We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Sabtu, 22 Februari 2014

MELANGKAH LEBIH JAUH (ACADEMIC WRITING)



2nd Class Review

Tertanggal 11 februari 2014, pertemuan kedua mata kuliah writing 4 cukup membuat dada ini terasa sesak. Seakan ingin mengeluarkan perasaan yang membuat jiwa ini semakin rapuhdan semakin tersesat.  Bagaikan  tersesat di sebuah hutan yang penuh dengan binatang buas, dan tak ada jalan keluar untuk keluar dari hutan itu. Tertekan? Bisa dibilang seperti itu. Kenapa tidak? Semakin kesini semakin terasa beban yang harus pikul. Ok kita mulai saja.
Pertemuan kedua ini, beliau membahas lebih detail tetang Writing 4. Terdapat 3 poin penting dari pembahasan minggu sebelumnya.
1.      Academic Writing
Seperti yang telah saya tuliskan pada class review pertama, bahwa Academic Writing identik dengan tugas menulis yang harus dikerjakan oleh para mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan di Perguruan Tinggi dan Universitas. Sehingga terdapat pula sifat-sifat dari Academic Writing itu sendiri, diantaranya:
Ø  Rigid (kaku)
Kita tidak pernah menyadari, jika kita sedang menulis tulisan tersebut terasa kaku dengan bahasa-bahasa yang baku dan formal. Tetapi, sebagai penulis, kita dituntut untuk dapat mencairkan hal yang dianggap kaku tersebut.
Ø  Formal
Bahasa yang kita gunakan untuk Academic Writing memang haruslah formal, karena penulis itu bagaikan seorang chef yang handal dan chef tersebut khusus memasak makanan yang berkelas dan hanya menghidangkan makanan untuk orang-orang yang berkelas pula.
Ø  Critical
Hal inilah yang sangat penting dalam sebuah tulisan yang mempunyai nilai tinggi. Kritik terhadap suatu bahasan atau materi tentu saja sangat diperlukan. Karena, manusia yang critical berarti Ia sukses menggunakan otaknya dengan baik. Tetapi, penulis harus mempunyai kekuatan penting, yaitu referensi yang bersifat factual dan tentunya logical.
Ø  Structure-Focused
Academic Writing tentunya bukan hanya sekedar menulis, tetapi di dalamnya pun terdapat struktur yang harus ditaati. Selain itu, penulis harus fokus terhadap materi atau bahasan yang ditulis.
Ø  Systematicity
Disamping adanya struktur yang harus penulis taati, harus disadari pula penulisan sebuah tulisan haruslah bersifat sistematis, karena ini akan berdampak pada tulisan yang dikategorikan baik dan benar ataupun sebaliknya.

2.      Critical Thinking
Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa penulis haruslah mempunyai sifat kritik terhadap infoemasi yang diproleh sebagai referensi. “You will not take something for granted”. Dengan kata lain, seorang penulis tidak akan mengambil sesuatu dari sesuatu yang belum dianggap pasti.
Kegiatan menulis tidak lepas dari kegiatan membaca dan berfikir. Yang perlu kita sadari bahwa, membaca disini, bukan hanya sekedar membaca, tetapi bagaimana untuk menjadi pembaca yang kritis. Dengan demikian, kegiatan membaca, berfikir dan menulis haruslah disertai dengan sifat yang kritis. Ciri orang yang kritis itu, Ia tidak mudah percaya terhadap sesuatu yang belum Ia tahu sendiri. Selain itu, orang yang kritis itu selalu bertanya terhadap sesuatu yang belum Ia pahami. Serta orang yang kritis itu, tidak pernah puas terhadap informasi yang Ia dapatkan dan tidak pernah puas terhadap sesuatu yang sudah Ia kerjakan.
3.      Writing is...
1)      A way of knowing something
 Dengan kata lain, dengan menulis kita bisa mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui. Misalkan, sebelum menulis kita diharuskan membaca terlebih dahulu, sehingga pada saat kita menulis kita tidak menyadari bahwa kalimat yang kita tulis itu adalah hasil pemikiran kita sendiri, dan kita juga akan mengetahui sejauh mana nilai tulisan kita.
2)      A way of repesenting something
Dengan menulis tetunya kita akan mengatakan sesuatu dan pula menunjukan sesuatu, yaitu berupa tulisan. Apa yang kita fikirkan, apa yang kita rasakan dan apa yang kita tahu, kita tuangkan dalam sebuah tulisan yang akan dibaca oleh orang lain.
3)      A way reproducing something
Menulis merupakan sesuatu yang butuh proses, dimana proses tersebut berupa kegiatan membaca dan berfikir. Dengan demikian, kegiatan menulis adalah jalan dimana kita sedang memproduksi sesuatu, yaitu berupa karya tulisan yang bermakna dan bernilai tinggi dengan wawasan yang luas dan tentunya critical.
Adapun yang menyebutkan Writing sebagai info pengetahuan dan eksperience. Eksperience disini, bermakna bahwa menulis adalah suatu pengalamana yang membutuhkan proses yang dapat mengasah otak. Dimana kita harus berfikir tetang apa yang akan kita bahas, kemudian bagaimana kita memulai sebuah tulisan dan mungkin masih banyak lagi.
Kita dapat disebut sebagai penulis pada saat menulis. Tetapi penulis yang mempunyai kemampuan yang tinggi sebagai penulis dan hasil tulisannya dibaca oleh orang lain, walaupun Ia tidak sedang menulis Ia bisa disebut sebagai penulis. Seorang penulis juga harus pandai memprediksi bacaan atau pun bahasa yang akan ditulis. Oleh karena itu, sesuai dengan kegiatan Academic Writing, penulis dituntut untuk bisa mengumpulkan pengetahuan dengan kegiatan membaca dan dituntut untuk menjadi pembaca yang dinamis dan akan lebih baiknya sebagai penulis yang handal, seseorang ditutut untuk menjadi Quantified Reader.
            Mr. Lala bertanya, apakah kita semakin merasa kesulitan pada saat menulis? Jujur yang Saya rasakan memang seperti demikian, namun keinginan untuk bisa menulis dengan baik pun semakin muncul, hanya saja terkadang sulit untuk menentukan kata ataupun kalimat yang pertama kali ditulis. Pertanyaannya, apakah hal ini dikarenakan kurangnya minat membaca pada diri Saya?
            Hoey (2001),  mengibaratkan pembaca dan penulis itu seperti penari. Dimana mereka saling megikuti irama sebuah lagu, dan mereka pun harus menari bersamaan dan harus seirama. Dengan demikian, pembaca dan penulis sangatlah berhubungan, dimana penulis berfungsi sebagai pengantar pengetahuan, dan pembaca sebagai penerima pengetahuan. Yang harus kita ketahui adalah yang menghidupkan roh dalam tulisan yaitu pembaca. Jadi, jika kita menulis tanpa ada yang membacanya, maka tulisan kita sama saja seperti kuburan.
Berawal dari sebuah topik yang menjelaskan hubungan Teks, Konteks, Pembaca, Penulis dan Makna. Kelima komponen tersebut memanglah saling berhubungan, dimana seorang pembaca membutuhkan sesuatu yang dapat dibaca. Kemudian, seorang penulis pun memerlukan sesuatu yang harus ditulis. Disini akan dijawab. Bahwa semuanya itu sangat membutuhkan TEKS. Menurut Lehtonen, Teks dapat berupa tulisan, pidato, gambar, musik atau siumbol lainnya. Titik penting adalah bahwa mereka terorganisir dan ada kombinasi simbolik relatif padat yang tampaknya agak jelas didefinisikan.
Dalam segala bentuknya, teks ditandai dengan tiga ciri: materialitas, hubungan formal dan kebermaknaan. Pertama, tanda-tanda teks adalah fisik dan material. Keberadaan fisik dan sensual pengartian selalu memiliki basis material, baik itu granit yang digunakan dalam patung atau gelombang udara yang dipancarkan selama tindakan berbicara. Kedua, ada beberapa hubungan formal antara tanda-tanda yang terkandung dalam teks. Tanda-tanda yang diposisikan dalam hubungan temporal dan lokal tertentu dengan tanda-tanda lain, di mana mereka membentuk unit terorganisir yang berbeda pada tingkat hirarki yang berbeda seperti huruf, kata, kalimat atau seluruh teks. Ketiga, tanda-tanda memiliki makna semantik. Mereka mengacu pada sesuatu di luar dirinya, apakah itu memiliki lingkup alam atau budaya, atau apakah non-tekstual atau tekstual fenomena. Roland barthnes (1915-1980) menyatakan bahwa pembentukan makna dalam interaksi tanda-tanda dan pembaca. Dengan kata lain, pembaca adalah seseorang yang membentuk makna suatu teks.
Teks adalah bahasa yang berfungsi, maksudnya adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan pesan atau informasi) dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang kita pikirkan). Hal penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila kita tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Memang makna-makna atau maksud yang ingin kita sampaikan kepada orang lain haruslah dikodekan dalam tuturan lisan atau kalimat-kalimat supaya dapat dikomunikasikan.
Teks merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ; sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus, maksudnya ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman (pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut:
 Kriteria yang bersifat internal teks:
Ø  Kohesi                         : kesatuan makna
Ø  Koherensi                    : kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
Kriteria yang bersifat eksternal teks:
Ø Intertekstualitas           : setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø Intensionalitas             : cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
Ø  Informativitas             : kuantitas dan kualitas informasi.
Ø Situasionalitas             : situasi tuturan.

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata sifat, kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Halliday dan Hasan (1992: 14) menandai konteks bahasa atau koteks itu sebagai konteks internal wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal wacana (external discourse contex). Senada dengan uraian di atas, Saragih dalam Persfektif LFS (2006: 4), juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi teks.
Menurut Kridalaksana, konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa lingkungan atau situasi tuturan berlangsung yang menumbuhkan makna pada ujaran lingkungan nonlinguistik dari wacana. Menurut Moelyono dan Soenjono, konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, dan kode.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu yang melingkupi teks. Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wacana terbentuknya teks.






Anggi Miladi Shulhiyyah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic