Appertizer
essay
Membaca dan menulis adalad dua hal penting yang ada dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah dan universitas. Banyak dari kita yang
beranggapan bahwa kegiatan membaca lebih menyenangkan dari pada menulis, ada juga
yang beranggapan sebaliknya. Tetapi ada juga yang beranggapan bahwa keduanya
adalah kegiatan yang menyenangkan dan sebaliknya ada yang mengatakan bahwa
keduanya adalah kegiatan yang membosankan.
Membahas tentang mana yang lebih penting antara
membaca dan menulis tidak aka nada habisnya. Keduanya bagai sepasang sandal
yang saling membutuhkan satu sama lain tanpa harus menyingkirkan salah satunya.
Seperti tiga wacana berikut yang membahas tentang membaca dan menulis secara
garis besar keuntungannya untuk suatu Negara.
Wacana pertama yang ditulis oleh Dr. A. Chaedar Alwasilah berjudul “(Bukan) Bangsa Penulis” berisi tentang
sangat sedikitnya sarjana lulusan PT yang tidak bisa menulis, bahkan termasuk
dosennyapun tidak bisa menulis. Bagaimana mungkin Indonesia yang mempunyai
jumlah penduduk sepersepuluh lebih banyak dari jumlah penduduk Malaysia bisa kalah
dari segi produktivitas karya ilmiah ?Sebuah pekerjaan rumah yang harus segera
kita benahi.
Mengenai artikel jurnal, saya setuju dengan Dr.
Chaedar bahwa artikel jurnal seharusnya diwajibkan untuk para dosen, dan jujur
saya sendiri tidak begitu mengerti tentang pembuatan jurnal. Dr. Chaedar
menegaskan hal tersebut dengan menulisnya dalam sebuah paragraf.
“Jurnal itu ajang silaturahmi intelektual dan
professional bagi para dosen agar ilmunya tetap terbarukan, tidak ketinggalan
zaman. Artikel jurnal adalah bukti kepakaran dan spesialisasi keilmuan
penulisnya. Artikel jurnal seringkali sangat teknis, abstrak dan hanya
dimengerti oleh sesama pakar yang jumlahnya sangat terbatas. Karena itu tiras
jurnal sangat sedikit dibandingkan dengan tiras buku teks, majalah dan surat
kabar.”
Dari paragraf diatas sudah jelas bahwa jurnal bukan
diperuntukan bagi mahasiswa yang belum berpengalaman dalam penggarapan sebuah
jurnal. Tetapi, tidak salahnya juga dicoba bagi mahasiswa yang merasa mampu
untuk menggarap sebuah jurnal.
Dalam penggarapan jurnal dibutuhkan profesionalitas
yang tinggi dalam menjalankan projek jurnal dan dapat dipertanggungjawabkan
hasilnya. Dan ada kalimat yang saya sukai yaitu “Akan lebih realitas bila mereka
untuk kelulusannya diwajibkan menulis cerita pendek atau bahkan novel dari pada
menulis artikel jurnal. Untuk menyiapkan ilmuwan dan peneliti yang produktif
menulis, para siswa harus `dipaksa’ jatuh cinta pada karya sastra”.
Meskipun saya sendiri tidak terlalu suka menulis tetapi bukan berarti saya
tidak bisa menulis, bukan ? Tentunya, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
kita dalam menulis adalah dengan membiasakan menulis hal-hal kecil yang terjadi
di sekitar kita dan kita alami sendiri setiap hari. Dari hal-hal tersebut
mungkin akan tercipta sebuah karya yang dapat diperhitungkan.
Wacana kedua berjudul “Powerful Writers versus the Helpless Readers” yang masih ditulis
oleh Dr. Chaedar berisi tentang kegagalan pendidikan bahasa di Indonesia dalam
mengembangkan pembaca kritis. Ketika beberapa mahasiswa ditanya “Bila
Anada tidak mengerti teks yang Anda baca, apa alasannya ?” Dan berikut adalah jawaban-jawaban dari
survei yang dilakukan oleh Dr. Chaedar, kebanyakan dari mereka menjawab bahwa “mereka
tidak memiliki latar belakang membaca yang tepat, keahlian penulis yang tinggi,
membaca masih diluar kapasitas mereka sebagai pelajar baru, retorika itu
terlalu rumit, tidak bisa berkonsentrasi ketika membaca.”
Dari beberapa alasan diatas, saya setuju dengan
salah satu alasan yang mengatakan bahwa keahlian penulis yang terlalu tinggi.
Banyak diantara kita yang akan berhenti membaca ketika menemuka kata atau
kalimat yang sulit dimengerti ditengah-tengah bacaan. Kita akan beranggapan
bahwa bahasa yang penulis gunakan terlalu tinggi sehungga kita sulit untuk
memahaminya. Kemudian mereka biasanya akan mulai mengabaikan teks yang mereka
baca dan tidak melanjutkannya sampai selesai. Mereka tidak mencoba untuk
mencari tahu arti atau pengertian dari kata atau kalimat tersebut agar mereka
dapat memahami teks tersebut sepenuhnya.
Saya berani mengataka hal tersebut karena saya
sendiri terkadang mengalami hal serupa dan mengabaikannya. Padahal Dr. Chaedar
menulis bahwa tingkat membaca kita menentukan kekuatan menulis kita. Jadi, bagaimana bisa kita
ingin menulis jika kita tidak mau membaca ? lalu informasi apa yang
akan kita sampaikan jika kita tidak pernah mendapat informasi melalu membaca ? Sebuah
hubungan yang saling berkaitan erat antara membaca dan menulis yang tidak dapat
dipisahkan.
Wacana ketiga berjudul “Learning and Teaching process: More about Readers and Writers”
yang ditulis oleh C W Watson
merupakan sebuah wacana tanggapan terhadap tulisan Dr. Chaedar yang berjudul “Powerful Writers versus helpless Readers”.
Karena wacana ketiga ini berisi tanggapan atas tulisan Dr. Chaedar, jadi saya
tidak akan terlalu banyak memberikan pendapat saya terhadap wacana ini. Disini
saya hanya akan memberikan pendapat saya tentang sistem belajar bahasa asing di
universitas-universitas Inggris dan di Indonesia.
Sistem pengajaran bahasa asing di
universitas-universitas Inggris mempunyai tujuan mengajar siswa menguasai
bahasa asing sehingga mereka dapat berbicara, mendengarkan, memahami, membaca
dan menulis dengan benar, dan dimana mereka juga didorong untuk membaca
sebanyak mungkin. Sedangkan di Indonesia tujuan mempelajari bahasa asing adalah
untuk menyampaikan kepada siswa teori dan pengetahuan yang telah diperoleh para
dosen ketika mereka mendapatka pHD mereka diluar negeri.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat betapa
sistem pengajaran bahasa asing di Inggris terstruktur secara rapih. Sistem yang
diterapkan di Inggris sangat seimbang antara teori dan prakteknya sehingga
mereka dapat mengerti bahasa asing dari segi teori dan juga bisa mengucapkannya
dengan benar. Sedangkan disini, yang lebih ditekankan adalah dari segi teorinya
saja.
Dari ketiga wacana tersebut, ketiganya membahas
tentang hal yang sama yaitu membaca dan menulis. Dari ketiganya dijelaskan
betapa pentingnya keduanya dalam kemajuan suatu bangsa.Membudayakan membaca dan
menulis memang tidak mudah, tetapi kita bisa memulainya dengan membiasakan
untuk membaca dan menulis. Sesuatu yang menjdi kebiasaan akan terasa lebih
nyaman saat melakukannya, begitu juga dengan membaca dan menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic