MENULIS JANGAN SEPERTI “OBOR BARALAK”
Tinta ku kembali lagi
mengukuir dan menjelajah kemampuan ku, entah sampai kapan semua ini bisa
ditaklukan. Tinta sebanyak lautan pun
tidak akan cukup untuk mengukirnya, dan untuk
meneteskan tinta tersebut, saya harus mempersiapkan fisik (endurance) sekuat
baja. Saya tidak ingin seperti “OBOR BARALAK”, yang
berarti hanya diawal semangat menggebu-gebu dan berkobar tetapi ditengah
perjalanan api nya padam karena kehabisan bahan bakar. Begitu pula dengan
mempelajari writing, saya tidak ingin menyerah di tengah perjalanan dan saya
sudah mempersiapkan fisik yang penuh stamina untuk menghadapinya. Dan butuh pengorbanan yang sangat mahal, yang
tak seorang pun tahu harganya.
Michael Barber :
Sebuah Appetaizer Menulis Akademik Elements, yaitu:
1.
Kohesi:
Gerakan halus atau “aliran” antara kalimat dan paragraph.
2.
Kejelasan: Makna dari apa yang anda berniat
untuk berkomunikasi sangat jelas.
3.
Urutan
logis: Mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik,
penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
4.
Konsistensi:
Konsistensi mengacu pada keragaman pada keseragaman gaya penulisan.
5.
Unity:
Kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan topic yang dibahas dalam paragraph tertentu.
Ketika menulis rekayasa literasi, kita harus tahu terlebih dahulu
apa yang harus direkayasa, dan hubungannya ada dimana???
DIMENSI MEMBACA DAN MENULIS
LINGUISTIK (TEXT)> KOGNITIF (MIND) > PERKEMBANGAN
(GROWTH) > SOSIOKULTURAL (GROUP)
v Dimensi
pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan menulis utu memerlukan pengetahuan yang mencakup:
o
System bahasa untuk membangun makna seperti jenis dan
struktur teks, morfologi, sintaksis, semantic, ortografi.
o
Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis.
o
Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah,
lembaga, etnis, agama, pekerjaan, status social.
v Dimensi
pengetahuan kognitif (fokus pada minda)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan:
o
Aktif, selektif, dan konstruktif saat membaca dan
menulis.
o
Memanfaatkan pengetahuan yang ada (schemata) untuk
membangun makna.
o
Menggunakan proses mental dan strategi untuk
menghasilkan makna (memprediksi, memonitor, mengevaluasi, merevisi, merespons,
menarik, simpulan, membangun koherensi).
v Pengetahuan perkembangan
(fokus pada pertumbuhan)
Menjadi literat itu adalah prosses “menjadi” atau secara berangsur
menguasai sejumlah pengetahuan ihwal:
o
Pembelajar yang aktif dan konstruktif dalam
perkembangan literasinya.
o
Pemakai berbagai strategi dan proses mengkonstruksi
berbagai dimensi literasi seperti pengumpulan data, menunjukan hipotesis,
menguji hipotesis.
o
Pengamatan atas dan melakukan transaksi dengan mereka
yang lebih fasih didalam dan diluar kelompok social dalam lembaga seperti
terkait dalam etnik, budaya, agama, keluarga, pekerjaan, sekolah.
o
Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca
dan mendukung kegiatan (perkembangan keterampilan) menulis dan sebaliknya.
o
Bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian
dan dukungan system komunikasi alternative, seperti seni music, matematika.
v Pengetahuan sosiokultural
(fokus pada kelompok)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan ihwal:
o
Tujuan dan pola literasi yang beragam sesuai dengan
kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan.
o
Aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan
bahasa tulis sesuai dengan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan.
o
Fitur-fitur linguistis dari berbagai teks untuk
berbagai tujuan di dalam dan silang kelompok social dan lembaga seperti terkait
suku bangsa, budaya, agama, keluarga, sekolah, lembaga.
o
Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelompok
social.
v Kegiatan literasi
Selalu secara serentak melibatkan keempat dimensi (bahasa, kognitif, social,
dan perkembangan). Literasi tidaak
sederhana sekedar menguasai alphabet atau sekedar mengerti hubungan antara
bunyi dengan symbol tulisnya, tetapi symbol itu difungsikan secara bernalar
dalam konteks social. Dan kualitas
literasi berkembang seiring dengan kematangan diri. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
tingkat literasi seseorang. Bila pendidikan
seseorang relative tinggi tetapi tingkat literasinya relative rendah (pada
umumnya ilmuan Indonesia kurang produktif menulis), bisa jadi karena pendidikan
literasinya kurang maksimal, atau karena sudut pandang (paradigma) yang berbeda
ihwal (pendidikan)literasi.
Ok, kembali kepada
pembahasan Mr. lala
Teks itu bersifat :
1. Verbal
2. Visual
3. Tertulis
Semiotika teks adalah cabang semiotika,
yang secara khusus mengkaji teks dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Analisis teks adalah cabang dari semiotika
teks, yang secara khusus mengkaji teks sebagai sebuah “Produk penggunaan bahasa”
berupa kumpulan atau kombinasi tanda-tanda.
Teks didefinisikan sebagai pesan-pesan, baik menggunakan tanda verbal
maupun visual, dan secara lebih spesifik adalah pesan tertulis yaitu produk
bahasa dalam tulisan. Tanda merupakan bagian
dari kehidupan social.
Menurut Saussure “tanda”
merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu:
1. Bidang penanda
(signifier) yaitu untuk menjelaskan ”bentuk” atau “ekspresi”.
2. Bidang petanda
(signified) yaitu untuk menjelaskan “konsep” atau “makna”.
Sedangkan menurut Charles Sander Peirce, mengelompokan tanda
kedalam tiga jenis, yaitu: indeks, ikon, symbol. Indeks adalah tanda dimanan hubungan penanda
(signifier) dan petanda (signified) di dalamnya bersifat kausal. Seperti hubungan antara asap dan api . ikon adalah tanda dimana hubungan antara
penanda dan petandanya bersifat keserupaan (simili-tude). Dan symbol adalah tanda yang hubungan penanda
dan petandanya bersifat arbitrer atau konvensional. Analisis teks beroprasi pada dua jenjang,
yaitu:
1. Analisis tanda
secara individual (jenis tanda, mekanisme).
2. Analisis tanda
sebagai sebuah kelompok atau kombinasi (kumpulan tanda-tanda yang membentuk apa
yang disebut “teks”).
Study teks juga mempunyai beberapa cabang, diantaranya
adalah: hermeneutika (hermeneutics), retorika (rhetorics), narasi (narrative),
chronemiks (semiotika waktu), bahasa tubuh (body language).
Jadi, bagaimana literasi diajarkan, ya bergantung pada paradigma
ihwal literasi itu. Secara turun-temurun,
wacana pembelajaran bahasa terfokus pada empat ketermpilan bahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis). Dalam pembelajaran
bahasa asing, istilah atau pendekatan literasi kurang dikenal. Istilah yang lazim dikenal oleh para guru
adalah empat keterampilan berbahasa, paling-paling plus budaya, dan hampir
tidak pernah menyebut sastra. Mengajarkan
literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara funsional mampu
berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sastra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic