PERAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEHARMONISAN
BANGSA
Keharmonisan dalam
komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama,
agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik
agama. Bangsa ini akan harmonis ketika antar agama tidak ada konflik yang
mengakibatkan kematian dan kehancuran suatu bangasa. Peran agama dalam mewujudkan keharmonisan
bangsa bisa terwujud dengan adanya toleransi antar umat beragama seperti Islam,
Budha, Katolik, Kristen, Konghuchu.
Dalam artikel Prof. Chaedar
Alwasilah yang berjudul ‘Classroom Discourse to Foster Religious
Harmony’. Beliau menjelaskan jika
ingin mengetahahui kualitas suatu bangsa hanya melihat kualitas dan praktek
sistem pendidikan. Hampir semua negara
maju menyadari link ini dan dengan demikian membentuk sistem pendidikan yang
baik. Salah satu tujuan dari pendidikan
dasar adalah untuk memberikan siswa dengan keterampilan dasar untuk
mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu.Anggota masyarakat dan warga
negara.
Keterampilan dasar ini juga
merupakan dasar untuk pendidikan lebih lanjut.
Masalah sosial berulang seperti tawuran pelajar, bentrokan pemuda dan
bentuk lain dari redikalisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit
sosial, yaitu kurangnya kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari
kelompok yang berbeda.Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya
merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk
mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan
karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU sisdiknas untuk mewujudkan
tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah pada awal
usia mungkin.
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya
merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam
perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang
paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di
bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam
mensukseskan kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita
sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa
dengan banyaknya agama yang ada
di
Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut.
Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah,
dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di
bangsa ini karena tidak adanya hubungan yang baik antar pemeluk agama. Namun demikian, diakui ataupun tidak agama
sering kali dijadikan sebagai alasan terjadinya konflik oleh sebagian
pemeluknya. Bahkan, konflik tersebut
bersifat desruktif dan anarkis yang mengakibatkan kematian bagi yang
melakukannya maupun orang yang hanya menjadi korban dari konflik tersebut. Jika
hal ini terus terjadi, agama lambat lau akan kehilangan ruh sucinya yang
berakhir atau hilangnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Secara historis agama-agama dan berbagai
kepercayaan hadir secara bergantian.
Maka dari itu kita harus bisa
menjalin hubungan baik antar umat beragama agar tidak adanya konflik yang
terjadi sehingga membuat nyawa melayang.
Kemampuan dalam menjaga hubungan baik sangatlah penting untuk
keberhasilan individu. Sebaliknya
ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat merugikan individu maupun
sebagian masyarakat dapat juga menyebabkan tingkat tertentu konflik sosial
dalam suatu masyarakat tertentu. Contohnya konflik yang terjadi di afrika
selatan, empat orang meninggal karena konflik yang dilatar belakangi oleh agama
Islam dan kristen. Banyak lagi konflik
yang sudah terjadi, seperti konflik antar etnis dan agama yang terjadi di
daerah Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010) dan Singkawang (2010). Namun konflik tersebut akan terjadi lagi dan
lagi ketika masyrakat ataupun individualnya masih belum bisa menjalin hubungan
baik antar umat beragama.
Perbedaan adalah sebuah realitas
yang tidak bisa dalam kehidupan sehari-hari, bahwa dalam kehidupan terdapat
banyak warna dan agama oleh sebab itu menjaga persatuan dan kesatuan itu
merupakan tujuan dan tugas sekaligus tantangan utama, bagi warga negara
termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kesatuan sebagai pijakan utama untuk
mewujudkan negara dan bangsa yang tentram.
Dalam membangun stabilitas bangsa dan ketentraman, kesejahteraan,kedamaian
masyarakat. Nilai-nilai toleransi harus dikedapankan dalam rangka mewujudkan
kedamaian dan ketrentraman dalam beragama, berbangsa dan bernegara.
Sebuah kesadaran itu penting yang
tumbuh akan pluritas keberagamaan, dibarengi adanya berbagai forum dialog antar
umat bergama, merupakan perwujudan nyata akan peradaban baru umat manusia.
Adanya kesadaran sebagian umat manusia atas pluraritas keberagamaan telah
melahirkan fase utama dari sebuah pengharapan dan adanya dialog (tasyawur)
antar umat beragama.
Plurarisme agama merupakan
kemajmukan agama dalam kehidupan sosial, kenyataan tidak bisa dipungkiri.
Konsekusensinya setiap umat beragama memiliki kewajiban untuk mengakui
sekaligus menghormati agama lain, tanpa perlu meninggikan dan merendahkan agama
lain. Karena dengan begitu keharmonisan
dalam beragama akan mucul dan terwujud. Sikap lapang dada dalam kehidupan
beragama akan mempunyai makna dalam kehidupan dan kemajuan masyarakat plurak,
dengan sikap seperti itu akan dapat mengurangi terjadinya konflik antar umat
beragama.
Semua itu agar terciptanya kedamaian dalam beragama.
Contohnya agama Islam, Kristen dan sebagainya. Kerukunanmerupakan kebutuhan
bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada
bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai
persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang
harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan
kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya
dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena,
Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua
masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.
Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena
memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa
untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu
pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan
pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik,
bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi
penghalang yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang
optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun
1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang
tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai
muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya
mendorong terjadinya saling pengertian.
Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari
tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang
sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka
sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu
sama lain. Peranan agama dalam mewujudkan keharmonisan umat beragama yaitu
menghormati hak orang lain untuk memilih menganut agama lain dan memegang
kepercayaan yang berbeda dengan kita.
Menghargai itikad baik atas agama lainnya. Agama di Indonesia mempunyai
peranan penting dalam kehidupan masyarakat dan bagi penganut agama yang
berbeda. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : Yang
Maha Esa’. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap
politik, ekonomi dan budaya. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18 % dari
237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9%
Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, o,13% agama lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa ‘ tiap-tiap penduduk
diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikan kepercayaannya’. Pemerintah
bagaimanapun hanya mengakui enam agama saja. Yaitu ; Hindu, Buddha, Katolik,
Protestan, Islam, KongHucu dan Kristen.
Kembali
pada pembahasan keharmonisan dalam beragama. Indonesia adalah sebuah negara
yang kaya akan suku, ras, agamadan budaya. Itu sebabnya Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang kaya
akan budayanya. Keharmonisan umat beragama
adalah suatu bentuk sosialisasi damai dan tercipta berkat adanya toleransi
agama. Toleransi agama adalah sikap
saling menghargai tanpa melakukan diskriminasi dalam hal apapun, terutama dalam
hal agama.
Sejak zaman dahulu kala, nenek
moyang kita sudah memiliki agama, tetapi agama itu adalah berupa suatu
kepercayaan, yaitu Animisme dan Dinamisme. Seiring dengan berkembangnya waktu
dan zaman, kini Indonesia memiliki beragam agama yang datangnya dari luar
Indonesia. Setiap agama yang masuk ke Indonesia memiliki sejarahnya tersendiri.
Namun, di Indonesia mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Dan Indonesia jugalah, jumlah penduduk
terbanyak yang memeluk agama Islam. Namun hal ini bukanlah menjadi penghalang
untuk tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesama umat beragama.
Menjaga keharmonisan dan kerukunan
antar umat beragama sangatlah penting dilakukan agar tidak terjadi perpecahan
di dalam masyarakat. Perbedaan bukanlah penghalang untuk saling berinteraksi
antar masyarakat di Indonesia. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan
interaksi antar sesamanya, jadi perbedaan bukanlah penghalang.
Saat ini banyak kasus munculnya
berbagai aliran di masing-masing agama yang memicu adanya pertikaian antar umat
beragama. Semua orang merasa dirinya benar terhadap agama dan alirannya. Sikap
toleransi, saling menghormati, saling menghargai sudah tidak lagi diterapkan.
Kemajuan teknologi di Indonesia bukannya menjadi pemicu manusia menjadi hidup
rukun, tetapi malah menjadikan manusia menjadi keras dan tidak mempunyai rasa
solidaritas lagi. Moral yang rusak membuat manusia menjadi ingin menang
sendiri, tidak peduli lagi dengan lingkungannya sendiri.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi
perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar
umat beragama terwujud memerlukan 3 konsep yaitu :
-Setuju
untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing-
masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
-Setuju
untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
-Setuju
untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai
bukan untuk saling menghancurkan.
Kita harus senantiasa menjaga
keharmonisan/ kerukunan antar umat beragama agar tercipta kehidupan yang
tentram dan nyaman. Untuk menjaga keharmonisan tersebut bisa dilakukan dengan
cara :
- Menghilangkan perasaan
curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah
rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai
keyakinan orang lain.
- Jangan menyalahkan agama seseorang apabila
dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
- Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya
jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
- Hindari
diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas
yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga
kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia
haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan
agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang
multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.
Berinteraksi dengan teman sebaya harus baik tidak
memandang seseorang itu beragama apa.
Begitupun dengan anak yg lebih kecil bahkan dengan kalangan orangtua.
Menurut Prof. Chaedar Alwasilah sebuah penelitian oleh Aprilia Swati (2011)
menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam dukungan kelas wacana sipil
yang positif dikalangan siswa. Interaksi
rekan dalam studi sosial Indonesia dan Pancasila tidak menggangu jika guru mengelola
secara efektif. Menjadi berisik tidak selalu negatif. Ini yang akan menjadi bukti interaksi
interaktif dan mencerahkan.
Oleh karena itu, disarankan agar mempromosikan
interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu rutinitas kelas. Siswa harus diberi kesempatan untuk
berinteraksi dengan satu sama lain dengan cara memeberi tugas dan
mengelompokannya untuk mengerjakan tugas tersebut. Untuk berlatih mendengarkan
dengan penuh perhatian berdebat dengan hormat dan suara mengorbankan siswa
untuk mempersiapkan untuk hidup sebagai anggota yang fungsional dari suatu
masyarakat yang demokratis.
Data dari studi afrilia swasti diperoleh dalam
penelitian tindakan tiga siklus yg dilakukan dengan kelas kelas empat dari 43
siswa di sebuah sekolah dasar di pontianak, kota dimana bentrokan antar etnis
telah terjadi cukup sering, studi ini membuktikan bahwa sekolah harus berfungsi
sebagai laboratorium untuk latihan masyarakat sipil. Sebagai siswa SD,
anak-anak yang belum mampu memberikan alasan informasi dan bukti dari argumen
mereka tapi bisa mengekspresikan kesepakatan dan ketidaksepakatan dengan cara
yang sopan selain itu, para siswa tampak percaya satu sama lain , sehingga
kompromi dan konsensus dapat dicapai dengan cara sipil.
Studi aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa
pendidikan harus mengembangkan tidak hanya penalaran ilmiah, tetapi juga wacana
sipil positif. Penalaran ilmiah sangat diperlikan dalam mengembangkan warga
intelektual,sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan
warga negara yang beradab.
Beradab dan bermoral juga sebagai modal untuk menjalin
hubungan yang baik dengan sesama penganut agamanya atau juga dengan penganut
agama lainnya. Persoalan keharmonisan umat beagama tersebut kiranya dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bahwa, pertama, persoalan kerukunan umat
beragama adalah persoalan yang luas dan kompleks.
Kedua,agama bukanlah pemicu konflik, namun
variabel-variabel sosial-keagamaanlah yang kiranya perlu di telusuri lebih
lanjut. Sebab, semua agama pada prinsipnya sama-sama menanamkan ajaran kedamain
dan cinta terhadap sesama manusia.
Ketiga, dalam rangka pelaksanaan kebijakan di
bidangkeharmonisan umat beragama, masih banyak peluang yang dapat diisi oleh
segenap elemen masyarakat, sehingga persoalan kerukunan bukanlah tanggung jawab
pemerintah semata, namun juga merupakan agenda bersama yang keberhasilannya
sangat menentukan arah dan masa depan masyarakat indonesia yang damai, rukun,
sejahtera dan bermartabat.
Keempat, diperlukan kader-kader kerukunana yang
rencananya akan di bentuk dengan nama pemandu harmonisasi umat yang berperan
membimbing, membina keharmonisan kehidupan kehidupan keagamaan yang sekaligus
sebagai mitra pemerintah yang mendorong keterlibatan aktif umat membangun
bangsa dan negara dalam roh dan semangat dasar falsafah negara pancasila dan
UUD 1945 serta dalam menjaga keutuhan negara kesatuan republik indonesia
(NKRI).
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam
komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya
sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P.
Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung
(indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang
sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan
masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi,
karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak
satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain,
tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan
masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan
perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara
beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan
konflikMenurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar
agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi
malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini
muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter)
antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga
kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.
Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain,
tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan
masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan
perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara
beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor
penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat
beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara
faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan
bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan
dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang
ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah
petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang
kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita
tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih
dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara
kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa
hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara,
tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
Bukan hanya politik saja yang mempengaruhi adanya
konflik antar penganut agama.
Namun
berbeda dalam berpendapat pun bisa mempengaruhi terjadinya konflik. Semestinya
masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak.
Kekacauan politik yang ikut mempengaruhi hubungan antar agama dan bahkan
memorak porandakan antar umar beragama khususnya di Indonesia. Tidak boleh ssaling
meninggikan atau merendahkan agama sendiri karaena akibatnya kekacauan terjadi.
Jadi keharmonisan dalam beragama akan terwujud dengan saling menghargai,
menghormati antar agama. Sehingga tidak
akan ada kekacauan, konflik antar negara yang berbeda agama atau pun konflik
dalam negeri antar agama Islam dan Kristen.
Referensi
:
B.
Dr. Ali Masrur,
M.Ag.ProblemdanProspek Dialog Antaragama. Artikel
C. http://www.halobojonegoro.com/peran-agama-dalam-mewujudkan-keharmonisan-bangsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic