We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 20 Februari 2014

Dunia Literasi


Chapter Review

            Sebagaimana yang telah saya baca dalam bacaan tentang ‘Rekayasa Literasi’ A.Chaedar Alwasilah, disana dijelaskan bahwa periodisasi penggunaan metode dan pendekatan telah dikelompokan oeh para ahli lazim, khususnya pengajaran bahasa asing dibagi kedalam lima kelompok besar, yaitu:
  •   Pendekatan structural dengan grammar translation metods

Pendekatan ini popular sampai dengan perang dunia ke-2.  Pendekatan pertama ini meletakan focus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan penggunaan tata bahasa.  Ini melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi jenis kata, unit kata, frase, klausa, (sintaksis) dan cara menggabungkannya.  Ini juga melatih siswa dalam menganalisis kesalahan berbahasa, sintaksis kalimat,dan wacana.  Akan tetapi pendekatan ini tidak begitu menjamin bahwa siswa mampu menganalisis persoalan social seperti bahasa pejabat yang munafik, bahasa yang bias gender, dan bahasa iklan yang terkadang sesat dan menyesatkan.

  •   Pendekatan audiolingual (dengar - ucap)

Pendekatan ini difokuskan dalam melatih siswa pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa.  Yang dimaksudkan dikemudian hari siswa akan beranalog pada dialog itu saat berkomunikasi secara spontan.  Akan tetapi pendekatan ini mengakibatkan penguasaan dalaam bahasa tulis menjadi terabaikan.  Karena siswa hanya beranalogi.

  • Pendekatan kognitif dan transformative

Pendekatan ini sebagai implikasi dari teori-teori struktur sintatik.  Pendekatan ini focus mengajarnya terletak pada generating.  Maksudnya adalah membangkitkan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.  Disini materi yang diajarkan kepada siswa yaitu berorientasi kesintaksis.  Pertanyaannya, memangnya berbahasa itu hanya bersintaksis? Bisa jadi, secara sintaksis benar, tapi secara sosiolinguistik tidak berfungsi.

  •  Pendekatan communicative competence

Sekitar pada tahun 1980-1990, pendekatan ini menjadi tren pengajaran bahasa.  Pengajaran berbahasa ini bertujuan untuk agar siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi yang terbatas smapai dengan komunikasi spontan dan alami.  Karena dalam komunikasi manusia tidak sekedar memproduksi ungkapan yang komunikatif, tidak hanya itu komunikasi juga harus bernalar.  Namun pendekatan komunikatif juga diaggap kurang eksplisit dalam upaya bentuk dan fungsi, sehingga lahir tata bahasa fungsional.

  •  Pendekatan literasi atau pendekatan genre based

Pendekatan ini sebagai implikasi dari studi wacana.  Tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tututan konteks komunikasi.  Ada bagian yang menonjol pada bagian ini yaitu pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa.  Pembelajaran dilakukan melalui empat tahapan yaitu : membangun pengetahuan; menyusun model-model teks; menyusun teks bareng-bareng; menciptakan teks sendiri.
            Dalam definisi lama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.  Istiah literasi jarang dipakai dalam konteks persekolahan Indonesia.  Namun istilah yang sering dipakai adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa. Pada masa silam membaca dan menulis dianggap ‘cukup’ sebagai pendidikan dasar untuk membekali manusia dalam menghadapi zamannya.  Dapat difahami jika literat kadang diartikan sebagai pendidikan.  Literasi selama bertahun-tahun dianggap skedar persoalan psikologis yang berkaitan dengan mental dan keterampilan baca-tulis, padahal literasi adalah praktek cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.  Dalam definisi baru dan juga menunjukan paradigma baru, kini ada ungkapan literasi computer, literasi visual, literasi matematika, IPA dan sebagainya.  Disini ada beberapa model literasi yang disingkat menjadi lima verba : memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.  Itulah hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.  Berikut ini adalah perubahan tentang makna literasi, yang pastinya mengakibatkan perubahan pengajaran.
·         Sebuah kemampuan individual untuk membaca, meulis, dan berbicara dalam bahasa inggris dan computer untuk mencapai tujuan seseorang, dan mengembangkan potensi dan pengetahuan seseorang.
·         Pada abad ke-21, standar kelas dunia mengajukan permintaan bahwa setiap orang itu berliterasi tinggi, highly numerate, well-informed, senantiasa mampu belajar, percaya diri, dan mampu bermain pada bagian mereka sebagai masyarakat demokrasi social.
Literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimesi yang saling terkait.
Ø  Dimensi geografis
Literasi seseorang dapat dikatakan berdimensi local, nasional, regional, atau internasional, bergantung pada tingkat pendidikan dan social dan vokasionalnya.
Ø  Dimensi bidang
Literasi bangsa tampak dibidang pendidikan, komunikasi, administrasi, miter, dan sebagainya.  Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilakan literasi yang berkualitas pula.
Ø  Dimensi keterampilan
Literasi seseorang tampak dalam kegiatan membaca, menulis, menghitung dan berbicara.  Kualitas tulisan bergantung pada ‘gizi’ bacaan yang disantap.  ‘gizi’ itu akan tampak ketika kita berbicara.  Dalam tradisi barat, ketiga keterampilan ini disebut 3-R (Reading. wRiting, dan aRithmetics).
Ø  Dimensi fungsi
Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan persoalan, tidak sulit untuk mendapatkan pekerjaan, memiliki potensi untuk tujuan hidupnya, dan gesit mengembangkan serta memroduksi ilmu pengetahuan.
Ø  Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Untuk menjadi literat pada zaman sekarang ini, tidak cukup dengan kemampuan membaca dan menulis, akan tetapi harus mampu mnguasai ilmu teknologi.
Ø  Dimensi jumlah
Literasi seperti halnya dalam kemampuan berkomunikasi bersifat relative.  Kita mungkin sangat komunikatif dalam bahasa Indonesia , tapi kurang komunikatif dalam bahasa ibu.  Demikian pula dengan literasi.
Ø  Dimensi bangsa
Ada literasi yang singular dan literasi yang plural.  Hal ini beranalogi kedimensi monolingual, bilingual, dan multilingual.
            Sesuai dengan tantangan zaman dan ilmu pengetahuan, ada 10 gagasan yang menunjukan perubahan paradigm literasi, yaitu :
·         Ketertiban lembaga-lembaga social
Lembaga-lembaga menjalankan dengan fasilitas bahasa sehingga muncul bahasa birokat yang menunjukan kekuasaan birokat terhadap rakyat.
·         Tingkat kefasihan relative
Kefasihan literasi minimal atau literasi yang diperlukan untuk memainkan pera fungsional dalam setiap interaksi adalah yang perlu dikuasai.
·         Pengembangan potensi diri dan pengentahuan
Menulis akademik adalah bagian dari literasi yang mesti dikuasai olehpara calon sarjana.  Itulah literasi akademik.
·         Standar dunia
·         Warga masyarakat demokratis
·         Keragaman local
·         Hubungan global
Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaa teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi..
·         Kewarganegaraan yang efektif
Mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta  berkontribusi bagi keluarga,lingkungan, dan Negara.
·         Bahasa inggris ragam dunia
·         Kemampuan berfikir kritis
Pengajaran bahas, dengan demikian harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis.  Bahasa termasuk matematika adalah symbol (baca, tulis, hitung) untuk berkomunikasi dan berliterasi.  Manusia adalah makhluk pengguna symbol.
1).    Masyarakat semiotic
Budaya adalah sistem tanda, dan utnuk menguasai tanda manusia harus menguasai literasi semiotic.  Kita adalah praktisi semiotic.
            Pendidikan bahsasa berbasis literasi seyogianya dilaksanakan dengan mengukutitujuh prinsip, sebagai berikut :
1).    Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2).    Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.  Pendidikan bahasa sejak dini membiasakan siswa berekspresi baik secara lisan maupun tulis.
3).    Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4).    Literasi adalah refleksi dan penguasaan dan apresiasi budaya.  Abai terhadap budaya menyebabkan dekontekstualisasi.
5).    Literasi adalah kegiatan refleksi diri.
6).    Literasi adalah hasil kolaborasi.
7).    Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Pendidikan bahasa sejak dini seyogianya melatih mahasiswa melakukan interpretasi (mencari, menebak, dan membangun makna) atas berbagai jenis teks dalam wacana tekstual, visual, digital.
Lapor Merah Literasi Anak Negeri
            Indonesia ikut dalam proyek penelitian dunia sejak tahun 1999, yang dikenal dengan proyek PIRLS (Proress in International Reading Literacy Study), PSIA (Program for International Student Assessment), dan TIMSS (the Third International Mathematics dan Science Study ) untuk mengukur literasi membacaa, matematika dan IPA.  Pada sub-bab ini akan membahas temuan-temuan penting dalam literasi membaca, khususnya prestasi membaca siswa Indonesia yang dibandingkan dengan siswa dari Negara lainnya, berikut adalah temuannya :
1).    Skor prestasi membaca di Indonesia adalah 407, 417 untuk perempuan dan 398 untuk laki-laki, ini dibawah rata-rata Negara peserta yakni 500, 510 dan 493.  Indonesia kini menempati urutan ke-5 dari bawah.
2).    Negara yang skor prestasi membacanya diatas rerata 500 ditandai oleh pendapatan kapita dan HDI.  Mayoritas Negara dengan HDI nya diatas 0.9 mencapai prestasi membaca diatas 500.  Indonesia memiliki HDI 0.711 dan GNI/kapita 810 US$.
3).    Indonesia termasuk Negara yang prestasi membaca LP (literary purpose) lebih rendah daripada IP.  Indonesia termausk Negara yang memiliki indicator lebih dalam retrieving dan straightforward inferencing process   dari pada interpreting, integrating, dan evaluating process.
4).    Di Indonesia hanya tercatat 22% yang prestasi membacanya masuk kedalam kategori sangat tinggi, 19% menengah, dan 55% rendah.  Artinya 45% siswa Indonesia tidak dapat mencapai skor 400.
5).    Siswa yang tergolong high HER (Home Educational Resources) memiliki lebih dari 100 buku, lebih dari 25 buku anak, memiliki paling sedikit tiga jenis sumber belajar lainnya, dan salah satu orang tuannya berpendidikan universitas.  Sedangkan mereka yang tergolong low HER semua srba kurung, memiliki 25 buku atau kurang, dan tidak memiliki sumber belajar yang lainnya lebih dari satu jenis, dan orang tuanya tidak lulus SMA.  Tercatat 44% orang tua Indonesia, dan 85% Skotlandia.
6).    Negara Indonesia masuk kedalam kategori paling bawah, yaitu hanya sekitar 1% dalam kategori high, 62% dalam kategori medium, dan 37% dalam kategori low. 
7).    Orang tua siswa peserta PIRLS yang lulus universitas 25% , lulus SMA 21%, lulus SMP 31%, lulus SD 15%, dan tidak tamat SD%.  Kini Indonesia termasuk yang pendidikan orang tua siswanya paling rendah yaitu 46%.  Skor capaian prestasi membaca 544 didapatkan oleh sekelompok siswa yang orang tuanya lulusan universitas, dan 425 didapatkan oleh orang tuanya tidak tamat SD.
Kita dapat menarik pelajar dari ketujuh temuan diatas yaitu :
·         Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa Negara lain.  Artinya, pendidikan nasional kita belum berhasil menciptakan warga Negara literat yang siap bersaing dengan sejawatnya dari Negara lain.  Ringkasnya dalam skala internasional, literasi siswa kita belum kompetitif.
·         Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor menulis, sehingga tidak mengetahui antara skor prestasi membaca dan skor menulis.  Namun dapat diprediksi bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca.  Tanpa kegiatan membaca banyak orang sulit menjadi penulis, namun banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis.  Kini lebih banyak ilmuan disbanding penulis.
·         Temuan PIRLS ihwal Indonesia adalah potret besar literasi Indonesia dalam skala international.  Dalam konteks pembelajaran literasi disekolah misalnya, kita harus melihat pemahaman guru ihwal literasi dan penguasaan teknik pengajaran siswa.  Langkah-langkah guru professional yang terlihat dalam enam hal : komitmen, komitmen etis, strategi analistis dan reflektif, efikasi diri, dan keterampilan literasi dan numerasi.  Pada dasarnya membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun  guru yang professional, guru professional hanya dihasilkan oleh lembaa pendidikan guru professional juga.
Implementasi
           Perbaikan rekayasa literasi senantiasa menyangkut empat dimensi :  linguistic atau focus teks, kognitif atau focus mind, sosiokultural atau  focus kelompok, dan perkembangan atau focus pertumbuhan.  Pada bagian ini membahas literasi meliputi keterampilan membaca dan menulis.  Pengajaran bahasa yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi secara aktif, serempak, dan terintegrasi.  Dimensii literasi membaca dan menulis, sebagai berikut :
Ø  Dimensi pengetahuan kebangsaan (focus pada teks)
Pengetahuan yang diperlukan membaca dan menulis yaitu mencakkup : sistem membaca untuk membangun makna seperti jenis dan struktur teks, morfologi, sintaksis, semantic, dan ortografi; persamaan dan perbedan bahasa lisan dan tulis; ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, status social, pekerjaan, dan sebagainya.
Ø  Dimensi pengetahuan kognitif (focus pada mind)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan : aktif, selektif, an konstruktif saat membaca dan menulis; memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk membangun makna; menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna.  Maknanya, membangn literasi itu adalah membangun semua keterampilan.
Ø  Pngetahuan perkembangan (focus pada pertumbuhan)
Perlu disadarkan bahwa berliterasi itu  sebuah proses ‘menjadi’ secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.
Ø  Kegiatan literasi
Kualitas literasi berkembang seiring dengan kematangan diri.  Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat literasi seseorang literasi itu tidak sekedar berbatas tulis, tetapi juga terdidik dan mengenal sastra.
            Bagaimana literasi diajarkan bergantung pada paradigma ihwal literasi itu.  Dalam garis besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu :
·         Decoding, menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa.  Rumus dalam paradigm ini adalah : perkembangan = belajar ihwal literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi.
·       Keterampilan, menyatakan bahwa penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca.  Siswa belajar membaca secara deduktif.  Rumus dalam paradigma ini : perkembangan literasi = belajar ihwal literasi - belajar literasi - belajar melalui literasi.
·   Bahasa secara utuh.  Paradigma ini menolak urutan : belajar ihwal literasi - belajar  literasi -         belajar melalui literasi.  Paradigma ini mengajuka rumus : perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi - belajar literasi - belajar ihwal literasi.
            Paradigma adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap objek pandang.  Perubahan sudut pandang membawa sejumlah konsekuensi sampai ke metode dan teknik pengajaran yang kasat mata dan hasilnya dapat diukur.  Perubahan paradigma adalah hijrah intelektual, hijrah bernalar karena tantangan zaman, maka dari itu adanya rekayasa literasi.  Pada intinya, rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic