Apptizer Essay :
Dalam artikel pertama ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah yang
berjudul “(Bukan) Bangsa Penulis” dan dipublikasikan di koran Pikiran Rakyat
pada tanggal 28 Februari 2012. Pendapat saya mengenai artikel ini yaitu tentang
artikel jurnal dikalangan mahasiswa yang mendapat respon dari banyak kalangan.
Artikel jurnal dikalangan mahasiswa rasanya kurang tepat, pa
Chaedar pun menuliskan dalam artikelnya
bahwa “Dalam literatur keilmuan, jurnal tidak identik dengan skripsi,
tesis, dan disertasi. Jurnal hanya dikelola oleh tim yang ahli dalam bidang
keilmuan tertentu”, dalam kalimat ini sudah membuktikan bahwa mahasiswa tidak
cocok diberikan atau dipaksakan untuk membuat artikel jurnal, karena artikel
jurnal hanya dapat dikelola oleh para
ahli dalam bidang tertentu. Tetapi telah
dikeluarkannya Surat Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No 152/E/T/2012, pada
tanggal 27 januari 2012 kepada Rektor, Ketua, Direktur Perguruan Tinggi Negeri dan
Swasta diseluruh Indonesia tentang karya ilmiah.
Pa .Chaedar juga menuliskan “sebagai bahan bandingan, semua
perkuliahan di perguruan tinggi di Amerika Serikat memaksakan mahasiswanya
banyak menulis esai seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku, dan
sebagainya. Tugas-tugas itu selalu dikembalikan dengan komentar kritis dari dosen,
sehingga nalar dan argumen tulisan mahasiswa betul-betul terasah karena itu,
tidak ada keharusan menulis tesis, skripsi, apalagi artikel jurnal.” Bahkan di
Amerika serikat pun tidak ada keharusan bagi mahasiswa untuk menulis tesis,
skripsi atau artikel jurnal karena mahasiswa disana sudah terlalu banyak
dipaksa untuk menulis laporan obervasi, ringkasan bab, review buku dan
lain-lain, sehingga dosen disana pun tidak akan memaksa mahasiswanya untuk
membuat artikel jurnal lagi karena mereka para dosen sudah mengetahu kemampuan
menulis mahasiswa dari tugas yang telah diberikan.
Menurut saya menulis skripsi, tesis dan disertasi sama saja dengan
menulis di academik writing karena skripsi, tesis, dan disertasi menggunakan
bahasa yang formal yang sama di academic writing. Selain itu skripsi, tesis dan
disertasi sebagai tempat ajang untuk mengasah ketrampilan menulis, meneliti dan
melaporkan semua data secara akademik sehingga menurut saya mahasiswa tidak
perlu membuat artikel jurnal karena skripsi dan artikel jurnal bertujuan sama
yaitu untuk melatih kemampuan menulis para mahasiswa ditingkat S1, S2, dan S3.
Saya juga setuju dengan pa Chaedar bahwa “Media pencerdas bangsa
itu bukan hanya jurnal. Artikel opini di koran jauh lebih besar dampaknya
karena bisa dibaca dua juta pembaca” kalimat
ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Krashen (1984) “Di perguruan
tinggi Amerika Serikat menunjukan bahwa para penulis dewasa produktif adalah
mereka yang sewaktu di SMAnya, antara lain banyak membaca karya sastra,
berlangganan koran atau majalah, dan mereka yang di rumahnya memiliki
perpustakan. Jadi untuk menjadikan
penulis dan dosen yang produktif perlu pembenahan pembelajaran baca
tulis yang benar mulai dari tingkat SMA” paragraf yang saya kutip ini adalah bukti
bahwa untuk menjadikan penulis atau dosen yang bisa menulis bukan hanya dari
jurnal saja.
Saya sangat setuju dengan pa Chaedar yang mengatakan bahwa “
mewajibkan menulis artikel jurnal untuk lulusan S1 dan S2 rasanya tidak tepat
sebab akan menyebabkan penumpukan mahasisw di akhir program yang pasti menuntut
biaya hidup, SPP dan biaya-biaya lainnya”
Pada artikel kedua A. Chaedar
Alwasilah yang berjudul “Powerful
Writers Versus The Helpless Readers” yang dipublikasikan di the jakarta post,
14 januari 2012. Pada artikel ini Pa chaedar menjelaskan tentang kekurangan
dalam membaca di Indonesia.
Pada penelitian pa chaedar yang dilakukan pada 40 mahasiswa lulusan
matematika dan 60 mahasiswa lulusan bahasa sebagai peserta. Pa chaedar
mengambil kesimpulan dari alasan para peserta yang tidak mampu menjawab
pertanyaannya, bahwa peserta yang beralasan tidak mempunyai latar belakang
pendidikan yang sama dengan penulis adalah pembaca yang pasif. Saya setuju
dengan pa chaedar bahwa kebanyakan mahasiswa di indonesia adalah pembaca yang
pasif dan masih jauh untuk mencapai lavel pembaca yang kritis karena pembaca yang
kritis mampu mengembangkan kesadaran mereka tentang format, konten, dan
konteks. Format menunjukan pada simbol linguistik yang ditulis oleh penulis.
Konten menunjukan kepada arti atau substansi yang dibicarakan dan Konteks
menunjukan pada lingkungan sosial dan psikologi
ketika tulisan itu diproduksi.
Kekurangan mahasiswa di indonesia adalah kurangnya kebiasaan
membaca buku-buku yang berbahasa Indonesia atau berbahasa Inggris, sehingga
ketika mahasiswa di indonesia dihadapkan dengan buku yang berbahasa inggris
mereka tidak akan menyangkal bahwa penulis menggunakan bahasa yang terlalu
tinggi atau beralasan mereka tidak dapat mencerna dan tidak dapat mengerti apa
yang dikatakan penulis. Kekurangan bangsa Indonesia adalah kurangnya
pengetahuan dan kurangnya minat membaca dan menulis sehingga orang Indonesia
banyak yang menjadi pembaca pasif.
Menurut saya penggunaan buku impor untuk mahasiswa memiliki dua
efek yaitu efek negatif dan efek positif. Efek positifnya dapat menambah
wawasan bagi mahasiswa, tetapi efek buruknya dapat mengkibatkan meremehkan buku
berbahasa indonesia. Tetapi langkah yang seharusnya dilakukan adalah
meningkatkan produktifitas menulis buku dengan berbahasa Indonesia.
Pada artikel ketiga berjudul “Learning And Teaching Proses : More
About Readers And Writers” yang ditulis oleh C. W. Watson di the jakarta post,
11 februari 2012. Pada artikel ini menjelaskan tanggapan penulis yang
menanggapi artikel yang ditulis oleh A Chaedar Alwasilah yang berjudul
“Powerful Writers Versus The Helpless Readers” Penulis menilai bahwa bangsa
Indonesia sedang mengalami krisis pada pendidikan karena penulis telah
melakukan survei bersama pa Chaedar yang dilakukan di Bandung.
Penulis juga setuju dengan pa Chaedar yang berpendapat anak sekolah
di Indonesia tidak dianjurkan untuk menulis karena anak indonesia masih
kesusahan dalam menentukan tema pada suatu kalimat atau prosa pada suatu
paragraf. Saya setuju dengan alasan Dr. Imam bahwa ketidak mampuan siswa itu
berasal dari kurangnya kompetensi menuliskan yang diajarkan kepada murid.
Penulis adalah mahasiswa lulusan universita inggris dan di
universitas inggris para dosen atau lembaga kampus memiliki tujuan untuk
mengajarkan siswanya bisa menguasai bahasa asing sehingga mereka dapat
berbicara, mendengar, memahami, membaca dan menulis dengan lancar dan mereka
didorong untuk membaca sebanyak mungkin.
Pa Chaedar menjelaskan bahwa dosen yang mendaptkan PhD keluar
negeri adalah niat untuk meningkatkan mutu mahasiswa dan mengetahui mahasiswa
seperti apa yang telah mereka pelajari
dengan buku-buku teks dosen dari Amerika Serikat atau Australia atau Inggris.
Hasilnya adalah bahwa siswa tidak dapat berbahasa inggris dengan lancar dan
benar. Ini dikarenakan kurangnya pembenahan penggunaan bahasa ibu atau bahasa
Indonesia sebagai bahasa yang digunakan setiap hari.
Kesimpulan :
Dari ketiga
artikel diatas memiliki persamaan yaitu membahas kekurangan yang dimiliki
mahasiswa Indonesia seperti membaca, menulis dan memahami bahasa asing(bahasa
Inggris). Kurangnya keaktifan dalam membaca atau mahasiswa di indonesia adalah
pembaca yang pasif dan kekuragan penguasaan bahasa asing yang menyebabkan
mahasiswa kurang dalam memahami teks bahasa asing, ini disebabkan kurang
baiknya penggunaan bahasa ibu(bahasa Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic