Definisi lama menyebutkan bahwa literasi adalah kemampuan membaca
dan menulis. Dalam konteks persekolahan
Indonesia, istilah literasi jarang dipakai. Istilah yang sering dipakai adalah
pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi: 2010). Tetapi dengan
berjalannya waktu dan adanya perubahan periodesasi metode dan pendekatan,
pendekatan literasi sebagai implikasi dari studi wacana. Sesuai dengan
kurikulum 2004 di Indonesia, tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu
menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan komunikasi. Yang sangat
menonjol dalam pendekatan ini adalah pengenalan berbagai genre wacana lisan
maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa. Dengan kata lain, metode pembelajaran
sekarang ini siswa dituntut untuk menjadi siswa yang produktif dalam membaca
dan menulis. Disebutkan pula pembelajaran dilakukan melalui empat tahapan,
yaitu;
1)
Membangun
pengetahuan (building knowledge of field). Tahap ini siswa dituntut
untuk mampu mengembangkan atau membangun pengetahuan yang diperoleh.
2)
Menyusun
model-model teks (modeling of text). Setelah mengembangkan pengetahuan, siswa
ditutut pula untuk menuliskan susunan pengetahuan apa yang sudah mereka
kembangkan.
3)
Menyusun
teks bareng-bareng (joint contruction of text). Setelah menyusunkan pengetahuan
yang sudah dikembangkan, tahap selanjutnya yaitu menyusun kembali teks-teks
atau tulisan yang mungkin belum tersusun baik.
4)
Menciptakan
sendiri teks (independent construction text). Tahap terakhir adalah menuliskan
hasil pengembangan pengetahuan dengan menggunakan bahasa sendiri.
Dapat
dipahami bahwa kini pendidikan dasar tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca
dan menulis. tetai, vsiswa di tuntut
untk mengembangkan kemampuan membaca dan menulis tersebut. Untuk lebih jelas
freebody & Luke menawarkan model interasi sebagai berikut:
1.
Memehami
kode teks (breaking the codes of text)
2.
Terlibat
dalam pemakaian teks (participating in the meanings of texts)
3.
Menggunakan
teks secara fungsional (using texts funcionallity)
4.
Melakukan
analisis dan mentranspormasi teks secara tertulis (critically analyzing and
trasforming texst)
Keempat peran literasi ini dapat diringkas ke dalam lima verba:
memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasiteks. Itulah
hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Makna dan rujukan literasi terus berevolusi, dan kini maknanya
semakin luas dan kompleks. Sementara itu, rujukan lingvistik dan sastra relatif
konstan. Literasi tetap berusaha dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian
lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang terkait.
Ø Dimensi geografis (lokal,
nasional, regional, & Internasional). Kemampuan litrasi seseorang dapat
menentukan dimensi geografisnya. Jika literasinya pada tingkat pendidikan
tinggi dan jejaring sosial yang tinggi pula, maka ia dapat dikatakanmempunyai
dimensi Internasional.
Ø Dimensi bidang (pendidikan, komunitasi, administrasi, hiburan,
militer,dsb). Literasi juga akan menentukan kualitas suatu bidang tertentu.
Misal dalam bidang pendidikan,
Ø Dimensi keterampilan (membaca, menghitung, menulis dan berbicara).
Setiap sarjana tentu saja mampu membaca, tetapi tidak semua sarjana mampu
menulis. kualitas tulisan tergantung pada “gizi” bacaan yang di santapnya.
“Gizi” itu akan tampak ketika ia berbicara. Dengan kata lain, seorang sarjana
yang mempunyai kualitas literasi yang tunggi akan terlihat pada kemampuan baca
tulis dan keduanya hrus seimbang serta, kemampuan menghitung juga harus
ditingkatkan.
Ø Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan,
mencapai tujuan, menrgembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri).
Dengan literasi seseorang akan mudah mengembangkan pengetahuan, karea orng
literat dapat dengan mudah menangkap informasi-informasi yang Ia dapatkan.
Dengan demikian, Ia dengan mudah mengembangkan pengetahuannya tersebut.
Ø Dimendi media (teks, cetak, visual, digital). Untuk menjadi literat
pada jaman sekarang, orang tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan
menulis teks alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan
menulis teks cetak, visual, dan digital. Sehingga kita dituntut untuk menguasai IT (Information Technology)
Ø Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa). Jumlah disini dapat merujuk
pada beberapa hal. Misalnya, bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang
ilmu, media, dan lain-lain. Orang yang multiliterat berinteraksi dalam berbagai
situasi. Kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi.
Ø Dimensi bahasa (entis, lokal, regional, internasional).Ada literasi
yang singular, ada pula literasi yang plular. Hal ini beranalogi ke dalam ensi
monoligual,bilingual dan multilingual. Contoh jika ada mahasiswa yang
berdomisili tinggal di daerah jawa barat dan dia orang sunda asli dan dia
mahasiswa jurusan bahasa Inggris, maka Ia adalah orang multilingual dalam
bahasa Sunda, Indonesia, dan Inggris. Artinya, Ia adalah multilitrasi paderat,
tetapi apakah kita sadari sejauh mana tingkat literasi bahasa lokal kita
sendiri?
Adapun
11 gagasan kunci ihwal literasi yang menunjukan perubahan paradigma literasi
sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
1.
Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Lembaga-lembaga sosial yang ada di masyarakat seperti RT, RW,
Kelurahan sampai pada DPR dan Presiden adalah sebagai mesin birokrasi untuk
menjamin ketertiban sosial. Lembaga-lembaga ini menjalankan peranannya dengan
fasilitas bahasa, sehigga muncul bahasa birokrat atau bahasa politik. Tidak ada
literasi yang netral. Semua praktik literasi dan teks tulis memiliki ideologi,
yaitu didikte oleh ligkungan sosial politiknya.
2.
Tingkat kefasihan
Yang perlu dikuasai adalah kefasihan (literasi) minimal atau
literasi yang diperlukan untuk memainkan peran fungsional dalam setiap
interaksi.
3.
Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi membekali kemampuan seseorang untuk mengembangkan segal
potensi dirinya. Penguasaan bahasa ibu adalah alat untuk berekspresi dan
mengapresiasi, serta memikirkan segala hal dalam lingkungan sosial budaya dan
psikologisnya yang terdekat, yakni keluarganya. Pada tahap tinggi literasi
membekali mahasiswa kemampuan produksi dan memproduksi ilmu pengetahuan.
Menulis akademik adalah bagian literasi yang mesti dikuasai oleh para calon
sarjana. Itulah literasi akademik.
4.
Standar dunia
Dalam persaingan global sekarang ini rujuk ilmu dikembangkan ke
tingkat Internasional, sehingga tingkat literasi suatu bangsa mudah
dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
5.
Warga masyarakat demokratis
Pendidikan yang berkualitas tinggi tentunya akan mengahsilkan
manusia literat, yakni manusia yang memiliki literasi memadai sebagai warga
negara yang demokratis. Dengan kata lain, pendidikan literasi harus mendukung
terciptanya demokratisasi bangsa.
6.
Keragaman lokal
Manusia literat sadar mengenai keragaman
bangsa dan budaya lokal atau cemerlang budaya (Ayatrohendi:1986),
dan manusia local membangun literasi dalam konteks lokalnya, sebelum memasuki
konteks nasional, regional, dan global. Dengan demikian, semakin berwawasan
global, semakin sensitif dan antisipasif dia terhadap keragaman lokal.
7.
Hubungan global
Untuk bersaing di tingkat dunia, semua
orang harus memiliki literasi tingkat dunia pula. Literasi tingkat ini
tergantgung pada dua hal, yaitu penguasaan teknologi dan pengetahuan konsep
atau pengetahuan yang tinggi. Dengan demikian, kita harus mempersiapkan diri
dan mulai menjadi orang yang kaya akan ilmu pengetahuan dan juga ilmu
teknologi, supaya kita akan dengan mudah bersaing di tingkat dunia.
8.
Kewarganegaraan yang efektif
Literasi membekali manusia kemampuan
menjadi warga Negara yang efektif, yakni warga Negara yang mampu mengubah diri,
menggali potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan
negaranya.
9.
Bahasa Inggris ragam dunia
Kita tahu bahwa bahasa Inggris adalah
bahasa Internasional. Hubungan dan jejaring global memerlukan bahasa yang dapat
diterima oleh semua pihak. Dengan demikian, bahasa Inggris dipelajari oleh
bangsa-bangsa di seluruh dunia. Namun, karena setiap bangsa membangun literasi
dalam bahasa etnis dan budayan lokalnya, sehingga bahasa Inggris yang muncul
sangat kental dengan kelokalan bahasa pertama suatu bangsa. Pemahaman dan
antisipasi atas ragam-ragam bahasa Inggris merupakan bagian dari literasi
global.
10. Kemampuan berfikir kritis
Literasi bukan sekedar mampu membaca dan menulis, melainkan juga
mengguanakan bahasa itu secara fasih, efektif, dan kritis. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis.
11. Masyarakat semiotik
Semiotic adalah ilmu tentang tanda,
termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, strtuktur, dan komunikasi. Kita semua
adalah praktisi semiotik.
Adapun tujuh prinsip pendidikan bahasa
berbasis literasi, yaitu sebagai berikut:
1. Literasi adalah kecakapan hidup (life skills).
Pendidikan bahasa sejak tingkat dasar
sangatlah penting, yakni untuk melatih dan memberdayakan siswa menggunakan
bahasa yang sesuai dengan kehidupan.
2. Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana
secara tertulis maupun lisan.
Pendidikan bahasa sejak tingkat dasar akan
membiasakan siswa berekspresi, baik secara lisan maupun tulisan. Sehingga, di
tingkat tinggi (mahasiswa) mampu memproduksi ilmu pengetahuan berupa karya
ilmiah, fiksi, dan sebagainya. Dengan kata lain, mahasiswa menjalani konstruksi
bahasa secara bertahap.
3. Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
Baca-tulis adalah kegiatan untuk mengetahui
hubungan antar kata dan antar unit bahasa dan wacana, serta antara teks dengan
dunia tanpa batas. Pendidikan bahasa pula melatih siswa berpikir kritis. Bahasa
adalah alat berpikir kritis.
4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
Baca-tulis tidak lepas dari budaya. Dengan
adanya budaya, pendidikan bahasa akan lebih hidup dan tentunya bermasyarakat.
5. Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
Penulis dan pembaca senantiasa akan
berpikir tentang bahasa dan mengkaitkannya dengan pengalaman subjektif dan
dunianya. Dengan kata lain, penulis dan pembaca akan merasakan bahasa yang
digunakan dalam suatu wacana merupakan pengalaman yang benar-benar terjadi.
Oleh karena itu, para mahasiswa perlu dibiasakan untuk melakukan refleksi diri
dengan cara menulis pengalaman sendiri dengan menggunakana bahasa sendiri.
6. Literasi adalah hasil kolaborasi.
Baca-tulis tentu akan selalu melibatkan
kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi. Penulis (tidak) menuliskan
sesuatu berdasarkan pemahamannya tentang calon pembaca. Maka pembaca pun harus
mengarahkan segala pengetahuan dan pengalamannya untuk memahami atau memaknai
tulisan itu. Dengan kata lain, literasi adalah kolaborasi antara pembaca dan
penulis.
7. Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Penulis menginterpretasikan alam semesta
dan pengalaman subjektifnya lewat kata-kata, dan pembaca dituntut untuk
menginterpretasikan penulis. Mahasiswa dituntut untuk menginterpretasikan
(mencari, menebak dan membangun makna) atas berbagai jenis teks dalam wacana
tekstual, visual, dan digital. Mampukah?
Telah ditemukan prestasi anak bangsa yang cukup buruk
pada sebuah penelitian dunia. Berikut adalah beberapa penemuannya:
1. Skor prestasi membaca di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa), 417
untuk perempuan dan 398 untuk laki-laki. Angka ini dibawah rata-rata Negara
peserta, yakni 500, 510 dan 493. Skor tertinggi diperoleh oleh Rusia (565).
2. Di Indonesia hanya tercatat 2% siswa yang prestasi membacanya masuk
dalam kategori sangat tinggi, 19% masuk ke kategori rendah, dan 56% masuk ke
dalam kategori rendah. Artinya, 45% siswa Indonesia tidak dapat mencapai skor
400.
Dengan temuan-temuan di atas, kita dapat menarik
kesimpulan bahwa:
·
Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh
tertinggal oleh siswa Negara-negara lain. Artinya pendidikan nasional kita
belum berhasil menciptakan warga Negara linterat yang siap bersaing dengan sejawatnya dari Negara lain. Dalam
pembelajaran literasi di sekolah, kita harus melihat pemahaman guru tentang
literasi dan penguasaan teknik pengajaran siswa. Dengan kata lain, guru adalah
penentu kemampuan literasi siswa.
Dapat disimpulkan bahwa, orang literat adalah orang
yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan
sistematik untuk menjadikan mahasiswa terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal. Penggunaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke
pendidikan dan pembudayaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah
situs pertama untuk membangun literasi. Rekayasa literasi berarti merekayasa
pengajaran membaca dan menulis dalam empat aspek atau dimensi, yaitu (teks)
linguistik, kognitif (mind), perkembangan (growth), dan sosiokultural (group).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic