We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014

MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI, BUKAN LISAN!

CHAPTER REVIEW

Dalam chapter review kali ini akan menyajikan penjelasan mengenai “literasi” dari artikel A.  Chaedar Alwasilah yang berjudul “Rekayasa Literasi”. Berikut merupakan cara pendekatan dan metode yang biasanya digunakan dalam pengajaran bahasa asing:
1.      Pendekatan struktural dengan grammar translation methods. Dengan metode tersebut siswa dilatih dalam penulisan dan penyusunan tata bahasa yang benar.
2.      Pendekatan audiolingual atau dengar ucap. Pendekatan tersebut siswa dilatih dalam hal pendengaran seperti contohnya sebuah percakapan. Keuntungan siswa dengan penggunaan pendekatan ini yaitu siswa mampu berkomunikasi seperti yang dicontohkan dalam sebuah dialog tersebut. Namun, kelemahan dengan menggunakan metode ini ialah terabaikannya latihan atau praktek untuk menulis.
3.      Pendekatan kognitif dan transformatif.
4.      Pendekatan communicative competence.
5.      Pendekatan literasi.
Dari kelima pendekatan diatas, yang akan dibahas lebih jauh lagi yaitu tentang “literasi”, karena literasi sangatlah berpengaruh terhadap permasalahan bangsa ini, contohnya KKN karena hal tersebut merupakan kegagalan dari sistem pendidikan Indonesia yang menyebabkan cara kerja yang payah.  Kegagalan pendidikan di Indonesia disinyalir karena gagalnya bangsa ini dalam mengembangkan budaya literasi.
Literasi adalah pengetahuan  dan keterampilan yang diperlukan dalam menerapkan kemampuan membacanya untuk belajar lebih lanjut,  dan  bukan  hanya  keterampilan  teknis  dalam  tingkat  belajar  membaca namun juga dalam hal keterampilan menulis. Laporan UNESCO tahun 2006 tentang literasi dunia, menyatakan bahwa literasi adalah hak dasar manusia sebagai bagian esensial dari hak pendidikan. Seandainya, dengan terpenuhinya hak literasi memungkinkan kita mengakses sains, pengetahuan teknologi, dan aturan hukum, serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya negara kita sendiri. Dengan kata lain, literasi menjadi titik utama untuk mengusahakan meningkatnya kualitas hidup manusia, salah satunya dalam hal pendidikan. Pada masa lampau membaca dan menulis dianggap cukup hanya sebatas untuk pendidikan dasar pada saat usia dini saja untuk menghadapi kemajuan zaman. Namun dengan berkembangnya zaman sekarang literasi bukan hanya satu macam saja (yakni, membaca dan menulis), namun sekarang terdapat ungkapan – ungkapan literasi, seperti:
1.      Literasi komputer yaitu kemampuan untuk membuat dan memanipulasi dokumen dan data dengan menggunakan perangkat computer.
2.      Literasi visual, yaitu kemampuan seseorang dalam hal memahami dan mengekspresikan sebuah gambar.
Selain diatas ungkapan literasi lainnya pun masih banyak seperti literasi matematika, literasi IPA, literasi informasi, literasi media, literasi digital, literasi jaringan, literasi perpustakaan, dan masih banyak ungkapan literasi lainnya lagi. Dilihat dari ungkapan literasi diatas, dapat diketahui bahwa sekarang makna dari literasi itu sendiri semakin meluas. Namun, apakah budaya literasi di Indonesia sendiri sudah mulai meningkat?
Tingkat literasi membaca, matematika, dan sains siswa di seluruh dunia dapat diketahui dari tiga
studi  internasional  yang  dipercaya  sebagai  instrumen  untuk  menguji  kompetensi  global,  yaitu PIRLS, PISA, dan TIMSS.
PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi literasi membaca yang dirancang  untuk  mengetahui  kemampuan  anak  sekolah  dasar  dalam  memahami  bermacam ragam  bacaan.  Penilaiannya  difokuskan  pada  dua  tujuan  membaca  yang  sering  dilakukan anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi.
PISA (Programme  for  International  Student  Assessment)  adalah  studi  literasi  yang  bertujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun (kelas III SMP dan Kelas I  SMA)  dalam  membaca  (reading  literacy),  matematika  (mathematics  literacy),  dan  sains  (scientific literacy).
TIMSS (Trends in International  Mathematics  and  Science  Study)   adalah  studi  internasional untuk  kelas  IV  dan  VIII  dalam  bidang  Matematika  dan  Sains.  TIMMS  dilaksanakan  untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa berbagai negara di dunia sekaligus memperoleh informasi yang bermanfaat tentang konteks pendidikan Matematika dan Sains.
Salah satu temuan yang dituliskan dalam artikel karya  A.  Chaedar Alwasilah yaitu skor prestasi membaca di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa) angka tersebut merupakan nilai yang berada dibawah rata – rata negara peserta lainnya yaitu 500,510 dan  493. Hasil survey literasi dunia PISA terakhir tahun 2009 menempatkan Indonesia di urutan ke-62 dari 72 negara, tertinggal jauh dari Thailand (53) dan Malaysia (55).Dapat dilihat bahwa negara kita tertinggal terlampau jauh oleh negara tetangga.
Menurut Tati D Wardi menuliskan pada tempo.co, untuk mengatasi ketertinggalan Indonesia di bidang literasi ini, yang paling mendesak untuk dilakukan adalah merevisi paradigma usang literasi dan menggantinya dengan paradigma yang lebih merefleksikan kebutuhan berliterasi di era ketika siswa dikelilingi teks, informasi, dan gambar dari berbagai penjuru. Upaya strategis yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan daya literasi Indonesia secara menyeluruh dan berkesinambungan adalah dengan memulainya dari pendidikan di sekolah.  
Dengan terjadinya ketertinggalan Indonesia, bangsa Indonesia harus bisa merubah strategi pendidik dalam mendidik anak didiknya(murid/siswa). Guru harus bisa merubah caranya mengajar dalam proses membantu muridnya untuk membaca dan menulis. Seorang guru tersebut tidaklah sama seperti guru bahasa lainnya yang hanya menstransfer pengetahuannya kepada murid – muridnya, namun melainkan melatih kemampuan baca – tulisnya.  Selain itu kita juga bisa mengupayakan untuk memperkenalkan buku pada anak – anak kecil, lingkungan yang mendukungpun tak kalah penting, lingkungan yang literate pun harus bisa memberi sugesti bagi yang lain untuk membudayakan budaya baca – tulis ini, bukan budaya lisan. Dapat dilihat bahwa permasalahannya, guru tidak dapat mempersiapkan muridnya untuk menjadi seseorang yang literate terhadap informasi jika mereka sendiri tidak mengerti  bagaimana menemukan dan menggunakan informasi.
Mirisnya, pada zaman sekarang ini budaya baca – tulis semakin tenggelam tergantikan oleh budaya lisan, khususnya televisi. Budaya lisan pada masa kini sudah dapat menyita perhatian dunia, dan masyarakat lebih mudah terpikat oleh budaya lisan “media televisi” dibandingkan dengan baca “Koran”, “majalah”, atau buku. Agar dapat memahami realitas media, seseorang harusnya memiliki sebuah keterampilan yang baru yaitu literasi media. Dengan literasi media kita diharapkan mampu untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi berbagai informasi yang diterimanya. Dengan begitu maka akan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan sehingga dapat membuat keputusan sendiri dalam memilih media.
Dapat disimpulkan, bahwa masyarakat sekarang lebih menyukai informasi “yang dibacakan” sehingga penonton hanya sebagai “pembaca yang pasif” yang dengan santainya mengunyah semua pendapat atau opini yang dikemukakan oleh penyiar televise. Budaya lisan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan budaya baca – tulis tidak terlalu dibutuhkan karena sumber informasi yang disampaikan kepada para audience lebih bersifat audio - visual.
Adapun 11 gagasan kunci ihwal literasi untuk menunjukkan perubahan yang lebih baik:
1.      Ketertiban lembaga – lembaga sosial
2.      Tingkat kefasihan relatif
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
4.      Standar dunia
5.      Warga masyarakat demokratis
6.      Keragaman local
7.      Hubungan global
8.      Kewarganegaraan yang efektif
9.      Bahasa Inggris ragam dunia
10.  Kemampuan berpikir kritis
11.  Masyarakat semoitik
Dituliskan juga dalam artikel karya A.  Chaedar Alwasilah, bahwa terdapat 3 paradigma dalam pembelajaran literasi:
1.      Paradigma #1: decoding. Pembelajaran ini dimulai dari yang sangat awal, yaitu mengenal huruf, baru kemudian menghubungkan huruf – huruf tersebut sehingga terbentuk sebuah kata. Sehingga dengan begitu anak mampu mengerti anatara tulisan(kata) beserta maknanya.
2.      Paradigma #2: skills (keterampilan). Siswa dilatih untuk membaca dan mengenali sebuah kosakata baru dari teks yang dibacanya, dengan begitu siswa diharapakn bisa mengembangkan kemampuan literasinya secara mandiri.
3.      Paradigma #3:whole language (bahasa secara utuh). Sedangkan pada paradigma yang ketiga ini bertolak belakang dengan dua paradigm sebelumnya. Paradigma ini, lebih setuju jika pembelajaran langsung dimulai dari pembelajaran makna katanya.
Pembahasan mengenai paradigma diatas bahwa pengajaran bahasa asing terkesan rumit. Kini terjadi perubahan paradigma pengajaran literasi, sebagai berikut:
1.      Paradigma #1: mengubah cara pandang dan pemaknaanya dalam pengajaran terhadap siswa.
2.      Perubahan teknik mengajar guru
3.      Pengembangan literasi sejak dini.
Korelasi antara literasi dan peran guru inilah yang akan menjadi salah satu improvisasi yang selaras, karena keduanya saling bergantung satu dengan yang lainnya.

KESIMPULAN

Literasi adalah pengetahuan  dan keterampilan yang diperlukan dalam menerapkan kemampuan membacanya untuk belajar lebih lanjut,  dan  bukan  hanya  keterampilan  teknis  dalam  tingkat  belajar  membaca namun juga dalam hal keterampilan menulis. Laporan UNESCO tahun 2006 tentang literasi dunia, menyatakan bahwa literasi adalah hak dasar manusia sebagai bagian esensial dari hak pendidikan. Seandainya, dengan terpenuhinya hak literasi memungkinkan kita mengakses sains, pengetahuan teknologi, dan aturan hukum, serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya negara kita sendiri. Dengan kata lain, literasi menjadi titik utama untuk mengusahakan meningkatnya kualitas hidup manusia, salah satunya dalam hal pendidikan.


Tingkat literasi membaca, matematika, dan sains siswa di seluruh dunia dapat diketahui dari tiga studi  internasional  yang  dipercaya  sebagai  instrumen  untuk  menguji  kompetensi  global,  yaitu PIRLS, PISA, dan TIMSS. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic