We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014

Krisis Literasi



(chapter review 1)
            Literasi. Kata itu sudah sangat tidak asing lagi didengar. Akan tetapi, keberadaanyyalah yang perlu dipertanyakan. Sudahkah bangsa kita mengkonsumsi budaya literasi sebagai kebutuhan? Berapa banyak jumlah orang yang memahami pentingnya budaya literasi? Sadarkah mereka terhadap keberadaan atau eksistensinya? Sebenarnya pertanyaannya masih banyak lagi. Namun tampaknya sayapun tidak mampu menjawabnya.
Literasi merupakan budaya baca-tulis yang sangat berpengaruh terhadap eksistensi  sebuah Negara. Negara yang penduduknya berkemampuan  dalam hal membaca dan menulis merupakan Negara yang berhassil meningkatkan kualitas bangsanya dalam peradaban. Percaya atau tidak, literasi dapat menjadi senjata yang kuat dan ampuh untuk mempertahankan keutuhan sebuah bangsa. Sebaliknya, kita juga dapat dipermainkan oleh literasi. Kemajuan suatu bangsa diukur dari kualitas budaya literasinya.
Saking begitu pentingnya, banyak sekali artikel atau wacana yang membahas tentang literasi, khususnya literasi yang berkembang di masyarakat kita. Hal itu menunjukkan bahwa literasi itu penting dan harus dikonsumsi oleh semua orang tidak terkecuali. Adanya tulisan-tulisan mengenai literasi itu menunjukkan bahwa si penulis sadar betul akan pentingnya literasi dan menghimbau si pembaca untuk segera sadar dari tidur panjangnya.
Dalam bab 6 “Rekayasa Literasi”, tertuang banyak pokok dan aspek yang berkaitan dengan literasi. Ternyata pula, definisi literasi itu tidak hanya ada satu. Para ahli memiliki pemahaman masing-masing mengenai hal tersebut. Selain itu, saya juga tidak mengerti maksud penulis dengan mengambil judul “Rekayasa Literasi”. Terdapat beberapa pengelompokan metode dan pendekatan dalam literasi menurut para ahli bahasa lazim, khususnya terhadap bahasa asing terdapat lima kelompok besar, yaitu :
1.      Pendekatan structural : menggunakan grammar translation methods. Fokus pembelajarannya terdapat pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan bahasa.
2.      Pendekatan audiolingual (dengar-ucap) : fokusnya berada pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa.
3.      Pendekatan kognitif dan trensformatif : meletakkan fokus pengajarannya pada pembangkitan (generating) kemampuan berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya. Implikasi dari teori-teori syntactic structure (Chomsky, 1957)
4.      Pendekatan communicative competence : pengajaran bahasa bertujuan agar siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa yang ditargetkan. Mulai dari komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami. Tokoh metode ini antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978).
5.      Pendekatan literasi (genre-based) : bertujuan agar dapat menjadikan siswa mampu memproduksi wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Selain metode dan pendekatan diatas, definisi untuk literasi juga tidak hanya satu. Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005 : 898 edisi ketujuh, literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Di Indonesia sendiri, khususnya di sekolah-sekolah istilah literasi dikenal sebagai “Pengajaran Bahasa” atau “Pembelajaran Bahasa” (Setiadi : 2010). Sementara itu Freebody dan Luke menawarkan model literasi untuk pembelajaran sebagai berikut :
1.      Memahami kode dalam teks
2.      Terlibat dalam memaknai teks
3.      Menggunakan teks secara fungsional
4.      Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis
Beralih dari empat aspek diatas, makna dari literasi sendiri terus berevolusi. Begitupun dengan rujukannya sehingga maknanya kini semakin luas dan kompleks. Sementara itu, untuk rukjukan linguistic dan sastra relative konstan. Literasi sendiri tetap berkaitan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling terkait. Yakni :
·         Dimensi geografis : pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan lain-lain.
·         Dimensi bidang : pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan lain-lain.
·         Dimensi fungsi : memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri.
·         Dimensi media : teks, cetak, visual dan digital.
·         Dimensi jumlah : satu, dua, beberapa.
·         Dimensi keterampilan : membaca, menulis, menghitung dan berbicara.
·         Dimensi bahasa : etnis, local, nasional, regional dan internasional.
Berikut ini juga terdapat beberapa gagasan kunci mengenai literasi yang menunjukkan berubahnya paradigm literasi sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini.
-          Ketertiban lembaga-lembaga social
-          Tingkat kefasihan relative
-          Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
-          Standar dunia
-          Warga masyarakat demokrasi
-          Keragaman local
-          Hubungan global
-          Kewarganegaraan yang efektif
-          Bahasa inggris ragam dunia
-          Kemampuan berpikir kritis
-          Masyarakat semiotic
Selain metode dan pendekatan serta gagasan kunci diatas, alangkah baiknya jika dilaksanakan berdasarkan tujuh prinsip sebagai berikut :
1.      Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.      Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah .
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi.
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Aspek-aspek diatas tadi merupakan patokan sebagai dasar atau ketentuan dalam literasi. Hal itu juga membuktikan bahwa literasi merupakan hal yang kompleks dan tidak sesederhana yang ada di pikiran kita. Pemahamannya pun harus berkaitan satu sama lainnya.
Di Negara kita sendiri, literasi yang berkembang masih dapat dibilang kurang dari standar yang ada. Kenyataan tersebut berdasarkan fakta yang ditulis pada “Rapor Merah Literasi Anak Negeri”. Hal itu sudah menjadi salah satu bukti bahwa budaya literasi di Negara kita itu tidak berkembang sesuai apa yang kita harapkan. Bahkan dapat dikatakan “Anjlok” jika dibandingkan dengan Negara-negara lain. Parahnya lagi, Indonesia dikatakan menduduki peringkat kelima dari bawah dalam hal membaca. Sebaliknya, Negara tetangga kita yaitu Singapura termasuk salah satu pemegang skor tertinggi dalam prestasi tersebut. Hal itu tentunya  benar-benar ada yang salah dalam system belajar kita. Seperti yang saya tulis dalam appetizer essay sebelumnya bahwa anak-anak kita tidak mendapat banyak pemahaman dalam hal tulis-menulis. Selain itu, kebanyakan sekolah menggunakan pilihan ganda pada soal sebagaibahan ujian. Jadi, siswa-siswa tidak terbiasa untuk berpikir dan menulis. Kurangnya kebiasaan membaca pada anak usia dini juga ikut-ikut dituding sebagai penyebab seorang anak malas membaca buku.
Dari masalah-masalah yang terjadi pada kiecacatan literasi di Negara kita, dapat ditarik beberapa pelajaran sebagai berikut :
ü  Tingkat literasi siswa di Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa Negara-negara lain.
ü  Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor prestasi membaca dan skor prestasi menulis.
ü  Temuan PIRLS mengenai Indonesia adalah potret besar literasi Indonesia dalam skala internasional.
Dari apa yang terdapat diatas, semuanya merupakan persoalan yang harus segera ada solusi dan penyelesaiannya. Orang literat merupakan orang yany berpendidikan serta orang yang berbudaya. Sementara rekayasa literasi sendiri merupakan upaya manusia dalam mmeningkatkan kualitas pendidikan manusia dengan memikirkan cara yan sistematis. Sehingga manusia menjadi terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa secara optimal. Jika kita ingin memasuki dunia pendidikan, maka kuncinya adalah penguasaan bahasa. Dengan penguasaan bahasa secara tepat, akan mempermudah dalam mencerna ilmu pengetahuan.
Rekayasa literasi dapat disimpulkan sebagai upaya merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi, yakni :
1.      Linguistic atau focus teks
2.      Kognitif atau focus minda
3.      Sosiokultural atau focus kelompok
4.      Perkembangan atau focus pertumbuhan
Keempat dimensi tersebut dikemukakan oleh Kucer (2005 : 293-4). Sementara itu Kern (2000:38) hanya menyebutkan tiga dimensi, yaitu :
1.      Dimensi linguistic
2.      Dimensi sosiokultural
3.      Dimensi kognitif atau metakognitif
Dari beberapa poin tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Dimensi literasi membaca dan menulis


Diagram tersebut menjelaskan kegiatan literasi yang dikemukakan oleh Kucer (2005:293-4). Kegiatan tersebut terjadi secara bersamaan dan saling berkaitan satu sama lain.
Masalah yang terjadi dalam hal literasi di Negara kita disebabkan oleh banyak pihak. Namun yang lebih penting adalah bagaimana tanggapan kita untuk memperbaiki keadaan tersebut. Hal itu akan tidak mudah karena itu artinya merubah ketetapan dan system yang sudah ada dan tertanam sejak dulu. Keadaan seperti itu juga akan mudah timbulnya pro dan kontra antar berbagau pihak.
Mengajarkan literasi pada dasarnya menjadikan manusia secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Dalam hal ini, Indonesia memang cukup baik dalam memproduksi anak bangsa yang terdidik. Namun, bukan pada bidang sastra. Rata-rata di Negara kita kurang begitu apresiasi terhadap sastra.
Secara garis besar, Kucer (2000) menyatakan bahwa ada tiga paradigm pembelajaran, yaitu :
1.      Decoding : grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa.
2.      Keterampilan (skills) : penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca.
3.      Bahasa secara utuh (whole language) : paradigm ini menolak pembelajaran yang meletakkan focus pada bagian atau serpihan bahasa sesuai dengan namanya.
Dari apa yang saya tulis menurut wacana “Rekayasa Literasi”, dapat dilihat bahwa literasi merupakan hal yang kompleks. Selain itu, literasi ternyata sangat diperlukan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan sebuah Negara dan budaya. Saking pentingnya literasi, sampai beberapa tokoh berusaha mewujudkan rekayasa literasi agar bangsa kita memiliki kemampuan dalam aspek tersebut. Banyaknya masalah di Negara kita khususnya dalam hal membaca dan menulis ternyata berakibat buruk pada perkembangan Negara kita. Oleh karenanya, kita harus membenahi hal tersebut dengan benar dan efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic