CHAPTER
REVIEW 1
Kemampuan literasi (baca-tulis) di
Indonesia masih sangat rendah. Hal ini
terbukti siswa Indonesia cenderung mengalami kesulitan dalam hal menulis dan
pemahaman pada teks bacaan. Hal tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari faktor guru, siswa, maupun sistem
pembelajarannya. Kemampuan literasi
siswa di Indonesia kurang diasah ketika mereka mempelajari pelajaran bahasa di
sekolahnya. Rekayasa literasi merupakan
salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan literasi di Indonesia.
Dalam tulisannya yang berjudul
‘Rekayasa Literasi’, A. Chaedar Alwasilah menjelaskan tentang apa yang disebut
dengan literasi. Para ahli bahasa
membagi lima kelompok besar metode pendekatan bahasa asing, yaitu:
·
Pendekatan structural dengan grammar translation
methods. Pendekatan ini mempunyai dua
fokus pembelajaran yaitu pada penggunaan bahasa tulis dan penggunaan tata
bahasa. Tata bahasa tradisional
memfokuskan pada bentuk, melatih siswa dalam mengidentifikasi jenis kata, frase, klausa (unit sintaksis),
dan bagaimana cara menggabungkannya.
·
Pendekatan audiolingual atau dengar ucap
(1940-1960), pendekatan ini memfokuskan pada latihan dialog-dialog pendek untuk
dipahami oleh para siswa. Kelemahan dari
ini ialah kurang memberi ruang terhadap variasi ujaran untuk berbagai fungsi.
·
Pendekatan kognitif dan transformatif
merupakan wujud dari implikasi dari berbagai teori Syntactic Structure
(Chomsky, 1957), teori ini memfokuskan pada pengajaran terletak pada
pembangkitan potensi berbahasa siswa yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan
lingkungannya.
·
Pendekatan communicative competence,
Hymes (1976) dan Widdowson (1978) merupaka tokoh-tokoh dalam jenis pendekatan
ini. Tujuan dari pengajaran bahasa adalah
untuk menjadikan para siswa agar mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi
terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami.
·
Pendekatan literasi (genre-based)
merupakan pendekatan implikasi dari studi wacana. Sebagaimana yang tercantum
dalam Kurikulum Indonesia tahun 2004, tujuan pembelajaran adalah menjadikan
siswa untuk mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks
komunikasi. Pengenalan berbagai genre
wacana lisan maupun tulisan merupakan hal yang paling ditonjolkan.
Definisi (lama) literasi adalah
kemampuan membaca dan menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, 2005: 898). Selama
bertahun-tahun, literasi dianggap hanya persolan psikologis, yang berkaitan
dengan kemampuan mental dan keterampilan baca-tulis, padahal literasi adalah
praktik kultural yang berkaitan dengan
persoalan sosial dan politik.
Dalambanyak hal objek studi
literasi bertumpang tindih dengan studi budaya, yang berfokus pada
hubungan-hubungan antara variabel sosial danmaknanya atau lebih tepatnya
bagaimana divisi-divisi sosial bermaknakan (O’Sulivan,1994: 71). Literasi mempunyai tujuh dimensi yang saling
terkait antara satu sama lain, antara lain:
- Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional). Hal ini tergantung pada tingkat pendidikan jejaring sosial dan vokasionalnya.
- Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan sebagainya). Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
- Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara). Kualitas tulisan bergantung pada “gizi” bacaan yang disantapnya.”Gizi” itu akan terlihat ketika dia seorang berbicara.
- Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri). Seorang yang literat karena latar belakang pendidikannya akan mampu dalam memecahkan suatu masalah, mudah dalam mendapatkan suatu pekerjaan, mempunyai keterampilan untuk mengapai tujuan hidupnya, dan cepat dalam mengembangkan dan memciptakan suatu ilmu pengetahuan (kepakaran).
- Dimensi media (teks, cetak, visual, digital). Untuk menjadi seorang yang literat, tidak hanya cukup untuk mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual, dan digital. Penguasaan IT (information teknologi) merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui perkembangan literasi.
- Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa). Seorang yang multilaterat mampu berkomunikasi dalam situasi apapun. Kemampuan ini tercipta dari proses pendidikan yang mempunyai kualitas yang tinggi. Seperti halnya kemampuan berkomunikasi, literasi juga bersifat relatif.
- Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional). Dalam dimensi ini ada literacy yang bersifat singular dan literacy yang bersifat plural. Hal ini berhubungan dengan dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual.
Ada 10 gagasan kunci mengenai
literasi yang menggambarkan paradigma literasi yang sesuai dengan perubahan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan pada saat ini.
- Ketertiban lembaga-lembaga sosial.
Lembaga-lembaga sosial yang ada
dalam masyarakat seperti RT, RW, DPR, dan presiden berfungsi untuk menjamin
ketertiban sosial (instutional orders). Pada
zaman sekarang, tidak ada literasi yang bersifat netral. Berbagai praktik literasi dan teks tulis
mempunyai ideologi, yakni diatur oleh lingkungan sosial politiknya.
- Tingkat kefasihan relatif.
Dalam sebuah komunikasi membutuhkan
kefasihan dalam berbahasa dan literasi yang berbeda. Yang harus dan wajib dipahami adalah kefasihan
(literasi) paling sedikit atau literasi yang diperlukan untuk memainkan peran
fungsional dalam setiap komunikasi antara satu sama lain.
- Pengembangan potensi diri dan pengetahuan.
Literasi merupakan cara untuk
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan potensi seorang individu. Penguasaan bahasa ibu adalah salah satu media
untuk berekspresi dan mengapresiasi,
serta memikirkan segala haldalamlingkungan sosial budaya dan psikologisnya yang
terdekat, yakni lingkungan keluarga. Dalam
tingkat tinggi literasi menyiapkan kemampuan mahasiswa untuk memunculkan dan
meningkatkan ilmu pengetahuan. Menulis
merupakan salah satu bagian dari literasi yang harus dikuasai oleh calon-calon
sarjana dalam dunia pendidikan. Hal
tersebut disebut sebagai literasi akademik.
- Standar dunia.
Dalam dunia persaingan zaman
sekarang ini rujuk mutu (bench-marking) ditingkatkan menuju tingkat internasional
agar tingkat literasi bangsa bisa dibandingkan dengan bangsa lain dalamkualitas
pendidikannya.
- Warga masyarakat demokratis.
Pendidikan seharusnya dapat
menghasilkan manusia literat, yaitu manusia yang mempunyai literasi memadai
sebagai warga negara yang demokratis. Media
merupakan salah satu pilar demokrasi. Hal
tersebut menunjukan bahwa pendidikan literasi harus mendukung adanya
demokratisasi bangsa. Proses pendidikan
sendiri harus bersifat demokratis sehingga mahasiswa bisa menjadi warga negara yang
demokratis agar mereka dapat mematuhi nilai-nilai demokrasi.
- Keragaman lokal.
Manusia literat sadar mengenai
keragaman bahasa dan budaya lokal atau cerlang budaya (Ayatrohaedi: 1986), dan
manusia lokal meningkatkan literasi dalam konteks lokalnya sebelum memasuki
konteks nasional, regional, dan global.
- Hubungan global.
Untuk mampu bersaing di tingkat
dunia, semua orang harus mempunyai literasi tingkat dunia. Penguasaan teknologi informasi (ICT literacy)
dan penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi merupakan hal yang harus
ditingkatkan agar dapat tercapainya literasi yang tinggi.
- Kewarganegaraan yang efektif.
Literasi membuat manusia untuk
mampu menjadi warga negara yang efektif, yaitu warga negara yang mampu
memperbaiki diri, menujukan potensi diri, dan berkontribusi bagi keluarga,
lingkungan,dan negaranya. Seorang warga
negara yang efektif memahami tentang hak dan kewajibannya (citizenship
literacy).
- Bahasa ragam dunia.
Bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional yang dipelajari oleh bangsa dunia. Setiap bangsa membangun literasi dalam bahasa
etnis dan budaya lokalnya,hal ini menyebabkan bahasa Inggris mereka fossilized
dan kelokalan. Hal ini menimbulkan
berbagai ragam bahasa inggris (multiple Englishes).
- Kemampuan berpikir kritis.
Literasi bukan hanya mampu dalam hal
membaca dan menulis, akan tetapi juga mampu menggunakan bahasa tersebut secara
fasih, efektif, dan kritis.
- Masyarakat semiotic.
Semiotik merupakan ilmu yang membahas tentang tanda
atau kode, struktur, dan komunikasi. Budaya
merupakan salah satu sistem tanda, dan
untuk memaknai tanda manusia harus mahir dalam literasi semiotik. Kita semua adalah praktisi semiotik.
Terdapat tujuh prinsip dalam
pelaksanaan pendidikan bahasa berbasis literasi, antara lain:
- Literasi merupakan kemampuan hidup yang membuat manusia berfungsi maksimal sebagai seorang anggota masyarakat.
- Literasi memuat kemampuan resensif dan produktif dalam upaya berwacana baik dalambentuk tulisan maupun lisan.
- Literasi merupakan kemampuan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
- Literasi merupakan refleksi penguasaan dan sebuah apresiasi budaya. Berbaca-tulis adalah hal yang termasuk dalam sistem budaya. Pendidikan seharusnya mengajarkan tentang pengetahuan budaya.
- Literasi merupakan kegiatan refleksi (diri). Refleksi merupakan pemahaman yang berkembang dan canggih (developmental construct).
- Literasi merupakan hasil dari sebuah gabungan. Berbaca-tulis merupakan hal melibatkan antara pembaca dan penulis. Penulis tentunya menulis sesuai dengan pemahamannya kemudian menghasilkan sebuah karya tulis untuk para pembaca. Pembaca menggunakan semua pengetahuan dan pengalamannya untuk memberi makna pada sebuah teks.
- Literasi merupakan suatu kegiatan yang melakukan interpretasi. Penulis memaknai tulisannya berdasarkan pengalamannya melalui sebuah teks, dan pembaca adalah orang yang akan memaknai intrepretasi si penulis.
Dalam sebuah penelitian tujuan
membaca meliputi literary purposes dan informational purposes, sedangkan proses
membaca meliputi interpreting, integrating, dan evaluating. Tingkat literasi di Indonesia masih sangat
rendah. Hal ini dibuktikan dengan
beberapa penelitian pada siswa di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti
Rusia dan Hongkong, negara Indonesia menempati urutan kelima dari urutan akhir.
Namun jika dibandingkan dengan Qatar dan
Kwait, Indonesia menempati urutan yang lebih tinggi dari negara tersebut. Dari hasil berikut, kita dapat mengambil
pelajaran, yaitu:
- Tingkat literasi siswa di Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lain. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia belum sukses dalam mencetak manusia-manusia literat yang akan bersaing dengan negara-negara lain. Manusia literat merupakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menciptakan suatu bangsa. Pendidikan literasi adalah investasi jangka panjang yang berfungsi transformatif, untuk meningkatkan HID dan menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik (Wagner,1999 dan Barton 2001 dalam Setiad,2010).
- Kemampuan menulis seseorang tergantung pada kemampuan menulisnya. Tidak adanya aktivitas banyak membaca, orang cenderung mengalami kesulitan ketika dia harus menjadi seorang penulis. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak membaca tidak menjamin banyak menulis. Guru sebagai pencetak bangsa merupakan seorang yang harus menguasai pengajaran literasi pada siswanya. Hal ini berarti untuk terciptanya literasi bangsa mesti diawali dengan mewujudkan sosok guru yang profesional.
Rekayasa literasi merupakan salah
satu upaya yang disengaja dan sistematis untuk menciptakan manusia-manusia
terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa. Penggunaan bahasa merupakan pintu masuk untuk
menuju pendidikan dan pembudayaan. Sekolah
yang merupakan lembaga pendidikan formal adalah akses utama untuk menciptakan
literasi. Rekayasa literasi berarti
merekayasa pengajaran dalam hal membaca dan menulis dalam empat dimensi yaitu
linguistic atau focus teks, kognitif, sosiokultural, dan pengembangan atau
focus pertumbuhan (Kucer, 2005: 293-4).
- Dimensi pengetahuan kebahasaan (focus pada teks)
Membaca dan menulis itu memerlukan
tiga pengetahuan yang meliputi: (1) sistem bahasa untuk menciptakan makna; (2)
persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis; (3) ragam bahasa yang
menunjukan kelompok sosial.
- Dimensi pengetahuan kognitif (focus pada minda)
Dalam kegiatan menulis dan membaca
dibutuhkan keterampilan: (1) aktif, selektif, dan konstruktif ketika membaca
dan menulis; (2) memanfaatkan pengetahuan yang sudah ada (schemata) untuk
menciptakan makna; (3) menggunakan proses mental dan strategi untuk
menghasilkan makna.
- Pengetahuan perkembangan (focus pada pertumbuhan)
Untuk menjadi manusia literat
adalah suatu proses ‘menjadi’ atau menguasai berbagai pengetahuan meliputi: (1)
pembelajaran yang aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasinya; (2)
pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh ketika membaca; (3) bagaimana
menegosiasi makna tekstual.
- Pengetahuan sosiokultural (focus pada kelompok)
Dalam membaca dan menulis
membutuhkan pengetahuan meliputi: (1) tujuan dan pola literasi yang beragam
sesuai dengan kelompok; (2) aturan dan norma dalammelaksanakan hubungan dengan
bahasa tulis yang sesuai dengan kelompok; (3) fitur-fitur linguistis dari
berbagai teks.
- Kegiatan literasi
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat
literasi seseorang. Literasi merupakan kemampuan baca tulis, sebagian orang
literasi berkonotasi ”general learnedness and familiarity with literature.”
(Kern 2000: 3). Hal ini berarti bahwa
seorang literat tidak hanya berbaca-tulis, melainkan orang yang terdidik dan
mengenal sastra pula.
Makna literasi akan dipahami sesuai
dengan cara pandang dari literasi itu sendiri. Ketampilan berbahasa dibagi menjadi empat
keterampilan yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Mengajarkan literasi pada dasarnya adalah
untuk menciptakan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik,
cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sebuah sastra. Rekayasa literasi seharusnya dimulai dengan
pemahaman mengenai berbagai paradigma pengajaran literasi. Ada tiga paradigma pembelajaran literasi,
yaitu decoding, skills, dan whole language (Kucer: 2000).
- Paradigma pertama: Decoding, menjelaskan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk untuk menuju literasi, dan belajar bahasa diawali dengan pemahaman mengenai bagian-bagian bahasa. Siswa merupakan literat pertama yang harus menguasai hubungan antara huruf-bunyi untuk membentuk kata. Hal ini berarti siswa dibimbing terlebih dahulu tentang literasi, yaitu bagaimana memahami makna kode dalam bahasa (decoding). Dalam paradigma ini, digunakan rumus:
- Paradigma kedua: Skills, menerangkan bahwa penguasaan siswa dalam morfem dan kosakata merupakan dasar untuk membaca (reading comprehension). Hal ini berarti siswa menciptakan literasi dengan terlebih dahulu memahami pengetahuan tentang literasi, yakni cara memaknai bentuk dari bahasa seperti morfem dan kosakata. Dalam paradigma ini, digunakan rumus:
perkembangan
literasi=belajar sesuai literasi - belajar
melalui literasi
- Paradigma ketiga: Whole language, dalam paradigma ini pengajaran bahasa lebih ditekankan pada pembelajaran makna, yaitu mengajarkan memahami makna secara utuh, tidak parsial. Siswa dihadapkan pada sebuah teks otentik yang kontekstual untuk mendapatkan makna baru bukannya bentuk kosakata baru. Proses merespons berbagai bentuk morfemik dan morfofonemik melibatkan proses kognitif seperti sampling, predicting, integrating, dan sebagainya. Menurut paradigma ini, pembelajaran mengumpulkan data, membuat hipotesis, dan mengubah hipotesis-hipotesis terus-menerus. Paradigma ini menolak urutan:
belajar tentang
literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi
Paradigma ini mengajukan rumus:
Perkembangan literasi
adalah belajar melalui literasi - belajar
literasi - belajar ihwal
literasi
Table
Perubahan Paradigma Pengajaran Literasi.
Tadinya…
|
Kini…
|
|
|
Paradigma merupakan cara pandang
dan pemaknaan terhadap objek pandang. Paradigma-paradigma
tersebut merupakan bagian dari pendapat-pendapat mengenai arti dari sebuah
literasi. Suatu hal yang mempengaruhi
literasi di Indonesia adalah karena cara dan praktek pengajaran literasi di
Indonesia kurang bisa meningkatkan kemampuan literasi. Menyalahkan sepenuhnya pada guru bahasa
merupakan hal yang kurang tepat, karena pendidikan literasi sendiri mempunyai
dimensi-dimensi seperti dimensi sosial dan politik. Kita dapat melihat bahwa pengembangan literasi
itu sejalan bersama tingkat pra-sekolah, SD, SMP, SMA, sampai tingkat PT. Literasi yang didapatkan pada tingkatan
sebelumnya adalah dasar untuk mengembangkan literasi ditingkat berikutnya.
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa literasi merupakan kemampuan baca tulis, sebagian orang
literasi berkonotasi ”general learnedness and familiarity with literature.” Mengajarkan literasi pada dasarnya adalah
untuk menciptakan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik,
cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sebuah sastra. Rekayasa literasi
merupakan salah satu upaya yang disengaja dan sistematis untuk menciptakan
manusia-manusia terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa. Penggunaan bahasa merupakan pintu masuk untuk
menuju pendidikan dan pembudayaan. Sekolah
yang merupakan lembaga pendidikan formal adalah akses utama untuk menciptakan
literasi. Rekayasa literasi berarti
merekayasa pengajaran dalam hal membaca dan menulis dalam empat dimensi yaitu
linguistic atau fokus teks, kognitif, sosiokultural, dan pengembangan atau fokus
pertumbuhan. Hal yang dimaksud
direkayasa disini adalah cara pembelajaran guru dalam membaca dan menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic