(chapter review 1)
Literasi. Kata itu sudah sangat
tidak asing lagi didengar. Akan tetapi, keberadaanyyalah yang perlu
dipertanyakan. Sudahkah bangsa kita mengkonsumsi budaya literasi sebagai
kebutuhan? Berapa banyak jumlah orang yang memahami pentingnya budaya literasi?
Sadarkah mereka terhadap keberadaan atau eksistensinya? Sebenarnya
pertanyaannya masih banyak lagi. Namun tampaknya sayapun tidak mampu
menjawabnya.
Literasi
merupakan budaya baca-tulis yang sangat berpengaruh terhadap eksistensi sebuah Negara. Negara yang penduduknya
berkemampuan dalam hal membaca dan
menulis merupakan Negara yang berhassil meningkatkan kualitas bangsanya dalam
peradaban. Percaya atau tidak, literasi dapat menjadi senjata yang kuat dan
ampuh untuk mempertahankan keutuhan sebuah bangsa. Sebaliknya, kita juga dapat
dipermainkan oleh literasi. Kemajuan suatu bangsa diukur dari kualitas budaya
literasinya.
Saking
begitu pentingnya, banyak sekali artikel atau wacana yang membahas tentang
literasi, khususnya literasi yang berkembang di masyarakat kita. Hal itu
menunjukkan bahwa literasi itu penting dan harus dikonsumsi oleh semua orang
tidak terkecuali. Adanya tulisan-tulisan mengenai literasi itu menunjukkan
bahwa si penulis sadar betul akan pentingnya literasi dan menghimbau si pembaca
untuk segera sadar dari tidur panjangnya.
Dalam
bab 6 “Rekayasa Literasi”, tertuang banyak pokok dan aspek yang berkaitan
dengan literasi. Ternyata pula, definisi literasi itu tidak hanya ada satu.
Para ahli memiliki pemahaman masing-masing mengenai hal tersebut. Selain itu,
saya juga tidak mengerti maksud penulis dengan mengambil judul “Rekayasa
Literasi”. Terdapat beberapa pengelompokan metode dan pendekatan dalam literasi
menurut para ahli bahasa lazim, khususnya terhadap bahasa asing terdapat lima
kelompok besar, yaitu :
1. Pendekatan
structural : menggunakan grammar translation methods. Fokus pembelajarannya
terdapat pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan bahasa.
2. Pendekatan
audiolingual (dengar-ucap) : fokusnya berada pada latihan dialog-dialog pendek
untuk dikuasai oleh siswa.
3. Pendekatan
kognitif dan trensformatif : meletakkan fokus pengajarannya pada pembangkitan
(generating) kemampuan berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan
lingkungannya. Implikasi dari teori-teori syntactic structure (Chomsky, 1957)
4. Pendekatan
communicative competence : pengajaran bahasa bertujuan agar siswa mampu
berkomunikasi dalam bahasa yang ditargetkan. Mulai dari komunikasi terbatas
sampai dengan komunikasi spontan dan alami. Tokoh metode ini antara lain Hymes
(1976) dan Widdowson (1978).
5. Pendekatan
literasi (genre-based) : bertujuan agar dapat menjadikan siswa mampu
memproduksi wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Selain
metode dan pendekatan diatas, definisi untuk literasi juga tidak hanya satu.
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005 : 898 edisi ketujuh,
literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Di Indonesia sendiri, khususnya
di sekolah-sekolah istilah literasi dikenal sebagai “Pengajaran Bahasa” atau
“Pembelajaran Bahasa” (Setiadi : 2010). Sementara itu Freebody dan Luke
menawarkan model literasi untuk pembelajaran sebagai berikut :
1. Memahami
kode dalam teks
2. Terlibat
dalam memaknai teks
3. Menggunakan
teks secara fungsional
4. Melakukan
analisis dan mentransformasi teks secara kritis
Beralih
dari empat aspek diatas, makna dari literasi sendiri terus berevolusi.
Begitupun dengan rujukannya sehingga maknanya kini semakin luas dan kompleks.
Sementara itu, untuk rukjukan linguistic dan sastra relative konstan. Literasi
sendiri tetap berkaitan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian
lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling terkait. Yakni :
·
Dimensi geografis : pendidikan,
komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan lain-lain.
·
Dimensi bidang : pendidikan, komunikasi,
administrasi, hiburan, militer dan lain-lain.
·
Dimensi fungsi : memecahkan persoalan,
mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan
mengembangkan potensi diri.
·
Dimensi media : teks, cetak, visual dan
digital.
·
Dimensi jumlah : satu, dua, beberapa.
·
Dimensi keterampilan : membaca, menulis,
menghitung dan berbicara.
·
Dimensi bahasa : etnis, local, nasional,
regional dan internasional.
Berikut
ini juga terdapat beberapa gagasan kunci mengenai literasi yang menunjukkan
berubahnya paradigm literasi sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini.
-
Ketertiban lembaga-lembaga social
-
Tingkat kefasihan relative
-
Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan
-
Standar dunia
-
Warga masyarakat demokrasi
-
Keragaman local
-
Hubungan global
-
Kewarganegaraan yang efektif
-
Bahasa inggris ragam dunia
-
Kemampuan berpikir kritis
-
Masyarakat semiotic
Selain
metode dan pendekatan serta gagasan kunci diatas, alangkah baiknya jika
dilaksanakan berdasarkan tujuh prinsip sebagai berikut :
1. Literasi
adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
2. Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan.
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah .
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri).
6. Literasi
adalah hasil kolaborasi.
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Aspek-aspek
diatas tadi merupakan patokan sebagai dasar atau ketentuan dalam literasi. Hal
itu juga membuktikan bahwa literasi merupakan hal yang kompleks dan tidak
sesederhana yang ada di pikiran kita. Pemahamannya pun harus berkaitan satu
sama lainnya.
Di
Negara kita sendiri, literasi yang berkembang masih dapat dibilang kurang dari
standar yang ada. Kenyataan tersebut berdasarkan fakta yang ditulis pada “Rapor
Merah Literasi Anak Negeri”. Hal itu sudah menjadi salah satu bukti bahwa
budaya literasi di Negara kita itu tidak berkembang sesuai apa yang kita
harapkan. Bahkan dapat dikatakan “Anjlok” jika dibandingkan dengan
Negara-negara lain. Parahnya lagi, Indonesia dikatakan menduduki peringkat
kelima dari bawah dalam hal membaca. Sebaliknya, Negara tetangga kita yaitu
Singapura termasuk salah satu pemegang skor tertinggi dalam prestasi tersebut.
Hal itu tentunya benar-benar ada yang
salah dalam system belajar kita. Seperti yang saya tulis dalam appetizer essay
sebelumnya bahwa anak-anak kita tidak mendapat banyak pemahaman dalam hal
tulis-menulis. Selain itu, kebanyakan sekolah menggunakan pilihan ganda pada
soal sebagaibahan ujian. Jadi, siswa-siswa tidak terbiasa untuk berpikir dan
menulis. Kurangnya kebiasaan membaca pada anak usia dini juga ikut-ikut
dituding sebagai penyebab seorang anak malas membaca buku.
Dari
masalah-masalah yang terjadi pada kiecacatan literasi di Negara kita, dapat
ditarik beberapa pelajaran sebagai berikut :
ü Tingkat
literasi siswa di Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa Negara-negara
lain.
ü Dalam
laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis, sehingga kita tidak
mengetahui bukti korelasi antara skor prestasi membaca dan skor prestasi
menulis.
ü Temuan
PIRLS mengenai Indonesia adalah potret besar literasi Indonesia dalam skala
internasional.
Dari
apa yang terdapat diatas, semuanya merupakan persoalan yang harus segera ada
solusi dan penyelesaiannya. Orang literat merupakan orang yany berpendidikan
serta orang yang berbudaya. Sementara rekayasa literasi sendiri merupakan upaya
manusia dalam mmeningkatkan kualitas pendidikan manusia dengan memikirkan cara
yan sistematis. Sehingga manusia menjadi terdidik dan berbudaya melalui
penguasaan bahasa secara optimal. Jika kita ingin memasuki dunia pendidikan, maka
kuncinya adalah penguasaan bahasa. Dengan penguasaan bahasa secara tepat, akan
mempermudah dalam mencerna ilmu pengetahuan.
Rekayasa
literasi dapat disimpulkan sebagai upaya merekayasa pengajaran membaca dan
menulis dalam empat dimensi, yakni :
1. Linguistic
atau focus teks
2. Kognitif
atau focus minda
3. Sosiokultural
atau focus kelompok
4. Perkembangan
atau focus pertumbuhan
Keempat
dimensi tersebut dikemukakan oleh Kucer (2005 : 293-4). Sementara itu Kern
(2000:38) hanya menyebutkan tiga dimensi, yaitu :
1. Dimensi
linguistic
2. Dimensi
sosiokultural
3. Dimensi
kognitif atau metakognitif
Dari
beberapa poin tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Dimensi
literasi membaca dan menulis
Diagram
tersebut menjelaskan kegiatan literasi yang dikemukakan oleh Kucer
(2005:293-4). Kegiatan tersebut terjadi secara bersamaan dan saling berkaitan
satu sama lain.
Masalah
yang terjadi dalam hal literasi di Negara kita disebabkan oleh banyak pihak. Namun
yang lebih penting adalah bagaimana tanggapan kita untuk memperbaiki keadaan
tersebut. Hal itu akan tidak mudah karena itu artinya merubah ketetapan dan
system yang sudah ada dan tertanam sejak dulu. Keadaan seperti itu juga akan
mudah timbulnya pro dan kontra antar berbagau pihak.
Mengajarkan
literasi pada dasarnya menjadikan manusia secara fungsional mampu
berbaca-tulis, terdidik, cerdas dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra.
Dalam hal ini, Indonesia memang cukup baik dalam memproduksi anak bangsa yang
terdidik. Namun, bukan pada bidang sastra. Rata-rata di Negara kita kurang
begitu apresiasi terhadap sastra.
Secara
garis besar, Kucer (2000) menyatakan bahwa ada tiga paradigm pembelajaran,
yaitu :
1. Decoding
: grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai
dengan menguasai bagian-bagian bahasa.
2. Keterampilan
(skills) : penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca.
3. Bahasa
secara utuh (whole language) : paradigm ini menolak pembelajaran yang
meletakkan focus pada bagian atau serpihan bahasa sesuai dengan namanya.
Dari
apa yang saya tulis menurut wacana “Rekayasa Literasi”, dapat dilihat bahwa
literasi merupakan hal yang kompleks. Selain itu, literasi ternyata sangat
diperlukan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan sebuah Negara dan budaya.
Saking pentingnya literasi, sampai beberapa tokoh berusaha mewujudkan rekayasa
literasi agar bangsa kita memiliki kemampuan dalam aspek tersebut. Banyaknya
masalah di Negara kita khususnya dalam hal membaca dan menulis ternyata
berakibat buruk pada perkembangan Negara kita. Oleh karenanya, kita harus
membenahi hal tersebut dengan benar dan efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic