We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 13 Februari 2014

MENULIS LEBIH BAIK

APPETIZER ESSAY


Menulis merupakan hal yang menarik.  Lebih baik daripada berbicara, karena terkadang ketika kita berbicara ada beberapa hal yang lupa.  Dengan menulis kita dapat menuangkan ide yang menarik kita yang kita punya.
(Bukan) Bangsa Penulis, Surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 152/E/T/2012, tertanggal 27 Januari 2012 kepada para rektor, ketua, direktur perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia tentang karya ilmiah telah memicu pro dan kontra di lingkungan kampus sejalan dengan sudut pandang dan peran masing-masing. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) terang-terangan memboikot aturan tersebut.
Menurut Dirjen pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, yakni hanya sekitar sepertujuh.  Seharusnya Indonesia lebih meningkatkan karya ilmiah jangan mau kalah dengan Malaysia.  Kegiatan menulis dalam rangka membuat karya ilmiah harus dilatih atau dibiasakan sejak dini.  Minimal pada saat sekolah menengah atas (SMA) bahkan tingkat SMP.  Agar ketika kita sudah menjadi mahasiswa atau pada tigkat perguruan tinggi sudah terbiasa membuat karya ilmiah.
Kemampuan menulis artikel jurnal seperti diimbau oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi adalah tingkat tinggi, yakni kemampuan dalam mereproduksi ilmu pengetahuan.  Para sarjana setelah membaca berbagai informasi dan melakukan penelitian harus mampu mengajukan sudut pandang baru dalam bentuk kesimpulan, rumus, atau teori untuk memperkaya khazanah pengetahuan.
               Selama ini untuk kelulusannya, mahasiswa harus menulis skripsi, tesis, atau disertasi dengan kekhasan bidang studi masing-masing.  Jadi apa bedanya antara skripsi, tesis, atau disertasi?  Semuanya masuk genre tulisan akademik (academic writing).  Secara garis besar dengan menulis skripsi mahasiswa belajar menulis akdemik, dengan tesis mahasiswa belajar meneliti dan dengan disertasi mahasiswa membangun teori atau rumus baru.  Semuanya melaporkan hasil telaahan, pengamatan atau ekperimen.
            Di perguruan tinggi kita mewajibkan mahasiswa menulis skripsi, tesis dan diseertasi, karena itulah ajang yang jitu untuk mengasah keterampilan menulis, meneliti, dan melaporkannya secara akademik.  Dengan demikian, mereka telah memiliki keterampilan menulis untuk diterapkan pada bidang atau profesi masing-masing.
            Kini di Indonesia mungkin ada sekitar 60 ribu orang mahasiswa pada prodi sastra dan budaya, yakni sekitar 2,22 % dari total mahasiswa.  Akan lebih realistis bila mereka untuk kelulusannya diwajibkan menulis cerita pendek atau bahkan novel daripada artikel jurnal.  Untuk menyiapkan ilmuwan dan peneliti yang produktif menulis, para siswa harus dipaksa jatuh cinta pada karya sastra.  Mewajibkan menulis artikel jurnal untuk kelulusan S-1 dan S-2 rasanya tidak tepat, sebab akan menyebabkan penumpukan mahasiswa di akhir program yang pasti menuntut biaya hidup, SPP, dan biaya-biaya lainnya,  yang realistis adalah mewajibkan para dosen setiap tahun menulis artikel jurnal ata buku teks.  Jadi, yang tidak bisa menulis sebaiknya jangan bermimpi jadi dosen!
Selain harus menjadi penulis yang baik kita juga harus menjadi pembaca yang baik juga.  Membaca adalah salah satu cara untuk menambah wawasan kita, memperluas pengetahuan dan mendapatkan berbagai informasi.  Ketika mensurvei, disalah satu sekolahan.  Hampir 95% siswa menyalahkan diri mereka sendiri.  Mereka mengatakan bahwa mereka tidak memilki latar belakang membaca yang tepat.  Keahlian penulis sangat tinggi, mereka tidak bisa berkonsentrasi ketika membaca.
 Pembaca kritis mengembangkan kesadaran tentang bentuk, isi dan konteks . Formulir mengacu pada simbol-simbol linguistik yang dipekerjakan oleh penulis , isi mengacu pada makna atau substansi yang dibahas dan konteks mengacu pada lingkungan sosial dan psikologis ketika tulisannya diproduksi .
Ketika pembaca mengatakan , " Saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang sama ‘ia / dia sebenarnya diri - kontradiktif . Pembaca , khususnya mahasiswa pascasarjana , secara sukarela membaca apa yang mereka anggap menarik atau relevan dengan latar belakang mereka . Jelas, self- kontradiktif menunjukkan kurangnya kepercayaan.
Mereka menganggap keahlian penulis sangat tinggi sehingga mereka menjauhkan diri dari penulis dengan keputusasaan.  Semua tanggapan sampel survei tersebut adalah indikasi dari profilkeaksaraan lulusan Universitas dan mencerminkan bagaimana pendidikan bahasa terjadi di negara ini.
Pendekatan koneksi membaca-menulis percaya bahwa tingkat membaca menentukan kekuatan tulisan.  Pengetahuan terakumulasi melalui membaca, sementara menulis adalah menempatkan pengetahuan kedalam kertas.. kita harus dilatih untuk berbagi pengalaman mereka segera melalui tulisan.  Praktek yang umum disekolah-sekolah adalh untuk menunda menulis panjang setelah membaca.  Akibatnya, keterampilan menulis kurang berkembang dari keterampilan membaca.  Penundaan tersebut telah mengembangkan sikap bahwa menulis lebih unggul membaca, dan penulis dengan implikasi lebih unggul membaca.  Para siswa lebih minat membaca ketika tulisannya berbahasa indonesia karena menurut mereka tulisan berbahasa indonesia lebih dimengerti.

Jadi, pada intinya dari pembahsan diatas tingkatkan membaca agar tidak kesulitan ketika disuruh menulis karena dengan membaca kita mendapatkan ilmu pengetahuan baru kemudian cara mengabadikan pengetahuan tersebut yaitu dengan menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic