We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 20 Februari 2014

Keterpurukan Bangsa Kita, Bangsa Indonesia



1st Chapter Review


            Hingga saat ini, Indonesia masih bisa dibilang sebagai Negara yang masih rendah akan kesadaran literasinya.  Hal ini dibuktikan dengan kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan betapa pentingnya memiliki kemampuan literasi yakni membaca dan menulis.  Hal ini jugalah yang menjadi faktor utama penyebab rendahnya atau tertinggalnya bangsa Indonesia dalam pembangunan Negara sehingga bangsa kita ini mengalami keterpurukan di dunia literasi.
            Seiring berkembangnya zaman, literasi ini mengalami banyak rekayasa.  Yang dimaksud ”rekayasa literasi” disini yaitu mengenai cara pengajaran reading dan writing.   Kalau biasanya kita belajar reading dan writing dengan cara membaca terlebih dahulu teksnya, kemudian merespon, lalu menulis ulang ke dalam sebuah tulisan.  Sekarang yang harus kita perhatikan yaitu bagaimana cara kita mendekati teks tersebut.  Dengan kata lain, rekayasa literasi berarti merekayasa cara pengajaran membaca dan menulis yang meliputi empat dimensi yaitu linguistik (fokus teks), kognitif (fokus mind), perkembangan (fokus pertumbuhan), dan sosiokultural (fokus kelompok).
            Lewat tulisan yang berjudul “Rekayasa Literasi” karangan Prof. Dr. Chaedar Alwasilah ini, secara garis besar tulisan tersebut masih membahas tentang permasalahan minat atau kesadaran literasi di kalangan masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa.  Setelah saya membaca tulisan tersebut, ada beberapa poin penting yang dijelaskan oleh penulis perihal metode atau cara yang digunakan dalam pengajaran bahasa asing di setiap pendidikan.  Metode  tersebut terdiri dari 5 (lima) pendekatan, antara lain :
1.      Pendekatan Struktural : Grammar Translation Methods (Populer sampai dengan Perang Dunia ke-2).
Fokus   : penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa. Seperti mengidentifikasi bentuk bahasa, jenis kata, dan unit-unit sintaksis (kata, frase, klausa).
Tujuan      :   agar siswanya mampu memperbaiki dan menganalisis setiap kesalahan bahasa yang dipelajari oleh mereka.


2.      Pendekatan Audiolingual : Dengar-ucap (1940-1960)
Fokus             :  latihan dialog-dialog pendek.
Tujuan      : agar siswanya mampu beranalogi pada dialog-dialog tersebut saat     berkomunikasi secara spontan.
Kelemahan   : pendekatan ini urang efektif karena penguasaan baca-tulis terabaikan oleh siswanya.
3.      Pendekatan Kognitif dan Transformatif
Fokus            :  pembangkitan potensi berbahasa siswa.
Tujuan      : agar siswanya terus meningkatkan kemampuan dalam bahasa   yang mereka kuasai.
4.      Pendekatan Communicative Competence (1980-1990)
Fokus            :  Latihan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik.
Tujuan     : agar siswanya mampu berkomunikasi dalam bahasa sesuai dengan     bahasa yang ditargetkan.
5.      Pendekatan Literasi : Pendekatan Genre-Based
Fokus            :  Implikasi dari studi wacana.
Tujuan           : agar siswanya mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Ada empat tahapan pembelajaran yang dilakukan oleh pendekatan ini, yaitu :
ü  Membangun pengetahuan (building knowledge of field)
ü  Menyusun model-model teks (modeling of text)
ü  Menyusun teks secara bersamaan (joint construction of text)
ü  Menciptakan sendiri teks (independent construction of text)
Bicara tentang definisi literasi, ada banyak sekali definisi tentang hal itu baik itu yang didefinisikan secara sederhana maupun kompleks.  Meskipun demikian, pada dasarnya literasi merupakan suatu pembelajaran yang didalamnya membahas tentang genre, wacana, literasi, teks, dan konteks.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata literasi itu tidak ada, melainkan hanya ada kata literator dan literer.  Pada zaman dahulu, membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar (pendidikan umum) untuk membekali manusia dalam menghadapi tantangan zaman.  Oleh karena itu terkadang kata literate diartikan sebagai educated.  Secara singkat, literasi didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. ( 7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005: 898).  Sedangkan definisi literasi lainnya yaitu praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Di sisi lain, Freebody & Luke juga menawarkan gagasannya sebagaimana ditulis oleh pak Chaedar dalam bukunya mengenai model-model literasi, diantaranya sebagai berikut :
a)      Memahami kode dalam teks (breaking the codes of texts),
b)      Terlibat dalam memaknai teks (participating in the meaning of texts),
c)      Menggunakan teks secara fungsional (using texts functionally), dan
d)     Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis (critically analyzing and transforming texts).
Keempat peran literasi ini dapat diringkas ke dalam 5 (lima) verba, yaitu :  memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.  Dari dahulu hingga sampai saat ini, kata “literasi” tidak pernah lepas dari yang namanya baca-tulis dan juga writer-reader.  Seiring berkembangnya zaman, makna dan rujukan literasi terus berevolusi, dan kini maknanya semakin luas dan kompleks.  Perubahan makna tersebut mengakibatkan perubahan pengajaran literasi yang ada di Negara ini.  Di bawah ini ada beberapa dimensi yang saling berhubungan dengan kajian lintas disiplin dalam penggunaan bahasa, antara lain :
§  Dimensi Geografis : lokal, nasional, ragional, dan internasional.  Semua itu tergantung pada tingkat pendidikan dan jenjang sosialnya.
§  Dimensi Bidang   : pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, dan lain-lain.  Menurut dimensi ini, pendidikan yang berkualitas tinggi juga akan menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi.
§  Dimensi Keterampilan :  membaca, menulis, menghitung, dan berbicara.  Literasi seseorang akan tampak dalam kegiatan tersebut.  Dengan demikian, setiap sarjana pasti mampu membaca.  Namun tidak semua dari mereka mampu menulis.
§  Dimensi Fungsi    :  memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, dan mengembangkan potensi diri.
Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan persoalan, tidak sulit untuk mendapatkan pekerjaan, memiliki potensi untuk mencapai tujuan hidupnya, dan gesit mengembangkan serta mereproduksi ilmu pengetahuan (kepakaran).
§  Dimensi Media     :  teks, cetak, visual, dan digital.  Dimensi ini meliputi literasi visual, digital, dan virtual.
§  Dimensi jumlah    :  satu, dua, dan beberapa.  Literasi disini bersifat relatif.  Artinya mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.
§  Dimensi bahasa    :  etnis, lokal, nasional, regional, dan internasional.  Dalam dimensi ini, ada literasi yang bersifat singular dan ada juga yang bersifat plural.  Hal ini beranalogi kepada dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual.
Selain dari uraian di atas, beliau, pak Chaedar juga memaparkan tentang 10 gagasan kunci yang menandai adanya perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan melesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di zaman sekarang ini, diantaranya :
1)      Keterlibatan lembaga-lembaga sosial
2)      Tingkat kefasihan relatif
3)       Pembangunan potensi diri dan pengetahuan
4)      Standar dunia
5)      Warga masyarakat demokratis
6)      Keragaman lokal
7)      Hubungan global
8)      Kewarganegaraan yang efektif
9)      Bahasa Inggris ragam dunia
10)  Kemampuan berpikir kritis
Semua gagasan tersebut, tidak akan terlepas dari peranan masyarakat yang memiliki kesadaran literasi semiotik, yakni masyarakat yang bernegosiasi dengan dunia symbol, dan mongonstruksi dirinya sendiri secara semiotik, dari cara mereka berkomunikasi non-verbal sampai cara mereka berpakaian (Luke, 2003).  Oleh karena itu, masyarakat Indonesia sehyogyanya bisa menguasai literasi tersebut.
Dari semua penjelasan di atas, masih ada lagi yang pak Chaedar tulis dalam bukunya yaitu tentang 7 (tujuh) prisnsip yang seharusnya dilakukan dalam pendidikan bahasa berbasis literasi, sebagai berikut :
a.       Literasi merupakan kecakapan hidup (life skill).
b.      Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara kritis baik tertulis maupun lisan.
c.       Literasi merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah.
d.      Literasi merupakan refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
e.       Literasi merupakan kegiatan refleksi diri.
f.       Literasi merupakan hasil kolaborasi.
g.      Literasi merupakan kegiatan melakukan interpretasi.
Menurut pendapat saya, sampai saat ini kondisi minat kesadaran literasi bangsa kita masih sangat minim, terutama dikalangan mahasiswa.  Jika seterusnya bangsa kita masih tetap seperti ini bahkan masih acuh terhadap literasi, maka akan menjadi seperti apa negeri kita tercinta ini?  Persoalan ini merupakan PR bagi kita semua selaku anak bangsa yang memiliki kewajiban untuk membawa bangsa kita agar kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi.
Melalui penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), PISA (Program for International Student Assessment) dan TIMSS (the Third International Mathematics and Science Study) yang meneliti ukuran literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan, ternyata terbukti bahwa posisi minat literasi  Indonesia menempati urutan yang bisa dibilang rendah jika dibandingkan dengan Negara lainnya.  Dari hasil peneliatian PIRLS di kelas IV (empat) tantang literasi membaca, diantaranya sebagai berikut :
·         Indonesia menempati posisi ke-5 dari bawah jika dibandingkan dengan Rusia, Hong Kong, Kanada/Alberta, dan Singapura, yaitu dengan skor prestasi 407.
·         Indonesia memiliki pendapatan kapita dan indeks pembangunan manusia (HDI) yang sangat rendah jika dibandingkan dengan Negara lainnya.
·         Indonesia termasuk Negara dengan indikator lebih tinggi dalam retrieving dan straightforward inferencing process.
·         Di Indonesia hanya tercatat 2 % siswa yang memiliki kualitas membaca yang tinggi, dan 19 % masuk ke dalam kategori menengah (medium), dan 55 % masuk ke dalam kategori rendah.
·         Indonesia diukur dengan index of home education resources  (HER) yang meliputi jumlah buku, jumlah buku anak-anak, sumber belajar lainnya seperti komputer, meja belajar sendiri, buku milik sendiri, dan akses ke surat kabar.
·         Indonesia termasuk kedalam kategori Negara yang memiliki lulusan pendidikan orang tua terendah dibandingkan dengan Negara lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat literasi siswa di Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan siswa di Negara lain.  Dengan demikian, Indonesia belum berhasil menciptakan Negara literat.  Selain itu, tanpa adanya kegiatan banyak membaca, seseorang akan kusulitan untuk menjadi seorang penulis.  Akan tetapi seseorang yang banyak baca tidak menjamin bahwa dirinya akan selalu rajin untuk menulis.  Di bawah ini ada beberapa catatan tentang jumlah buku yang diterbitkan oleh Negara-negara setiap tahunnya sampai 2003, antara lain :
§  Amerika   :  90.000 buku
§  India         :  70.000 buku
§  Jepang      :  60.000 buku
§  Korea       :  45.000 buku
§  Malaysia   :  8.500 buku
§  Indonesia             :  6.000 buku
Bila setiap dosen menjalankan kewajibannya untuk menulis sebuah buku dalam setiap tiga tahun, tentunya akan terbit sekitar 77.000 buku, itu pun belum termasuk buku-buku yang ditulis oleh kalangan non-dosen.  Dengan cara ini, Indonesia mungkin akan mampu menyamai India.
Penguasaan literasi juga pada dasarnya harus dikuasai oleh para guru.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiadi (2010), ditemukan kenyataan sebagai berikut :
a.       Dalam pembelajaran membaca dan menulis, guru hanya mengandalkan kurikulum nasional dan buku pokok.
b.      Pemodalan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
c.       Guru tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas.
Di bawah ini merupakan 6 (enam) profesionalisme guru terhadap pendidikan literasi, yakni :
1)      Komitmen profesional
2)      Komitmen etis
3)      Strategi analisis dan efektif
4)      Efikasi diri
5)      Pengetahuan bidang studi
6)      Keterampilan literasi dan numerasi (Core dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010).
Dari uraian di atas, dengan demikian membangun literasi bangsa harus diawali dengan menciptakan guru-guru yang profesional, dan seorang guru yang profesional itu hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga.
 Rekayasa literasi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan suatu bangsa.  Tentunya, dalam perbaikan rekayasa literasi seyogyanya menyangkut 4 (empat) dimensi, yaitu :
1)      Linguistik (fokus pada teks) : a) Sistem bahasa untuk membangun makna, b) Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis, c)  Ragam bahasa tulisan dan lisan.
2)      Kognitif (fokus pada mind) :  a) Aktif, selektif, dan konstruktif, b) Memanfaatkan pengetahuan yang ada, c) Menggunakan proses mental dan strategi.
3)      Perkembangan (fokus pada pertumbuhan) :  a) Pembelajaran yang aktif dan konstruktif, b) Memakai berbagai strategi dan proses mengontruksi berbagai dimensi literasi, c) Pengamatan data, dan sebagainya.
4)      Sosiokultural (fokus pada kelompok) :  a) Tujuan dan pola literasi yang beragam, b) Aturan serta norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis, c) Fitur linguistic, dan lain-lain.
Jadi, dimensi kegiatan literasi ini melibatkan 4 (empat) dimensi yaitu bahasa, kognitif, sosial, dan perkembangan.  Pengajaran literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra.  Untuk meluruskan rekayasa literasi soyogyanya diawali dengan pemahaman atas berbagai paradigma pengajaran literasi.  Secara garis besar, ada 3 (tiga) paradigma pembelajaran literasi, yakni decoding, skills, dan whole language (Kucer: 2000).
Ø  Decoding :  Siswa mampu membangun literasi dengan cara diajarkan terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana cara memaknai kode suatu bahasa.
Rumus      :  Literasi = belajar ihwal literasi          belajar literasi          belajar melalui literasi.
Ø  Skills (Keterampilan) :  Siswa membangun literasi dengan cara diajari terlebih dahulu tentang pengetahuan literasi, yakni tentang cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata.
Rumus      :  Literasi = belajar ihwal literasi          belajar literasi          belajar melalui literasi.
Ø  Bahasa secara utuh (whole language)  :  Siswa akan mampu menemukan keteraturan bahasa.
Rumus      :  Literasi = belajar melalui literasi        belajar literasi          belajar ihwal literasi.
            Dari berbagai penjelasan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa paradigma terhadap literasi semakin berkembang.  Hal inilah yang menjadi pemicu adanya rekayasa literasi.   rekayasa literasi berarti merekayasa cara pengajaran membaca dan menulis yang meliputi empat dimensi yaitu linguistik (fokus teks), kognitif (fokus mind), perkembangan (fokus pertumbuhan), dan sosiokultural (fokus kelompok).  Namun, semua itu memerlukan proses dan penelitian yang dapat diterima oleh para ahli bahasa.  Selain itu, turunnya peringkat literasi bangsa Indonesia merupakan  salah satu faktor penyebab terpuruknya bangsa kita.  Oleh karena itu, dengan adanya kenyataan seperti ini, seharusnya itu semua bisa menjadi motivasi bagi kita semua untuk melakukan perubahan agar kedepannya bisa menjadi lebih baik lagi, dan perubahan itu berawal dari kesadaran kita masing-masing.  Sehingga kita bisa menunjukkan kepada dunia bahwa kita, bangsa Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan bangsa kita melalui peningkatan literasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic