We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Selasa, 25 Februari 2014

Mentari Diufuk Barat



Class review 3

Mentari di ufuk barat kian menampakan sinarnya. Burung-burung berkicauan untuk menyambut indahnya pagi. Tapi, sepertinya pagi ini akan terlelap dalam awan mendung yang datang silih berganti. Suara petirnya seakan menusuk sampai ke tepi-tepi jantungku. Lewat hembusan angin yang terus menyapa, tanganku memulai untuk  menari di atas kertas bersama tinta unguku. Meskipun tetesan hujan akan jatuh ke hamparan rumput hijau, namun ide-ideku akan terus mengalir di atas hamparan kertas.
Kali ini aku tidak akan menggambarkan malam untuk mengarungi lautan academic writing. Pada pertemuan kali ini aku akan mengarunginya academic writing  bersama mentari di ufuk barat. Sudah tiga pertemuan dalam melewati academic writing, aku mulai menemukan tantangan yang luar biasa untuk ke pertemuan empat. Aku pasti bisa melewatinya !!!. 19 Februari 2014 merupakan pertemuan ke tiga dengan Writing 4. Pertemuan ke tiga membahas habis tentang rekayasa literasi dan praktek literasi. Bagaimana pandangan Lehtonen dalam mengerangkan tentang text serta dari sumber-sumber yang lain. Pengenalan tentang critical review.
Berulang kali sepertinya ku katakan sebelum membahas ke materi pokok, sebaiknya iklan terlebih dahulu. Sudah satu bulan mengarungi lautan academic writing, dalam sebulan itu kita harus mempunyai endurance. Endurance dalam hal ini adalah bagaimana fisik atau keadaan kita? Apakah daya tahan dalam tubuh kita siap untuk mengarungi lautan academic writing lagi? Yang konon katanya akan lebih kompleks dalam pembahasannya. Dalam satu bulan ini kita dilatih untuk mempertahankan antibody kita, supaya fisik kita kuat untuk mengarungi lautan. Kalau antibody atau daya tahan tubuh kita lemah bisa berdampak pada semua hal, karena nikmat yang paling sempurna adalah kesehatan.

            

Berbicara mengenai bahasa. Bahasa bagaikan hembusan nafas untuk kehidupan manusia. Lewat bahasa manusia dapat mengapresiasikan semua hal, salah satunya adalah berkomunikasi. Dalam hal berkomunikasi di kehidupan sehari-hari, apakah kita menggunakan satu atau dua bahasa atau mungkin lebih dari dua? Jika kita menggunakan lebih dari dua bahasa untuk berkomunikasi sehari-hari maka kita disebut multilingual,namun apabila kita menggunakan dua bahasa saja maka kita disebut bilingual, dan apabila kita menggunakan satu bahasa saja untuk berkomunikasi sehari-hari maka kita disebut monolingual. Begitu pula dengan menulis.
 

Menulis juga seperti berkomuikasi. Dalam menulis tidak hanya terpaku terhadap satu bahasa saja, melainkan kita dapat mengapresiasikan lewat bahasa lain. Seperti yang dikatakan oleh Mr lala In my very own perspective you are A MULTILINGUAL WRITER, who writes effectively in L1 and L2 effectively;who serves as a critical reader both in L1 and L2; who transforms yourself from a student of language into a student of writing; who can make informed choices in life; who can change the world”. Seorang penulis yang baik bukan hanya terpaku dengan bahasa yang menurutnya sukai saja, namun ia juga harus mampu mengubah ke bahasa yang lainnya, seperti A. Chaedar Alwasilah. Bukan hanya menulis dan bebicara saja, tetapi literasi juga terlibat. Literasi itu harus diaktualisasikan dengan bahasa lain. Contohnya dual transmission yang harus mendesain secara hati-hati.
Mari kita mulai ke pembahasan inti mengenai rekayasa literasi. Dalam buku “Rekayasa Literasi” yang ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah, yang direkayasa literasi di Indonesia adalah proses belajar bahasanya. Bahasa dalam hal ini yaitu belajar writing dan reading. Yang perlu ditekankan dalam pendidikan di Indonesia adalah kemampuan membaca dan menulis. Seperti layaknya rekayasa genetic dalam ilmu pengetahuan alam atau kedokteran. Yang direkayasa adalah genetiknya. Patutunya kita memikirkan mengapa literasi di Negara Indonesia melemah dan terus teringgal dengan Negara-negara lain? Jawaban yang mungkin tepat yaitu karena proses pengajarannya. Menurut A. Chaedar Alwasilah bahwa “Membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang professional, dan guru yang professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang professional juga”. Berarti yang  pertama dibenahi adalah lembaga pendidikan.
Sebuah lembaga pendidikan layaknya manusia yang hakikatnya sebagai makhluk social.  Lembaga pendidikan juga memerlukan orang lain untuk dapat terus berkembang. Membutuhkan sarana pendidikan, pendidik, peserta didik, dan kurikulum yang harus ada disetiap sekolah. Namun pada kenyataannya dalam pembelajaran membaca dan menulis di Indonesia, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket untuk materi ajar dan metodologi mengajarnya.
Apakah untuk mengembangkan kemampuan membaca dan menulis peserta didiknya  hanya cukup memberikan materi dalam buku LKS (lembar kerja sisiwa) dan buku paket? Kemampuan membaca dan menulis itu tidak akan berkembang jika tidak dibarengi dengan praktek. Praktek menulis itu bisa berupa menulis apa yang telah telah diajarkan dikelas(review). Seseorang bisa menulis karena memiliki kemampuan membaca yang tinggi. Proses dan hasil pembelajaran bahasa di sekolah sering dijadikan rujukan dalam upaya mengukur literasi.
Negara yang mampu mengembangkan literasi yang tinggi, berarti Negara tersebut kemampuan membaca, menulis, memecahkan masalah, tingkat kebersihan, mengembangkan potensinya sudah tinggi. Bukan hanya itu saja, pengajaran bahasa yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi ini secara serempak, aktif dan terintegrasi. Dia menggunakan bahasa secara efektif dan efesien.
Pada gambar di atas mengenai dimensi membaca dan menulis, pada bagian kognitif , kemampuan membaca dan menulis butuh pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan yang ada itu untuk membangun makna. Selanjutnya mengenai perkembangan. Menjadi literat itu adalah proses yang terjadi secara berangsung-angsur. Dalam pertumbuhan juga membutuhkan pengetahuan untuk mengembangkan literasi. Peranan sosioculture juga ikut terlibat di dalamnya. Kita bukan hanya mampu membaca dan menulis secara individual saja. Namun mampu berinteraksi dalam kemampuan membaca dan menulis dalam kelompok,, lembaga, masyarakat, dan sekolah supaya dapat berinteraksi dengan yang lain dalam membangun literasi.
Pembahasan selanjutnya mengenai meaning yang terdapat dalam buku “The Culture Analysis of Text”. Menurut Lehtonen “Text itu sebagai semiotic”. Mengapa text bisa disebut semiotic? Padahal kita tahu bahwa semiotic adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Teks bisa dilihat dari dua sudut yaitu fisik dan semiotic. Teks yang pasti makhluk fisik, tetapi disisi lain juga bisa sebagai semiotic. Sebaliknya, teks dapat menjadi makhluk semiotic hanya ketika mereka memiliki beberapa bentuk fisik.
Teks sebagai makhluk semiotic. Teks bisa berbentuk tulisan, pidato, gambar, music atau bisa disebut simbol.  Yang terpenting ketika menggambarkan suatu symbol di dalam teks harus benar-benar jelas. Supaya makna yang dihantarkan itu jelas kepada pembaca. Dalam bentuknya teks ditandai dengan tiga ciri, yaitu :
1.      Fisik dan material
Dengan adanya keberadaan fisik teks itu akan selalu memiliki basis material, karena sifat fisik dan material itu merupakan sesuatu yang harus ada dalam teks.
2.      Formal
tanda-tanda yang diposisikan dalam hubungan temporal dan lokal tertentu dengan tanda-tanda lain, di mana mereka membentuk unit terorganisir yang berbeda pada tingkat hirarki yang berbeda,  seperti huruf, kata , kalimat atau seluruh teks.
3.      Memiliki makna semantic
Dalam makna semantic membahas tentang mereka mengacu pada sesuatu di luar dirinya , apakah memiliki ruang  lingkup alam atau budaya , atau apakah non - tekstual atau tekstual fenomena?
Pembahasan yang terakhir mengenai pengenalan critical review.  Critical review adalah summary dan evaluasi ide-ide dan informasi dalam sebuah artikel atau text. Teks mengungkapkan sudut pandang sang penulis di dalam objek yang sudah dketahui. Dalam membuat critical review harus berfikir untuk mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan materi laporan yang disajikan. Dalam critical review mengenal yang namanya evaluasi. Evaluasi ini dapat melibatkan untuk menganalisis isi dan konsep teks, memisahkannya menjadi komponen utama dan kemudian memahami pendapat itu saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.
Dalam critical review juga memliki structure yaitu introduction, summary, main body (critique), conclusion and references. Introduction memulai dengan kalimat pembuka tentang penyataan sang penulis, dan perlu diperhatiakan untuk judul itu harus memberikan penjelasan terhadap topic yang akan dibahas. Pada akhir introduction memberikan pernyataan singkat untuk teks yang akan dievaluasi. Summary ini maksudnya memberikan kesimpulan poin utama dari artikel dan beberapa contoh. Penjelasan singkat tentang tujuan penulis dan organisasi teks juga dapat ditambahkan. Bagian dari critical review harus tidak lebih dari sepertiga atau keseluruhan.
Main body (ritique) ini membahas dan mngevaluasi kekuatan dan kelemahan fitur penting dari teks. Diskusi harus didasarkan pada criteria tertentu dan termasuk smber-sumber lain ntuk memdukungnya(dengan referensi). Yang terakhir adalah conclusion itu membahas kembali pendapat keseluruhan teks, juga dapat mencakup rekomendasi dan beberapa penjelasan lebih lanjut tentang penilaian untuk menunjukan bahwa itu adil dan wajar.
Pada main body mengevaluasinkekuatan dan kelemahan fitur penting dari teks. Mr Lala memberikan pertanyaan yang harus dijawab setelah membuat critical review, yaitu:
1.      What  type of audience is the author targeting her article at?
Answer : The author targeting at the third paragraph.
2.      What are the central claims in his/her argument?
Answer : My argument central claims issue the student to harmony religion.
3.      What evidence does he/she use to back up the point she is making?
Answer : Tawuran, bentrokan antar umat beragama and terorisme.
4.      Does the author make any claims that are not backed up by evidence?
Anwer : yes, he does.
5.      Do you think that the evidence is sufficient, for an article in academic text book?
Answer : yes, I think my academic text book the evidence is sufficient.
6.      Does the author use any emotive word or statement?
Answer : yes, such as (apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia, etc)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Dalaam rekaya literasi yang direkayasa adalah proses belajar writing and reading. Negara yang mampu mengembangkan literasi yang tinggi berarti Negara tersebut kemampuan membaca, menulis, tingkat kebersihan, mengembangkan potensi dirinya sudah tinggi. Bukan hanya itu saja, pengajaran bahasa yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi (linguistic, kognitif, perkembangan dan sosiokultural) ini secara serempak, aktif dan terintegrasi serta menggunakn secara efektif dan efesien. Beralih ke critical review, critical review adalah summary dan evaluasi ide-ide dan informasi dalam sebuah article atau teks. Critical review mempunyai empat structure, yaitu introduction, summary, main body(critique) dan conclusion.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic