We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 20 Februari 2014

Literasi sebagai Citra suatu Bangsa



Bahasa merupakan ciri sebuah negara. Keberlangsungan suatu bangsa tergantung dengan bagaimana bangsa tersebut mempertahankan bahasanya sendiri ditengah berbagai macam bahasa asing yang banyak dipelajari, termasuk di Indonesia. Kekurang tertarikan masyarakat dalam mempelajari bahasanya sendiri agar berdampak besar terhadap Negara itu sendiri. Jika melihat bangsa lain, bahasa mereka bisa maju karena merek menjunjung tinggi dan menghargai bahasa mereka sendiri. Kapankah Indonesia bisa seperti itu ? dan apakah 30 tahun atau 40 tahun kedepan bahasa Indonesia masih bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri ? Ini adalah salah satu tugas besar bagi kita sebagai generasi penerus bangsa.
Jika dilihat dari data saat ini, disitu disebutkan bahwa bahasa Indonesia sudah dipelajari dilebih dari 40 negara di dunia. Bahasa Indonesia bahkan telah menjadi bahasa kedua di Australia dan Eropa. Bahasa Indonesia juga sedang diajukan untuk untuk dijadikan bahasa resmi ASEAN (info ini sudah cukup lama beredar tetapi tidak tahu bagaimana kelanjutannya). Lihat. Betapa populernya bahasa kita diluar sana tetapi anehnya berbeda dengan yang kita rasakan di negeri sendiri. Kita lebih tertarik mempelajari bahasa lain, padahal negara yang sedang kita pelajari sendiri bahasanya, mereka malah tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia. Itulsh betapa luar biasanya bahasa dan negara kita.
Membahas tentang bahasa, para ahli bahasa lazim mengelompokkan periodisasi penggunaan metode dan pendekatan (approach), terutama dalam pengajaran bahasa asing kedalam lima kelompok besar, yaitu:
·   Pendekatn struktural dengan grammar translation methods yang meletakkan focus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan pengguanaan tata bahasa.
·    Pendekatan audiolingual atau dengar ucap (1940-1960) yang meletakkan focus pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai siswa.
· Pendekatan kognitif dan transformatif sebagai implikasi dari teori-teori syntactic structure (Chomsky, 1957). Bertujuan untuk menbangkitkan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungan.
·   Pendekatan communicative competence, tujuannya adalah menjadikan siswa berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami.
·    Pendekatan literasi atau pendekatan genre-based sebagai implikasi dan studi wacana. Pembelajaran pada pendekatan ini dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: (1) membangun pengetahuan (building knowledge of field), (2) menyusun model-model teks (modeling of text), menyusun teks bareng-bareng (joint construction of text), dan (4) menciptakan sendiri text (independent construction of text).

Kelima metode pendekatan diatas telah dilaksanakan pada masanya. Pendekatan-pendekatan tersebut berganti seiring dengan bergantinya pula kebutuhan seseorang dalam mempelajari bahasa terutam bahasa asing. Penyesuaian-penyesuaian pendekatan tersebut diperlukan agar tujuan pengajaran bisa tercapai dengan baik.

Definisi Litetasi

Pada masa lalu, membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar untuk membekali manusia. Sehingga banyak yang menganggap jika literate sebagai educated. Sedangkan zaman sekarang sudah berubah, sudah sangat berbeda dengan dahulu. Zaman sekarang mengenyang pendidikan tidak cukup untuk diandalkan, tetapi perlu disertai dengan kemampuan membaca dan menulis.
Literasi dianggap sebagai persoalan psikologis yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Padahal, literasi itu sendiri adalah praktek kultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Freebody & Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
(1)   Memahami kode dalam teks (breaking the codes of texts)
(2)   Terlibat dalam memahami teks (participating in the meanings of texts)
(3)   Menggunakan teks secara fungsional (using text functionally)
(4)   Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis (critically analizing and transforming texts)
Keempat model literasi tersebut dapat disingkat kedalam lima verba untuk mempermudah dalam memahaminya, yaitu: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Itulah hakikak ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Literasi sendiri tetapi berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling berkaitan, yaitu:
1.      Dimensi geografis (local, nasional, regional dan internasional)
2.      Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer,dan sebagainya)
Pada dimensi ini, pendididkan yang berkualitas tinggi menghasilkan litersi yang berkualitas tinggi pula.
3.      Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Setiap sarjana pasti mampu membaca, tetapi tidak semua sarjana mampu menulis. Sarjana yang baik adalah sarjana yang mempunyai keterampilan 3-R yaitu reading, writing dan arithmetic.
4.      Dimensi fungsi
5.      Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
6.      Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
7.      Dimensi bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional)
Berikut ini adalah 10 gagasan kunci ihwal yang menunjukan perubahan paradigm literasi.
·         Ketertiban lembaga-lembaga social
·         Tingkat kefasihan relative
·         Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
·         Standar dunia
·         Warga masyarakat demokratis
·         Keragaman local
·         Hubungan global
·         Kewarganegaraan yang efektif
·         Bahasa Inggris ragam dunia
·         Kemampuan berpikir kritis
·         Masyarakat semiotic, semiotic adalh ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, dan untuk memaknai tanda manusia harus menguasai literasi semiotic.

Setelah membahas tujuh dimensi literasi dan 10 gagasan kunci literasi, seperti yang sudah dijelaskan bahwa pendidikan bahasa berbasis literasi seharusnya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut:
1.   Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.      Literasi mencakup kemampuan representatif dan produktif dalam usaha berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi berbudaya.
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi.
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.

Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Dalam penelitian dunia dalam mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Tujuan membaca meliputi literary purposes dan informational purposes, sedangkan proses membaca meliputi interpreting, integrating, dan evaluating..
Berikut ini adalah penjelasannya:
1.     Skor prestasi membaca di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa), 417 untuk perempuan dan 398 untuk laki-laki. Angka tersebut membuat Indonesia berada diurutan kedua dari bawah.
2.      Negara yang skor prestasi membacanya diatas rata-rata 500 ditandai dengan pendapatan perkapita lebih tinggi.
3.      Ditemukan tiga kategori negara berdasarkan pembandingan skor membaca literary purpose (LP) dan informational purpose (IP), Indonesia termasuk negara yang memiliki indicator lebih tinggi dalam retrieving an straightforward inferencing process daripada dalam interpreting, integrating, dan evaluating process.
4.      Di Indonesia tercatat hanya 2% siswa yang prestasi membacanya masuk kedalam kategori sangat tinggi, 19% masuk kedalam kategori menengah, dan 55% masuk kedalam kategori rendah. Artinya, 45% siswa Indonesia tidak mencapai skor 400.
5.      Tarcatat 44% orang tua Indonesia (bandinhkan dengan Skotlandia 85%) terlibat dalam early home literacy activities, yaitu membaca buku, bercerita, menyanyi, bermain huruf, bermain kata, dan membaca nyaring.
6.      Sekitar 13% siswa berada dalam kategori high HER, 77% kategori medium, dan 10% kategori low HER.
7.      Orang tua siswa Negara PIRLS yang lulus universitas 25%, lulus SMA 21%, lulus SMP 31%, lulus SD 15%, dan tidak tamat SD 8%.

Dari ketujuh masalah-masalah yang ditemukan diatas, kita dapat menarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
·         Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa-siswa negara lain. Artinya, pendididkan nasional kita belum berhasil menciptakan warga negara literat yang siap bersaing dengan sejawatnaya dari negara lain.
·         Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor prestasi membaca dan skor prestasi menulis. Namun, dapat diprediksi bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca.
·         Temuan PIRLS untuk Indonesia adalah potret besar literat Indonesia dalam skala internasional. Dalam laporan seprti ini tidak akan ditemukan potret yang spesifik dan detai penyanbab dan realisasi pengajaran literasi di sekolah-sekolah.
Penelitian Setiadi (2010) menemukan kenyataan sebagai berikut
·         Dalam pembelajaran membaca dan menulis, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku pakt untuk materi aja dan metodologi mengajarnaya.
·         Pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
·         Walaupun kualifikasi akademik para guru sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas. Mereka memerlukan pelatihan tambahan untuk meningkatkan unjuk kerja mereka.
Guru adalah ujung tombak pendidikan literasi dengan langkah-langkah professional seorang guru dapat terlihat dalam enam hal, yaitu:
1.      Komitmen professional,
2.      Komitmen etis,
3.      Strategi analisis dan reflektif,
4.      Efikasi diri,
5.      Pengetahuan bidang studi, dan
6.      Keterampilan literasi dan numerasi.
Dilihat dari keenam hal diatas dapat kita simpulkan bahwa membangun literasi bangs harus diawali dengan membangun guru yang professional dan guru yang professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang proesional juga. Dengan kata lain, sebagai lembaga yang professional harus mampu menghsilkan tenaga pengajar yang professional agar tercapai literasi yang diinginkan.
Keseluruhan kesimpulan dari bahasan ini adalah bahwa literasi merupakan cerminan sebuah Negara. Keberhasilan literasi suatu bangsa dapat dijadikan indicator keberhasilan Negara tersebut. Untuk membangun literasi itu sendiri terletak pada guru sebagai tenaga pengajar yang professional. Jadi, kerja sama lembaga professional dan pemerintah sangat diperlukan untuk menghasilkan tenaga pengajar yang professional dengan tujuan untuk membangun literasi bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic