We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 13 Februari 2014

Krisis Kemampuan Baca-Tulis

Appetizer essay

            Sebagaimana dilansir oleh harian Pikiran Rakyat (28 Februari 2012) Dr. A. Chaeadar Alwasilah mengemukakan bahwa Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) terang-terangan memboikot aturan tentang karya ilmiah. Sehubungan dengan dikeluarkannya aturan baru tentang hal tersebut oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Nomor 152/E/T/2012.
            Peraturan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi dilatar belakangi oleh keprihatinan karena mayoritas sarjana lulusan Perguruan Tinggi (PT) tidak dapat menulis bahkan dosennya pun demikian. Jelas hal tersebut membuat Dirjen Pendidikan Tinggi geram. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia kalah jauh dalam hal penerbitan buku pertahunnya. Malaysia dapat menerbitkan buku 80 ribu judul pertahunnya sedangkan Indonesia hanya 8 ribu judul pertahunnya.
            Menulis artikel jurnal yang dihimbau oleh Dirjen Pendidikan Tinggi merupakan literasi tingkat tinggi. Artikel jurnal sebagai duplikasi berkala dan membahas keilmuan yang sedang menjadi tren akan memberikan dampak bagi kalangan kampus untuk senantiasa membangun komunikasi dengan masyarakat keilmuan yang ada dalam rumpunnya. Hal ini menjadi penting agar tidak ketinggalan informasi. Maka, di kelas-kelas pembelajaran dosen senantiasa akan menyampaikan proses keilmuan yang mutahir. Bukan ilmu yang sekedar dari waktu ke waktu sama saja.
            Jurnal dikelola oleh tim yang ahli dalam keilmuan tertentu. Adanya blind reviewer bertugas untuk membaca setiap naskah yang masuk dengan identitas penulis naskah yang disembunyikan agar penilaiannya objektif.
            Dalam praktiknya, jumlah perguruan tinggi yang tidak dapat dikatakan sedikit ternyata hanya ada sedikit jurnal yang terakteditasi. Menurut Edukasi.kompasiana.com jurnal terakreditasi Dikti Kemendikbud di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi sampai ke Papua hanya ada satu jurnal yang terakreditasi oleh Dikti Kemendikbud. Jurnal itu dikelola di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makasar. Selebihnya tidak ada. Jurnal Pemikiran Islam al-Fikr terakreditasi sejak 2010. Tahun ini akan menempuh reakreditasi. Sistem reakreditasi jurnal pola Kemendikbud sebelum 2013 jangka waktu reakreditasi selama tiga tahun setelah itu harus dilakukan proses reakreditasi dengan prosedur yang sama ketika pertama kali direakreditasi.
            Telah dijelaskan sebelumnya bahwa artikel jurnal merupakan literasi tingkat tinggi oleh karenanya menulis artikel jurnal tidak boleh asal garap. Mahasiswa dan dosen yang produktif menulis adalah mereka yang sewaktu SMAnya banyak menbaca. Entah itu karya sastra atau majalah (Krashen, 1984). Oleh karenanya diperlukan perbaikan baca-tulis di tingkat SMA.
            Dr. A. Chaedar Alwasilah berhipotesis bahwa pendidikan bahasa kita telah gagal mengembangkan pembaca kritis (The Jakarta Post, 14 Januari 2012). Survei yang dilakukan pada 40 siswa matematika dan 60 siswa bahasa di Bandung, menemukan bahwa siswa tidak memahami teks yang mereka baca dikarenakan mereka tidak memiliki latar belakang membaca yang tepat, keahlian penulis yang sangat tinggi, teori yang terlalu rumit atau mereka tidak bisa berkonsentrasi ketika membaca. Hasil survei tersebut mencerminka bagaimana pendidikan bahasa terjadi di negara ini.
            Tingkat membaca menentukan kekuatan tulisan. Menurut sebuah penelitian (Good Man, 1982; Smith, 1988) pembaca fasih menciptakan hipotesis terhadap teks yang akan mereka baca didasarkan pada apa yang sudah mereka baca, pengetahuan mereka dalam bidang itu dan pengetahuan mereka akan bahasa serta hanya menggunakan aspek tercetak yang mereka perlukan untuk menegaskan hipotesis mereka.
            Dr. Krashen mengatakan bahwa penyembuhan dari krisis kemampuan baca tulis terletak pada melakukan suatu kegiatan, kegiatan yang jarang dilakukan dalam kehidupan orang banyak, yaitu membaca khususnya menyarankan untuk membaca buku dalam jenis tertentu. Membaca secara bebas dan sengaja berarti menjalankan kegiatan membaca kerana mereka memang menginginkannya.
            Selain beberapa alasan mengapa siswa menghadapi kesulitan membaca teks akademis yang dikemukakan oleh Dr. A. Chaedar A. analisis yang dilakukan oleh Dr. Imam Bagus menunjukkan bukti yang mengejutkan di luar yang dikemukakan oleh Dr. A. Chaedar A. (The Jakarta Post, 11 Februari 2012), alasan ketidakmampuan ini disebabkan oleh kurangnya kompetensi guru yang mengajar siswa. Selain itu, adanya faktor kurikulum juga turut andil dalam masalah ini. Guru-guru di sekolah dipaksa untuk mengikuti kurikulum yang ada. Sistem secara keseluruhan secara aktif enggan memaksa siswa untuk membaca dan menulis, akibatnya siswa tidak bisa menjadi pembaca yang kritis dan penulis yang produktif.

Argument
            Dalam kesempatan ini saya lebih fokus tembahas tentang akar dari semua yang terjadi dalam dunia pendidikan kita. Masalah tentang peraturan karya ilmiah yang ada di perguruan tinggi yang akhirnya membuat Direktur Pendidikan Tinggi jengkel hingga mengeluarkan  aturan baru tentang karya ilmiah Nomor 152/E/T/2012, jelas hal ini memicu pro dan kontra bahkan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) terang-terangan memboikot aturan ini.
            Dikeluarkannya aturan baru tentang karya ilmiah merupakan bentuk nyata keprihatinan Dirjen Pendidikan tinggi terhadap sarjana lulusan perguruan tinggi yang tidak bisa menulis.
            Selanjutnya, masalah lain yang terjadi di dunia pendidikan kita adalah kesulitan yang di hadapi siswa saat membaca teks akademik. Survei yang dilakukan kepada 100 siswa di Bandung oleh Dr. A. Chaedar A. (The Jakarta Post, 14 Januari 2012) menemukan bahwa hal tersebut dilatar belakangi oleh siswa tidak memiliki latar belakang membaca yang tepat, keahlian penulis yang sangat tinggi, teori yang terlalu rumit atau mereka tidak bisa berkonsentrasi saat membaca. Bahkan sumber lain menyebutkan bahwa kompetensi guru dan kurikulum juga dapat berpengaruh.
            Terlepas dari alasan tersebut, koneksi membaca dan menulis merupakan pangkal dari semua yang terjadi. Tingkat membaca menentukan kekuatan tulisan. Riset menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca. Untuk lebih tepatnya, kita memperoleh gaya penulisan, bahasa khusus penulisan dengan membaca. Oleh kerena itu, masuk akal jika gaya penulisan tidak dipelajari secara sadar melainkan umumnya diserap yang diperoleh lewat membaca. Orang yang membaca dengan baik pasti akan bisa menulis dengan baik pula kerena meraka secara tidak sadar mendapatkan gaya penulisan yang baik. Jadi, semua permasalahan yang telah disebutkan di atas adalah dampak dari krisis kemampuan baca tulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic