We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014

Class Review 2


Bergegas Melesat 

Siang ini langit terlihat kelabu. Cahaya matahari hanya mengintip kecil dari atas sana. Suasana langit laksana mengajak kita untuk sejenak berdoa untuk saudara-saudara kita yang sedang dilanda bencana di timur jawa sana. Ya, salah satu gunung berapi aktif di Indonesia yang tepatnya berada kira-kira 27 km sebelah timur pusat kota Kediri, Jawa Timur mengamuk pukul 10 malam tanggal 13 Februari 2014.
            Situasi ini cukup membuat jantung memompa darah lebih cepat dari biasanya. Bergetar hati ini saat terdengar berita duka yang di alami bangsa ini, Indonesia. Sadar, menjadi manusia yang di turunkan oleh Allah SWT ke dunia ini sebagai khalifah merupakan hal yang teramat sangat sulit. Menjaga alam sekitar saja kita belum mampu. Tuhan, bantu kami menjaga alam ini.
            Selasa, 11 Februari 2014 juga menjadi hari yang cukup mendebarkan bagi saya. Hari dimana saya harus memperlihatkan hasil tulisan perdana saya di semester IV ini kepada Mr. Lala Bumela. Awalnya hati ini terasa baik, saat pertama memasuki kelas dan mengikuti dua mata kuliah sebelum mata kuliah beliau. Pun saat giliran Mr. Lala memasuki kelas, hati ini masih tenang. Situasi berubah saat beliau mengatakan bahwa beliau akan bertanya beberapa pertanyaan atas tulisan yang telah saya buat. Tak perlu ada kekhawatiran memang, karena saya menulis sendiri tulisan saya dan saya pun cukup memahami apa yang saya tulis. Tidak pernah terpikirkan mengapa saat Mr. Lala bertanya pasti jantung ini akan berdetak lebih kencang.
            Lupakan. Sesi tanya jawab itu sudah lewat, saatnya untuk melanjutkan pembahasan lain. Seperti mengingatkan, Mr. Lala memaparkan lebih dekat apa yang akan kita pelajari di mata kuliah writing 4 ini. Ini memang baru pertemuan kedua, tetapi tak ada waktu untuk bermalas-malsan. Harus segera beranjak membahas hal yang lebih dalam lagi dan lebih jauh lagi.
Hidup ini sebenarnya memili siklus yang sangat sederhana, namun sulit untuk mengikuti alur dari siklus itu. Siklus hidup kita diawali dengan berpikir, dilanjutkan dengan membaca, lalu menulis, akan seperti itu seterusnya. Kita hanya perlu terus berada pada lintasan itu. Writing 4 memiliki tiga fokus, yaitu :
1.      Academic writing
Academic writing memiliki sifat yang berbeda dengan writing yang lain. Sifat academic writing antara lain adalah kaku, formal, kritis, berstruktur, berfokus, dan sistematis. Berikut adalah penjelasan sifatnya, sifat yang paling dominan dari academic writing ini adalah sifatnya yang kaku. Telah dijelaskan pada class review saya yang berjudul “mimpi dan pelangi” bahwa academic writing ini bersifat kaku.
Academic writing dikatakan bersifat formal karena dilihat dari tujuan awalnya yakni untuk memenuhi tugas akhir kita sebagai mahasiswa. Dapat dibayangkan bila academic writing ini informal dan akan dibaca oleh dosen atau bahkan oleh profesor, sungguh aneh.
Kritis, academic writing bersifat kritis disebabkan adanya proses pencarian fakta-fakta. Fakta ini ditemukan terutama dengan membaca teks yang berhubungan dengan topik yang akan kita tulis untuk pembuatan academic writing. Saat membaca, kekritisan adalah hal yang paling penting. Bila sudah bisa membaca dengan kritis tentu tulisan yang kita buat juga akan kritis.
Berstruktur, fokus, dan sistematis menjadi sifat yang penting pula untuk membuat sebuah academic writing. Seperti yang telah diketahui ada syarat-syarat untuk menulis academic writing. Harus mengikuti langkah-langkah yang juga telah ditentukan.

2.      Critical thinking
Writing empat menuntut para penulis untuk berpikir kritis. Berpikir kritis di sini berarti kita selalu berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan suatu tindakan. Berpikir kritis berarti juga selektif. Saat kita menemukan sesuatu sebut saa sebuah bacaan, sebagai orang yang berpikir kritis tentu akan memilih dan memilah mana yang akan diserap.

3.      Writing as a profesionalism
Dosen kami, Mr. Lala Bumela berharap bahwa menulis ini bisa dijadika suatu prosesionalisme. Menulis memang butuh sebuah komitmen, keprofesionalan dalam menulis akan memicu seberapa bagus tulisan yang dihasilkan. Keprofesionalan dalam menulis dapat terjadi bila kita menganggap menulis itu adalah cara, cara ini dapat diwujudkan sebagai :
a.       A way of knowing something
Untuk mengetahui sesuatu, menulis adalah salah satu cara yang paling tepat. Dengan menulis berarti kita diwajibkan untuk membaca terlebih dahulu dan kemudian mengembangkan apa yang telah kita baca dalam bentuk tulisan. Hal ini menandakan bahwa menulis merupakan cara untuk mengetahui sesuatu selain membaca.
b.      A way of representing something
Tulisan tidak dapat sembarangan saja ditulis. Saat tulisan sudah tercipta sekalipun, penulis tidak dapat begitu saja meluncurkan tulisannya kepada pembaca. Penulis harus dengan cermat menampilkan hasil tulisannya kepada pembaca, seperti halnya saat orang menampilkan dirinya kepada publik dengan menggunakan suatu pakaian.
Dalam menulis, hal ini berkaitan dengan “voice”. Voice disini mungkin dapat disetarakan dengan pemikiran seorang penulis. Ya, karena di dalam voice ini ada sebuah hubungan yang sangat-sangat dekat antara penulis dan apa yang ditulis olehnya. Voice is part of us, a writer and there is  no wrong voice but there is a different voice. Itu semua karena setiap orang pasti memiliki pemikirannya masing-masing, dan tidak pernah ada yang salah dari setiap pemikiran melainkan hanyalah adanya perbedaan.
c.       A way of reproducing something
Untuk menjadikan menulis sebagai bentuk profesionalisme, kita harus yakin bahwa menulis merupakan sebuah cara untuk mempoduksi sesuatu. Sesuatu ini bisa diperluas menjadi tiga macam yakni informasi, pengetahuan, dan pengalaman.
Masih teringat di benak ini Mr. Lala pernah mengatakan kepada kami bahwa menurut Prof. Chaedar Alwasilah menulis berarti memproduksi pengetahuan. Awalnya, sesuatu itu diciptakan dari mengetahui sebuah informasi terlebih dahulu. Informasi ini didapatkan saat dan setelah kita membaca. Tahap selanjutnya, informasi itu dijadikan sebuah pengetahuan. Banyak orang dapat merubah setiap informasi sebagai pengetahuan, tetapi tidak semua orang dapat menjadikan pengetahuan itu sebagai hal yang lebih bermakna lagi yaitu sebuah pengalaman.
            Mr. Lala menanyakan suatu pertanyaan besar, “who are you in my class?”. Disadari atau tidak, kita adalah multilingual reader dan sekaligus multilingual writer. Buktinya, saat Mr. Lala memberikan teks bahasa inggris dan bahasa indonesia kita dapat membaca keduanya. Saat Mr. Lala meminta kita untuk menulis teks dalam bahasa indonesia ataupun inggris kita juga bisa menulisnya. Ken Hyland dalam bukunya yang berjudul second language writing bertulis “between writing and reading that is a close relationship”
            Reader dan writer memiliki hubungan yang dekat, tetapi sebelum menjadi reader dan writer pasti ada teks dan konteks terlebih dahulu. Menurut Mikko Lehtonen, teks itu tidak hanya berupa sekumpulan kata kata, simbol-simbol juga dapat dikatakan sebagai teks. Dari teks, konteks, reader, dan writer, semua itu akan membawa kita kepada meaning. Lehtonen menulis “meaning are ‘here, there, and everywhere”. Bila digambarkan akan seperti ini.

 text
|
context
|
reader
|
writer
|
MEANING
 
            Jadi, pada dasarnya semua yang dibahas disetiap pembelajaran itu akan bermuara ke dalam sebuah makna. Kita hidup di dunia yang penuh makna. Hal sekecil apapun pasti memiliki makna.
             

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic