We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 20 Februari 2014

Meaning = Text + Context + Writer + Reader



2nd Class Review

Sinar mentari di pagi ini tersenyum manis, semanis cokelat ketika cinta melekat.  Tetesan embun masih membekas di antara rimbunan tumbuhan.  Dalam kekosongan jiwa ada kekosongan raga.  Otakku terus berpikir saat ku lihat birunya langit, menatap putihnya awan yang bersih.  Sungguh alangkah nikmatnya saat panca indra ini dapat selalu merasakan karunia-Nya yang tiada tara.  Seperti halnya saat otakku mulai berpikir tentang materi yang dibahas pada pertemuan kedua kami dalam mata kuliah “Writing 4”, yaitu tentang meaning sebagai sebuah kesatuan dari text, context, writer, dan reader.  Bagi ku itu merupakan salah satu nikmat yang telah Allah berikan kepada ku.
Selasa, 11 Februari 2014 merupakan pertemuan kedua kami dalam mata kuliah “Writing 4”.   Di pertemuan kali ini, pak Lala kembali mengingatkan bahwa semester sekarang berbeda dengan semester sebelumnya.  Jika di semester dua lalu kami hanya dituntut untuk membuat tulisan yang sifatnya hanya untuk menghibur dan menginformasikan suatu hal kepada reader (pembaca) nya, maka di semester sekarang ini kami dituntut untuk membuat tulisan yang sifatnya lebih scientific, atau di dalam tulisan tersebut harus berisikan pengetahuan serta isu-isu populer yang terjadi di sekitar kita, yang mana harus disertai dengan argumen dan kritikan dari kita.  Kegiatan menulis seperti ini bisa disebut juga sebagai “Academic Writing”.
“Academic Writing” merupakan tulisan yang sifatnya lebih formal, critical, structure-focused, dan sistematis.  Artinya, gaya bahasa yang digunakan akan sedikit lebih kaku, memiliki batasan-batasan, dan harus disertai dengan berbagai referensi serta fakta yang ada.  Academic writing juga memiliki berbagai macam jenis, diantaranya: essay, paper, argumentative paper/essay, analysis paper/essay, dan sebagainya.  Dari semua jenis tersebut, pada dasarnya memiliki tujuan dan prinsip yang sama. 
Selain dituntut untuk menulis academic writing, kami juga dituntut untuk berpikir secara kritis karena dalam mata kuliah “Writing 4” ini kita harus bisa menjadi seorang “critical reader” (pembaca kritis).  Seperti yang telah saya jelaskan pada class review sebelumnya, bahwa seorang pembaca yang kritis itu mampu mengembangkan kesadaran dari bentuk, isi, dan konteks dari suatu bacaan serta dapat memilah-milih informasi yang telah ia dapatkan dari bacaannya.  Artinya, pembaca kritis tidak akan langsung percaya begitu saja terhadap informasi yang telah ia dapatkan sebelum dicari kebenarannya.
Di awal pertemuan, pak Lala sedikit memberi sindiran kepada kami perihal tujuan kami dalam menulis.  Apakah kami termasuk mahasiswa yang mengikuti mata kuliah beliau dengan tanpa tujuan, atau hanya sekedar untuk mendapatkan nilai yang besar serta memenuhi kontrak belajar?  Setiap mahasiswa pasti memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan tersebut.  Akan tetapi, walau bagaimana pun sebagai seorang mahasiswa penulis seharusnya memiliki tujuan yang pasti dalam menulis, karena di semester empat ini pembahasannya akan lebih kompleks dan krusial.  Oleh karena itu, setiap mahasiswa harus memiliki tujuan dan mengetahui siapa diri kita sebenarnya.
Bagi saya, dan mungkin bagi sebagian orang, menulis bukanlah suatu hal yang mudah, melainkan suatu hal yang amat rumit.  Menurut pak Lala, menulis itu diartikan kedalam 3 (tiga) definisi, Definisi pertama yaitu “writing is a way of knowing something”.  Menulis itu merupakan suatu cara untuk mengetahui sesuatu.  Sesuatu disini jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar bisa berupa informasi (information), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience).  Dari ketiga hal ini, sesuatu yang paling penting diantara ketiga hal tersebut ialah pengalaman (experience).
Hal yang perlu diperhatikan sebelum menulis, biasanya seorang penulis akan mencari sekumpulan data dengan cara membaca, dan dari membaca itulah ia bisa mendapatkan informasi sehingga pengetahuan yang ia miliki akan semakin bertambah.  Kemudian definisi selanjutnya yaitu “writing is a way of representing something”.  Menulis itu merupakan suatu cara untuk mempresentasikan (menerangkan) sesuatu.  Sesuatu disini juga bisa berupa informasi yang kita dapatkan dari membaca, pengetahuan, atau pengalaman yang nantinya bisa dibentuk menjadi sebuah produk yakni ilmu pengetahuan.  Sedangkan definisi yang terakhir yaitu “writing is a way of reproducing something”.  Artinya, menulis merupakan suatu cara untuk mereproduksi sesuatu yakni khazanah ilmu pengetahuan.
Dalam menulis juga harus disertai dengan feeling (perasaan).  Selain itu, kita harus fokus dan memusatkan pikiran kita agar dapat berkonsentrasi dalam menulis.  Menulis juga membutuhkan energi (tenaga) yang besar serta pemikiran yang cemerlang agar dapat menghasilkan ide-ide yang brilian.  Jadi, menulis itu merupakan satu hal yang tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Sebagai seorang yang mempelajari bahasa asing, seyogyanya kita harus bisa menulis secara efektif baik dalam bahasa kedua (L2) yakni bahasa asing ataupun bahasa pertama (L1) kita.  Dengan kata lain, kita dituntut untuk menjadi seorang multilingual writer”.  Selain itu, sebagai mahasiswa bahasa, seharusnya kita juga bisa menjadi mahasiswa yang mahir dalam menulis.  Karena melalui tulisan, kita bisa melakukan banyak hal salah satunya seperti mengubah dunia. 
Menurut Hyland, “writing is a practice based on expectations”.  Menulis itu adalah sebuah praktek berdasarkan ekspetasi (keinginan).  Seorang penulis harus mengerti apa yang diharapkan oleh pembacanya.  Penulis juga harus bisa mengantisipasi para pembacanya yang mungkin menginginkan bahan bacaannya sesuai dengan apa yang telah ia baca sebelumnya.  Jadi, penulis harus mengetahui latar belakang dari pembacanya, serta buku apa saja yang telah dibaca olehnya untuk memaksimalkan keinginan mereka.
Sedangkan menurut Hoey (2001) yang dikutip oleh Hyland, mengatakan bahwa writer (penulis) dan reader (pembaca) itu diibaratkan seperti dancer (penari) yang saling mengikuti langkahnya satu sama lain, dan membuat suatu konektifitas dimana hubungan antar keduanya merupakan suatu art (seni).  Maksudnya, writer (penulis) dan reader (pembaca) harus membangun koneksi diantara keduanya ketika memaknai teks yang sama, karena pembentukan meaning (makna) itu sesungguhnya bukan terjadi di dalam teks melainkan berdasarkan sudut pandang dari pembacanya.  Dengan kata lain, yang menghidupkan roh dalam sebuah tulisan atau bacaan itu adalah reader (pembaca).
Kemudian Barthes yang dikutip dari buku Lehtonen (2000:74), berkata bahwa bahasa mempunyai sistem yang mendefinisikan dan mengartikan dirinya sendiri.  Kata beliau, “meaning itu terjadi ketika ada writer (penulis) dan reader (pembaca).”  Jadi jika ada salah satunya yang hilang,  maka akan kehilangan pula meaning nya, karena tanpa reader (pembaca) tulisan yang kita buat akan sia-sia.  Dengan demikian, meaning dapat dibangun karena adanya kolaborasi atau kerjasama antara writer (penulis) dan reader (pembaca). 
Pada dasarnya semua negosiasi meaning (makna) itu ada ditangan reader (pembaca).  Jika seseorang sedang membaca, secara tidak langsung berarti dia sedang bernegosiasi mencari meaning (makna) yang terkandung dalam teks/tulisan tersebut.  Jadi, untuk memutuskan bagus atau tidaknya suatu tulisan/buku semuanya tergantung pada reader (pembaca).
Lehtonen memandang teks sebagai semiotic (tanda).  Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur, dan komunikasi.  Pada dasarnya kita semua adalah praktisi semiotik, karena setiap hari kita membaca dan bernegosiasi dengan dunia symbol, dan mongonstruksi diri kita sendiri secara semiotik, dari cara kita berkomunikasi non-verbal sampai cara kita berpakaian (Luke, 2003).  Selain itu, ia juga berpendapat bahwa meaning bisa dihasilkan dari perpaduan antara text, context, writer, dan reader.  Text berkaitan erat dengan writer, sedangkan context lebih berkaitan erat dengan reader.  Jadi, ketika teks tersebut berada pada pembacanya, maka reader (pembaca) berhak sepenuhnya untuk memaknai teks tersebut dengan konteks yang ia miliki yaitu pemahaman dari buku-buku yang telah ia baca serta pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya.  Sedangkan menurut Barthes, orang-orang yang berlatih ativitas linguistik itu dianggap sebagai pusat dalam pembentukan meaning (makna).  Bahkan beliau berkata bahwa kematian seorang penulis merupakan pertanda lahirnya pembaca.  Penulis itu ibarat seorang chef  di restoran yang mahal dimana ia harus bisa mengukur sejauh mana kemampuan dan cita rasa yang mereka miliki sehingga ia bisa menyajikan suatu hidangan yang berkualitas dan memiliki cita rasa yang tinggi untuk dihidangkan kepada customernya.  Seorang chef  dapat dikatakan sebagai chef  hanya ketika ia sedang masak saja.  Sama halnya dengan penulis, seorang penulis juga akan dikatakan sebagai penulis ketika ia sedang menulis.  Jika ia tidak aktif dalam menulis, maka ia tidak akan disebut sebagai penulis.
Jadi, dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa menulis itu tidak hanya sebagai suatu cara untuk mengetahui sesuatu, tetapi juga cara untuk mempresentasikan serta mereproduksikan sesuatu yakni ilmu pengetahuan.  Selain itu, meaning bisa dihasilkan dari perpaduan antara text, context, writer, dan reader, karena text berkaitan erat dengan writer, dan context berkaitan erat dengan reader.  Jadi, ketika teks tersebut berada pada pembacanya, maka reader (pembaca) berhak sepenuhnya untuk memaknai teks tersebut dengan konteks yang ia miliki yaitu pemahaman dari buku-buku yang telah ia baca serta pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya.  Oleh karena itu, meaning dapat dibangun karena adanya kolaborasi atau kerjasama antara text, context, writer (penulis) dan reader (pembaca). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic