Bergegas Melesat
Siang
ini langit terlihat kelabu. Cahaya matahari hanya mengintip kecil dari atas
sana. Suasana langit laksana mengajak kita untuk sejenak berdoa untuk
saudara-saudara kita yang sedang dilanda bencana di timur jawa sana. Ya, salah
satu gunung berapi aktif di Indonesia yang tepatnya berada kira-kira 27 km
sebelah timur pusat kota Kediri, Jawa Timur mengamuk
pukul 10 malam tanggal 13 Februari 2014.
Situasi ini cukup membuat jantung
memompa darah lebih cepat dari biasanya. Bergetar hati ini saat terdengar
berita duka yang di alami bangsa ini, Indonesia. Sadar, menjadi manusia yang di
turunkan oleh Allah SWT ke dunia ini sebagai khalifah merupakan hal yang
teramat sangat sulit. Menjaga alam sekitar saja kita belum mampu. Tuhan, bantu
kami menjaga alam ini.
Selasa, 11 Februari 2014 juga
menjadi hari yang cukup mendebarkan bagi saya. Hari dimana saya harus
memperlihatkan hasil tulisan perdana saya di semester IV ini kepada Mr. Lala
Bumela. Awalnya hati ini terasa baik, saat pertama memasuki kelas dan mengikuti
dua mata kuliah sebelum mata kuliah beliau. Pun saat giliran Mr. Lala memasuki
kelas, hati ini masih tenang. Situasi berubah saat beliau mengatakan bahwa
beliau akan bertanya beberapa pertanyaan atas tulisan yang telah saya buat. Tak
perlu ada kekhawatiran memang, karena saya menulis sendiri tulisan saya dan
saya pun cukup memahami apa yang saya tulis. Tidak pernah terpikirkan mengapa
saat Mr. Lala bertanya pasti jantung ini akan berdetak lebih kencang.
Lupakan. Sesi tanya jawab itu sudah
lewat, saatnya untuk melanjutkan pembahasan lain. Seperti mengingatkan, Mr.
Lala memaparkan lebih dekat apa yang akan kita pelajari di mata kuliah writing
4 ini. Ini memang baru pertemuan kedua, tetapi tak ada waktu untuk
bermalas-malsan. Harus segera beranjak membahas hal yang lebih dalam lagi dan
lebih jauh lagi.
Hidup
ini sebenarnya memili siklus yang sangat sederhana, namun sulit untuk mengikuti
alur dari siklus itu. Siklus hidup kita diawali dengan berpikir, dilanjutkan
dengan membaca, lalu menulis, akan seperti itu seterusnya. Kita hanya perlu
terus berada pada lintasan itu. Writing 4 memiliki tiga fokus, yaitu :
1.
Academic
writing
Academic writing memiliki sifat yang berbeda dengan
writing yang lain. Sifat academic writing antara lain adalah kaku, formal,
kritis, berstruktur, berfokus, dan sistematis. Berikut adalah penjelasan
sifatnya, sifat yang paling dominan dari academic writing ini adalah sifatnya
yang kaku. Telah dijelaskan pada class review saya yang berjudul “mimpi dan
pelangi” bahwa academic writing ini bersifat kaku.
Academic writing dikatakan bersifat formal karena
dilihat dari tujuan awalnya yakni untuk memenuhi tugas akhir kita sebagai
mahasiswa. Dapat dibayangkan bila academic writing ini informal dan akan dibaca
oleh dosen atau bahkan oleh profesor, sungguh aneh.
Kritis, academic writing bersifat kritis disebabkan
adanya proses pencarian fakta-fakta. Fakta ini ditemukan terutama dengan
membaca teks yang berhubungan dengan topik yang akan kita tulis untuk pembuatan
academic writing. Saat membaca, kekritisan adalah hal yang paling penting. Bila
sudah bisa membaca dengan kritis tentu tulisan yang kita buat juga akan kritis.
Berstruktur, fokus, dan sistematis menjadi sifat
yang penting pula untuk membuat sebuah academic writing. Seperti yang telah
diketahui ada syarat-syarat untuk menulis academic writing. Harus mengikuti
langkah-langkah yang juga telah ditentukan.
2.
Critical
thinking
Writing empat menuntut para penulis untuk berpikir
kritis. Berpikir kritis di sini berarti kita selalu berpikir terlebih dahulu
sebelum melakukan suatu tindakan. Berpikir kritis berarti juga selektif. Saat
kita menemukan sesuatu sebut saa sebuah bacaan, sebagai orang yang berpikir
kritis tentu akan memilih dan memilah mana yang akan diserap.
3.
Writing
as a profesionalism
Dosen
kami, Mr. Lala Bumela berharap bahwa menulis ini bisa dijadika suatu
prosesionalisme. Menulis memang butuh sebuah komitmen, keprofesionalan dalam
menulis akan memicu seberapa bagus tulisan yang dihasilkan. Keprofesionalan
dalam menulis dapat terjadi bila kita menganggap menulis itu adalah cara, cara
ini dapat diwujudkan sebagai :
a. A
way of knowing something
Untuk
mengetahui sesuatu, menulis adalah salah satu cara yang paling tepat. Dengan
menulis berarti kita diwajibkan untuk membaca terlebih dahulu dan kemudian
mengembangkan apa yang telah kita baca dalam bentuk tulisan. Hal ini menandakan
bahwa menulis merupakan cara untuk mengetahui sesuatu selain membaca.
b. A
way of representing something
Tulisan tidak dapat sembarangan saja
ditulis. Saat tulisan sudah tercipta sekalipun, penulis tidak dapat begitu saja
meluncurkan tulisannya kepada pembaca. Penulis harus dengan cermat menampilkan
hasil tulisannya kepada pembaca, seperti halnya saat orang menampilkan dirinya
kepada publik dengan menggunakan suatu pakaian.
Dalam menulis, hal ini berkaitan dengan
“voice”. Voice disini mungkin dapat disetarakan dengan pemikiran seorang
penulis. Ya, karena di dalam voice ini ada sebuah hubungan yang sangat-sangat
dekat antara penulis dan apa yang ditulis olehnya. Voice is part of us, a
writer and there is no wrong voice but
there is a different voice. Itu semua karena setiap orang pasti memiliki
pemikirannya masing-masing, dan tidak pernah ada yang salah dari setiap
pemikiran melainkan hanyalah adanya perbedaan.
c. A
way of reproducing something
Untuk
menjadikan menulis sebagai bentuk profesionalisme, kita harus yakin bahwa
menulis merupakan sebuah cara untuk mempoduksi sesuatu. Sesuatu ini bisa
diperluas menjadi tiga macam yakni informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
Masih teringat
di benak ini Mr. Lala pernah mengatakan kepada kami bahwa menurut Prof. Chaedar
Alwasilah menulis berarti memproduksi pengetahuan. Awalnya, sesuatu itu
diciptakan dari mengetahui sebuah informasi terlebih dahulu. Informasi ini
didapatkan saat dan setelah kita membaca. Tahap selanjutnya, informasi itu
dijadikan sebuah pengetahuan. Banyak orang dapat merubah setiap informasi
sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua orang dapat menjadikan pengetahuan itu
sebagai hal yang lebih bermakna lagi yaitu sebuah pengalaman.
Mr. Lala menanyakan suatu pertanyaan
besar, “who are you in my class?”. Disadari
atau tidak, kita adalah multilingual reader dan sekaligus multilingual writer.
Buktinya, saat Mr. Lala memberikan teks bahasa inggris dan bahasa indonesia
kita dapat membaca keduanya. Saat Mr. Lala meminta kita untuk menulis teks
dalam bahasa indonesia ataupun inggris kita juga bisa menulisnya. Ken Hyland
dalam bukunya yang berjudul second
language writing bertulis “between writing and reading that is a close
relationship”
Reader dan writer memiliki hubungan
yang dekat, tetapi sebelum menjadi reader dan writer pasti ada teks dan konteks
terlebih dahulu. Menurut Mikko Lehtonen,
teks itu tidak hanya berupa sekumpulan kata kata, simbol-simbol juga dapat
dikatakan sebagai teks. Dari teks, konteks, reader, dan writer, semua itu akan
membawa kita kepada meaning.
Lehtonen menulis “meaning are ‘here, there, and everywhere”. Bila digambarkan
akan seperti ini.
text
|
context
|
reader
|
writer
|
MEANING
Jadi, pada dasarnya semua yang dibahas
disetiap pembelajaran itu akan bermuara ke dalam sebuah makna. Kita hidup di
dunia yang penuh makna. Hal sekecil apapun pasti memiliki makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic