warga negara Indonesia adalah termasuk negara yang tidak gemar membaca atau dapat
dikatakan dengan malas. Negara Indonesia
termasuk peringkat lima dari bawah. Hal
tersebut merupakan hal yang sangat mengecewakan karena sebenarnya seseorang
yang ingin mempunyai potensi diri yang hebat harus gemar membaca karena dengan
membaca seseorang akan makin bertambah suatu ilmunya dan tidak akan
berkuran. Bahkan ada pepatah yang berkata
bahwa sebaik-baiknya teman duduk kita adalah buku. Jadi, buku adalah ibarat teman kita yang
paling baik dan yang selalu memberikan pengetahuan entah itu dari segi
manapun.
Dengan
berharapnya pembaca di Indonesia ini meningkat, kita harus melihat lagi
bagaimana suatu pendidikan menjadikan pendidikan yang berkualitas tinggi. Kata berkualitas tinggi bukan hanya dari segi
pembayaran/registrasi yang banyak.
Namun, dengan semua jaminan baik yang dapat mengembangkan potensi anak
didiknya menjadi lebih terasah, bakat serta kemampuanya dalam bidang yang di
geluti. Namun banyak sekali
sekolah-sekolah yang memang berkualitas dan dengan gelar RSBI, namun prestasi
sekolah ini banyak di salah gunakan oleh pihak-pihak tertentu dengan pembayaran
yang ditinggikan dan ini merupakan hal yang salah dan tidak seharusnya
demikian. Alangkah lebih baiknya siapa
yang ingin masuk dalam sekolah tersebut harus mempunyai kemampuan yang di
tentukan bukan dari segi pembayaran yang di tentukan. Selain itu pendidikan yang berliterasi tinggi
mampu mengubah pendapat dan pendapatan di Indonesia. Serta dapat mengetahui pengetahuan yang cukup
untuk mengetahui segala sesuatunya atau dapat di sebut dengan literasi. Hal ini merupakan suatu hal yang dapat di
dukung oleh suatu pembelajaran yang efektif dan berkualitas dari segi guru,
fasilitas tekhnologi serta kualitas pendidikan yang baik yang mampu membuat
seseorang dapat berkreasi dan berkarya atas kemampuan yang dimiliki oleh setiap
siswa karena sesungguhnya tujuan suatu pembelajaran adalah menjadikan siswa
mampu menghasilkan suatu karya yang inovatif dan membuat suatu wacana yang
sesuai dengan tuntutan siswa. Namun, itu
semua membutuhkan suatu keterampilan
yang dapat mencetak kualitas yang tinggi yang dapat berguna juga untuk
orang lain. Membaca dan menulis
membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan sehingga itu pendidikan yang
berkualitas tinggi akan menghasilkan literasi yang tinggi juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic