1st
Chapter Review
Name : Saleha
Adanya
sebuah metode untuk mempelajari sebuah ilmu itu sangat penting, memilih setiap
metode yang dicocok juga perlu untuk dilakukan. Inilah beberapa metode dan
pendekatan pengajaran bahasa asing yang telah dikelompokkan oleh para ahli
bahasa dalam buku rekayasa literasi oleh Pak Chaedar Alwasilah, diantaranya:
-
Metode tata bahasa grammar dan
terjemah (pendekatan structural). Tahap
awal dalam pengajaran bahasa asing menggunakan pendekatan struktural,
pendekatan ini meletakkan focus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis
dan penguasaan tata bahasa kemudian menyusunnya dalam suatu kalimat. Pendekatan
ini banyak memiliki kelemahan terutama terjadi pada fakta bahwa masing-masing
bahasa memiliki tata bahasa yang berbeda-beda. Siswa bisa saja terjebak dalam
kesalahan structural ketika menyusun kalimat dalam bahasa yang sedang
dipelajari. Pengetahuan tentang tata bahasa membuat siswa menjadi sangat kaku untuk
mempelajarinya sehingga kegiatan pembelajaran bahasa asing dengan pendekatan
ini menjadi membebankan serta menakutkan. Sebagai contoh dalam bahasa iklan
yang terkadang sesat dan menyesatkan.
-
Pendekatan dengar-ucap (audiolingual). Metode
audiolingual ini mengajarkan siswa untuk berlatih mendengar dialog pendek agar
dapat dikuasai serta dapat mempraktekkannya secara langsung saat berkomunikasi
dikemudian hari. Akan tetapi, karena
hanya menekankan pada kemampuan berbicara serta mendengar membuat bahasa tulis
menjadi terabaikan dan muncul kesalah fahaman saat berkomunikasi.
-
Pendekatan kognitif dan transformative
dipelopori oleh Noam Chomsky ahli bahasa Amerika pada tahun 1957 mengenai
teori-teori syntactic structure dan focus pengajarannya mengenai membangkitkan
potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.
Kelemahan pada pendekatan kognitif dan transformative ini tidak semua bahasa
itu hanya bersintaksis saja karena ada kemungkinan ditinjau dari sintaksis
benar tetapi secara sosiolinguistik tidak fungsional dan berpendapat lain.
-
Pendekatan communicative competence yang
dipelopori oleh Hymes (1976) dan Widdowson (1978). Pendekatan ini betujuan
pengajaran siswa mampu dalam berbahasa target yaitu siswa dapat berkomunikasi
secara terbatas bahkan secara langsung dan alami. Pendekatan communicative
competence ini memiliki kelemahan karena dianggap kurang ekplisit dalam segi
penjelasan bentuk dan fungsi. Kemudian lahirlah Systemic Functional Grammar
(SFG) atau tata bahasa fungsional yang dikembangkan oleh Halliday (1985),
Martin (2000), dan lain-lain.
-
Pendekatan literasi atau genre based,
pendekatan ini menyesuaikan kurrikulum 2004 di Indonesia dengan tujuan siswa
mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi serta
lebih mengedepankan kepada pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun
tulisan melalui empat tahapan: building knowledge of field, modeling of text,
joint construction of text, and independent construction of text.
Apa
itu literasi?
Literasi
dalam konteks pendidikan di Indonesia yang kita temui sekarang ini adalah
pembelajaran bahasa. Jika kita mencari pengertian dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia maka yang ada hanyalah kata literator dan literer. Sedangkan
menggunakan definisi lama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.
Kita
mencoba menengok keadaan literasi (baca-tulis) pada zaman dahulu, literasi
hanya dianggap cukup sebagai modal dasar pendidikan agar dapat mengahadapi
tantangan zaman. Tetapi bukan itu maksud sebenarnya terciptanya literasi.
Keadaan saat ini jika hanya mengandalkan pendidikan dasar tidak akan cukup.
Literasi
kini kian berevolusi dan maknanya pun semakin meluas dan kompleks. Literasi
kini bukan hanya membaca dan menulis saja tetapi juga mencakup bidang lain
seperti:
-
Matematika
-
Sains
-
Social
-
Lingkungan
-
Keuangan
-
Bahkan Moral.
Keadaan literasi anak negeri. Jika kita
mengetahui lebih banyak dengan keadaan literasi di negeri ini pastinya mulut
kita akan ternganga lebar dan menggeleng-gelengkan kepala. Mengapa? Karena
bangsa kita benar-benar tertinggal jauh dengan bangsa lain. Mampukah sekarang
ini kita dapat mengejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain?. Untuk
direnungkan bersama-sama. Diawali dengan kata prestasi. Siapa yang tidak
menginginkan memiliki sebuah prestasi? Ya, pastinya semua ingin memiliki
prestasi, tapi bagaimana jika prestasi tersebut di dapat dari urutan kelima
pada barisan terbawah. Bangga kah prestasi seperti itu? Indonesia menduduki
prestasi kelima dari urutan terbawah dalam bidang membaca. Ada yang salah
dengan keadaan pembaca atau tidak ada nya penulis yang menghasilkan sebuah
karya, hal itu mungkin menjadi salah satu faktornya. Sebagai bukti bahwa
masyarakat Indonesia tidak melek dengan literasi yaitu mereka selalu terpejam
jika melihat tulisan atau buku. Baru beberapa menit membaca mereka sudah merasa
mengantuk, dan banyak buku-buku yang hanya dijadikan sebuah pajangan di lemari.
Tahukan kita bahwa negara lain lebih maju dalam bidang karya tulis dan membaca
nya, karena masyarakat melek akan bacaan. Mereka lebih memilih meninggalkan
kendaraan mereka untuk sampai kesuatu tempat dan lebih memilih dengan kendaraan
umum. Karena mereka bisa melakukan aktivitas membaca buku di dalam bis/mobil
sampai menunggu sampai ditempat tujuan. Sedangkan keadaan yang terjadi di
angkutan umum di Indonesia banyak sekali orang yang hanya duduk termenung tanpa
adanya suatu aktivitas atau melakukan aktivitas yang hanya membuang-buang waktu
saja seperti bermain gadget, hp, dls. Prestasi membaca begitu rendah karena
budaya suka membaca belum diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic