Bahasa
merupakan ciri sebuah negara. Keberlangsungan suatu bangsa tergantung dengan
bagaimana bangsa tersebut mempertahankan bahasanya sendiri ditengah berbagai
macam bahasa asing yang banyak dipelajari, termasuk di Indonesia. Kekurang
tertarikan masyarakat dalam mempelajari bahasanya sendiri agar berdampak besar
terhadap Negara itu sendiri. Jika melihat bangsa lain, bahasa mereka bisa maju
karena merek menjunjung tinggi dan menghargai bahasa mereka sendiri. Kapankah
Indonesia bisa seperti itu ? dan apakah 30 tahun atau 40 tahun kedepan bahasa
Indonesia masih bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri ? Ini adalah salah
satu tugas besar bagi kita sebagai generasi penerus bangsa.
Jika
dilihat dari data saat ini, disitu disebutkan bahwa bahasa Indonesia sudah dipelajari
dilebih dari 40 negara di dunia. Bahasa Indonesia bahkan telah menjadi bahasa
kedua di Australia dan Eropa. Bahasa Indonesia juga sedang diajukan untuk untuk
dijadikan bahasa resmi ASEAN (info ini sudah cukup lama beredar tetapi tidak
tahu bagaimana kelanjutannya). Lihat. Betapa populernya bahasa kita diluar sana
tetapi anehnya berbeda dengan yang kita rasakan di negeri sendiri. Kita lebih
tertarik mempelajari bahasa lain, padahal negara yang sedang kita pelajari
sendiri bahasanya, mereka malah tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia.
Itulsh betapa luar biasanya bahasa dan negara kita.
Membahas
tentang bahasa, para ahli bahasa lazim mengelompokkan periodisasi penggunaan
metode dan pendekatan (approach), terutama dalam pengajaran bahasa asing
kedalam lima kelompok besar, yaitu:
· Pendekatn struktural dengan grammar
translation methods yang meletakkan focus pembelajarannya pada penggunaan
bahasa tulis dan pengguanaan tata bahasa.
· Pendekatan audiolingual atau dengar ucap
(1940-1960) yang meletakkan focus pada latihan dialog-dialog pendek untuk
dikuasai siswa.
· Pendekatan kognitif dan transformatif
sebagai implikasi dari teori-teori syntactic structure (Chomsky, 1957).
Bertujuan untuk menbangkitkan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan
kebutuhan lingkungan.
· Pendekatan communicative competence,
tujuannya adalah menjadikan siswa berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari
komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami.
· Pendekatan literasi atau pendekatan
genre-based sebagai implikasi dan studi wacana. Pembelajaran pada pendekatan
ini dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: (1) membangun pengetahuan (building
knowledge of field), (2) menyusun model-model teks (modeling of text), menyusun
teks bareng-bareng (joint construction of text), dan (4) menciptakan sendiri
text (independent construction of text).
Kelima
metode pendekatan diatas telah dilaksanakan pada masanya. Pendekatan-pendekatan
tersebut berganti seiring dengan bergantinya pula kebutuhan seseorang dalam
mempelajari bahasa terutam bahasa asing. Penyesuaian-penyesuaian pendekatan
tersebut diperlukan agar tujuan pengajaran bisa tercapai dengan baik.
Definisi
Litetasi
Pada
masa lalu, membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar untuk
membekali manusia. Sehingga banyak yang menganggap jika literate sebagai
educated. Sedangkan zaman sekarang sudah berubah, sudah sangat berbeda dengan
dahulu. Zaman sekarang mengenyang pendidikan tidak cukup untuk diandalkan,
tetapi perlu disertai dengan kemampuan membaca dan menulis.
Literasi
dianggap sebagai persoalan psikologis yang berhubungan dengan kemampuan membaca
dan menulis. Padahal, literasi itu sendiri adalah praktek kultural yang
berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Freebody
& Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
(1) Memahami
kode dalam teks (breaking the codes of texts)
(2) Terlibat
dalam memahami teks (participating in the meanings of texts)
(3) Menggunakan
teks secara fungsional (using text functionally)
(4) Melakukan
analisis dan mentransformasi teks secara kritis (critically analizing and
transforming texts)
Keempat
model literasi tersebut dapat disingkat kedalam lima verba untuk mempermudah
dalam memahaminya, yaitu: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan
mentransformasi teks. Itulah hakikak ber-literasi secara kritis dalam
masyarakat demokratis.
Literasi
sendiri tetapi berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian
lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling berkaitan, yaitu:
1. Dimensi
geografis (local, nasional, regional dan internasional)
2. Dimensi
bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer,dan sebagainya)
Pada dimensi ini,
pendididkan yang berkualitas tinggi menghasilkan litersi yang berkualitas
tinggi pula.
3. Dimensi
keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Setiap sarjana pasti
mampu membaca, tetapi tidak semua sarjana mampu menulis. Sarjana yang baik
adalah sarjana yang mempunyai keterampilan 3-R yaitu reading, writing dan arithmetic.
4. Dimensi
fungsi
5. Dimensi
media (teks, cetak, visual, digital)
6. Dimensi
jumlah (satu, dua, beberapa)
7. Dimensi
bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional)
Berikut
ini adalah 10 gagasan kunci ihwal yang menunjukan perubahan paradigm literasi.
·
Ketertiban lembaga-lembaga social
·
Tingkat kefasihan relative
·
Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan
·
Standar dunia
·
Warga masyarakat demokratis
·
Keragaman local
·
Hubungan global
·
Kewarganegaraan yang efektif
·
Bahasa Inggris ragam dunia
·
Kemampuan berpikir kritis
·
Masyarakat semiotic, semiotic adalh ilmu
tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, dan untuk memaknai
tanda manusia harus menguasai literasi semiotic.
Setelah
membahas tujuh dimensi literasi dan 10 gagasan kunci literasi, seperti yang
sudah dijelaskan bahwa pendidikan bahasa berbasis literasi seharusnya
dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut:
1. Literasi
adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
2. Literasi
mencakup kemampuan representatif dan produktif dalam usaha berwacana secara
tertulis maupun secara lisan.
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah.
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi berbudaya.
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri).
6. Literasi
adalah hasil kolaborasi.
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Rapor
Merah Literasi Anak Negeri
Dalam
penelitian dunia dalam mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu
pengetahuan alam. Tujuan membaca meliputi literary purposes dan informational
purposes, sedangkan proses membaca meliputi interpreting, integrating, dan
evaluating..
Berikut
ini adalah penjelasannya:
1. Skor
prestasi membaca di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa), 417 untuk
perempuan dan 398 untuk laki-laki. Angka tersebut membuat Indonesia berada diurutan
kedua dari bawah.
2. Negara
yang skor prestasi membacanya diatas rata-rata 500 ditandai dengan pendapatan
perkapita lebih tinggi.
3. Ditemukan
tiga kategori negara berdasarkan pembandingan skor membaca literary purpose
(LP) dan informational purpose (IP), Indonesia termasuk negara yang memiliki
indicator lebih tinggi dalam retrieving an straightforward inferencing process
daripada dalam interpreting, integrating, dan evaluating process.
4. Di
Indonesia tercatat hanya 2% siswa yang prestasi membacanya masuk kedalam
kategori sangat tinggi, 19% masuk kedalam kategori menengah, dan 55% masuk
kedalam kategori rendah. Artinya, 45% siswa Indonesia tidak mencapai skor 400.
5. Tarcatat
44% orang tua Indonesia (bandinhkan dengan Skotlandia 85%) terlibat dalam early
home literacy activities, yaitu membaca buku, bercerita, menyanyi, bermain
huruf, bermain kata, dan membaca nyaring.
6. Sekitar
13% siswa berada dalam kategori high HER, 77% kategori medium, dan 10% kategori
low HER.
7. Orang
tua siswa Negara PIRLS yang lulus universitas 25%, lulus SMA 21%, lulus SMP
31%, lulus SD 15%, dan tidak tamat SD 8%.
Dari
ketujuh masalah-masalah yang ditemukan diatas, kita dapat menarik kesimpulan
yaitu sebagai berikut:
·
Tingkat literasi siswa Indonesia masih
jauh tertinggal oleh siswa-siswa negara lain. Artinya, pendididkan nasional
kita belum berhasil menciptakan warga negara literat yang siap bersaing dengan
sejawatnaya dari negara lain.
·
Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor
prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor
prestasi membaca dan skor prestasi menulis. Namun, dapat diprediksi bahwa
prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca.
·
Temuan PIRLS untuk Indonesia adalah
potret besar literat Indonesia dalam skala internasional. Dalam laporan seprti
ini tidak akan ditemukan potret yang spesifik dan detai penyanbab dan realisasi
pengajaran literasi di sekolah-sekolah.
Penelitian
Setiadi (2010) menemukan kenyataan sebagai berikut
·
Dalam pembelajaran membaca dan menulis,
para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku pakt untuk materi aja
dan metodologi mengajarnaya.
·
Pemodelan dalam kegiatan membaca dan
menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
·
Walaupun kualifikasi akademik para guru
sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan
mengelola kelas. Mereka memerlukan pelatihan tambahan untuk meningkatkan unjuk
kerja mereka.
Guru
adalah ujung tombak pendidikan literasi dengan langkah-langkah professional
seorang guru dapat terlihat dalam enam hal, yaitu:
1. Komitmen
professional,
2. Komitmen
etis,
3. Strategi
analisis dan reflektif,
4. Efikasi
diri,
5. Pengetahuan
bidang studi, dan
Dilihat
dari keenam hal diatas dapat kita simpulkan bahwa membangun literasi bangs
harus diawali dengan membangun guru yang professional dan guru yang
professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang proesional
juga. Dengan kata lain, sebagai lembaga yang professional harus mampu
menghsilkan tenaga pengajar yang professional agar tercapai literasi yang
diinginkan.
Keseluruhan
kesimpulan dari bahasan ini adalah bahwa literasi merupakan cerminan sebuah
Negara. Keberhasilan literasi suatu bangsa dapat dijadikan indicator
keberhasilan Negara tersebut. Untuk membangun literasi itu sendiri terletak
pada guru sebagai tenaga pengajar yang professional. Jadi, kerja sama lembaga
professional dan pemerintah sangat diperlukan untuk menghasilkan tenaga
pengajar yang professional dengan tujuan untuk membangun literasi bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic