We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 24 Februari 2014

Critical Review



PERAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEHARMONISAN BANGSA

            Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama. Bangsa ini akan harmonis ketika antar agama tidak ada konflik yang mengakibatkan kematian dan kehancuran suatu bangasa.  Peran agama dalam mewujudkan keharmonisan bangsa bisa terwujud dengan adanya toleransi antar umat beragama seperti Islam, Budha, Katolik, Kristen, Konghuchu.
            Dalam artikel Prof. Chaedar Alwasilah yang berjudul ‘Classroom Discourse to Foster Religious Harmony’.  Beliau menjelaskan jika ingin mengetahahui kualitas suatu bangsa hanya melihat kualitas dan praktek sistem pendidikan.  Hampir semua negara maju menyadari link ini dan dengan demikian membentuk sistem pendidikan yang baik.  Salah satu tujuan dari pendidikan dasar adalah untuk memberikan siswa dengan keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu.Anggota masyarakat dan warga negara.
            Keterampilan dasar ini juga merupakan dasar untuk pendidikan lebih lanjut.  Masalah sosial berulang seperti tawuran pelajar, bentrokan pemuda dan bentuk lain dari redikalisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial, yaitu kurangnya kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda.Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU sisdiknas untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah pada awal usia mungkin.
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada
di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
            Banyak konflik yang terjadi di bangsa ini karena tidak adanya hubungan yang baik antar pemeluk agama.  Namun demikian, diakui ataupun tidak agama sering kali dijadikan sebagai alasan terjadinya konflik oleh sebagian pemeluknya.  Bahkan, konflik tersebut bersifat desruktif dan anarkis yang mengakibatkan kematian bagi yang melakukannya maupun orang yang hanya menjadi korban dari konflik tersebut. Jika hal ini terus terjadi, agama lambat lau akan kehilangan ruh sucinya yang berakhir atau hilangnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya.  Secara historis agama-agama dan berbagai kepercayaan hadir secara bergantian.
            Maka dari itu kita harus bisa menjalin hubungan baik antar umat beragama agar tidak adanya konflik yang terjadi sehingga membuat nyawa melayang.  Kemampuan dalam menjaga hubungan baik sangatlah penting untuk keberhasilan individu.  Sebaliknya ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat merugikan individu maupun sebagian masyarakat dapat juga menyebabkan tingkat tertentu konflik sosial dalam suatu masyarakat tertentu. Contohnya konflik yang terjadi di afrika selatan, empat orang meninggal karena konflik yang dilatar belakangi oleh agama Islam dan kristen.  Banyak lagi konflik yang sudah terjadi, seperti konflik antar etnis dan agama yang terjadi di daerah Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010) dan Singkawang (2010).  Namun konflik tersebut akan terjadi lagi dan lagi ketika masyrakat ataupun individualnya masih belum bisa menjalin hubungan baik antar umat beragama.
            Perbedaan adalah sebuah realitas yang tidak bisa dalam kehidupan sehari-hari, bahwa dalam kehidupan terdapat banyak warna dan agama oleh sebab itu menjaga persatuan dan kesatuan itu merupakan tujuan dan tugas sekaligus tantangan utama, bagi warga negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kesatuan sebagai pijakan utama untuk mewujudkan negara dan bangsa yang tentram.  Dalam membangun stabilitas bangsa dan ketentraman, kesejahteraan,kedamaian masyarakat. Nilai-nilai toleransi harus dikedapankan dalam rangka mewujudkan kedamaian dan ketrentraman dalam beragama, berbangsa dan bernegara.
            Sebuah kesadaran itu penting yang tumbuh akan pluritas keberagamaan, dibarengi adanya berbagai forum dialog antar umat bergama, merupakan perwujudan nyata akan peradaban baru umat manusia. Adanya kesadaran sebagian umat manusia atas pluraritas keberagamaan telah melahirkan fase utama dari sebuah pengharapan dan adanya dialog (tasyawur) antar umat beragama.
            Plurarisme agama merupakan kemajmukan agama dalam kehidupan sosial, kenyataan tidak bisa dipungkiri. Konsekusensinya setiap umat beragama memiliki kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, tanpa perlu meninggikan dan merendahkan agama lain.  Karena dengan begitu keharmonisan dalam beragama akan mucul dan terwujud. Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna dalam kehidupan dan kemajuan masyarakat plurak, dengan sikap seperti itu akan dapat mengurangi terjadinya konflik antar umat beragama.
Semua itu agar terciptanya kedamaian dalam beragama. Contohnya agama Islam, Kristen dan sebagainya. Kerukunanmerupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.
Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian.
Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain. Peranan agama dalam mewujudkan keharmonisan umat beragama yaitu menghormati hak orang lain untuk memilih menganut agama lain dan memegang kepercayaan yang berbeda dengan kita.  Menghargai itikad baik atas agama lainnya. Agama di Indonesia mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat dan bagi penganut agama yang berbeda. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : Yang Maha Esa’. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18 % dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, o,13% agama lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa ‘ tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikan kepercayaannya’. Pemerintah bagaimanapun hanya mengakui enam agama saja. Yaitu ; Hindu, Buddha, Katolik, Protestan, Islam, KongHucu dan Kristen.
Kembali pada pembahasan keharmonisan dalam beragama. Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan suku, ras, agamadan budaya. Itu sebabnya Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya. Keharmonisan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi  agama adalah sikap saling menghargai tanpa melakukan diskriminasi dalam hal apapun, terutama dalam hal agama.
            Sejak zaman dahulu kala, nenek moyang kita sudah memiliki agama, tetapi agama itu adalah berupa suatu kepercayaan, yaitu Animisme dan Dinamisme. Seiring dengan berkembangnya waktu dan zaman, kini Indonesia memiliki beragam agama yang datangnya dari luar Indonesia. Setiap agama yang masuk ke Indonesia memiliki sejarahnya tersendiri.
            Namun, di Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Dan Indonesia jugalah, jumlah penduduk terbanyak yang memeluk agama Islam. Namun hal ini bukanlah menjadi penghalang untuk tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesama umat beragama.
            Menjaga keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama sangatlah penting dilakukan agar tidak terjadi perpecahan di dalam masyarakat. Perbedaan bukanlah penghalang untuk saling berinteraksi antar masyarakat di Indonesia. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi antar sesamanya, jadi perbedaan bukanlah penghalang.
            Saat ini banyak kasus munculnya berbagai aliran di masing-masing agama yang memicu adanya pertikaian antar umat beragama. Semua orang merasa dirinya benar terhadap agama dan alirannya. Sikap toleransi, saling menghormati, saling menghargai sudah tidak lagi diterapkan. Kemajuan teknologi di Indonesia bukannya menjadi pemicu manusia menjadi hidup rukun, tetapi malah menjadikan manusia menjadi keras dan tidak mempunyai rasa solidaritas lagi. Moral yang rusak membuat manusia menjadi ingin menang sendiri, tidak peduli lagi dengan lingkungannya sendiri.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud  memerlukan 3 konsep yaitu :
-Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
-Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
-Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai bukan untuk saling menghancurkan.

            Kita harus senantiasa menjaga keharmonisan/ kerukunan antar umat beragama agar tercipta kehidupan yang tentram dan nyaman. Untuk menjaga keharmonisan tersebut bisa dilakukan dengan cara :
- Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.
-  Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
-  Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
- Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
            Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.
Berinteraksi dengan teman sebaya harus baik tidak memandang seseorang itu beragama apa.  Begitupun dengan anak yg lebih kecil bahkan dengan kalangan orangtua. Menurut Prof. Chaedar Alwasilah sebuah penelitian oleh Aprilia Swati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam dukungan kelas wacana sipil yang positif dikalangan siswa.  Interaksi rekan dalam studi sosial Indonesia dan Pancasila tidak menggangu jika guru mengelola secara efektif. Menjadi berisik tidak selalu negatif.  Ini yang akan menjadi bukti interaksi interaktif dan mencerahkan.
Oleh karena itu, disarankan agar mempromosikan interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu rutinitas kelas.  Siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain dengan cara memeberi tugas dan mengelompokannya untuk mengerjakan tugas tersebut. Untuk berlatih mendengarkan dengan penuh perhatian berdebat dengan hormat dan suara mengorbankan siswa untuk mempersiapkan untuk hidup sebagai anggota yang fungsional dari suatu masyarakat yang demokratis.
Data dari studi afrilia swasti diperoleh dalam penelitian tindakan tiga siklus yg dilakukan dengan kelas kelas empat dari 43 siswa di sebuah sekolah dasar di pontianak, kota dimana bentrokan antar etnis telah terjadi cukup sering, studi ini membuktikan bahwa sekolah harus berfungsi sebagai laboratorium untuk latihan masyarakat sipil. Sebagai siswa SD, anak-anak yang belum mampu memberikan alasan informasi dan bukti dari argumen mereka tapi bisa mengekspresikan kesepakatan dan ketidaksepakatan dengan cara yang sopan selain itu, para siswa tampak percaya satu sama lain , sehingga kompromi dan konsensus dapat dicapai dengan cara sipil.
Studi aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan harus mengembangkan tidak hanya penalaran ilmiah, tetapi juga wacana sipil positif. Penalaran ilmiah sangat diperlikan dalam mengembangkan warga intelektual,sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan warga negara yang beradab.
Beradab dan bermoral juga sebagai modal untuk menjalin hubungan yang baik dengan sesama penganut agamanya atau juga dengan penganut agama lainnya. Persoalan keharmonisan umat beagama tersebut kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bahwa, pertama, persoalan kerukunan umat beragama adalah persoalan yang luas dan kompleks.
Kedua,agama bukanlah pemicu konflik, namun variabel-variabel sosial-keagamaanlah yang kiranya perlu di telusuri lebih lanjut. Sebab, semua agama pada prinsipnya sama-sama menanamkan ajaran kedamain dan cinta terhadap sesama manusia.
Ketiga, dalam rangka pelaksanaan kebijakan di bidangkeharmonisan umat beragama, masih banyak peluang yang dapat diisi oleh segenap elemen masyarakat, sehingga persoalan kerukunan bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, namun juga merupakan agenda bersama yang keberhasilannya sangat menentukan arah dan masa depan masyarakat indonesia yang damai, rukun, sejahtera dan bermartabat.
Keempat, diperlukan kader-kader kerukunana yang rencananya akan di bentuk dengan nama pemandu harmonisasi umat yang berperan membimbing, membina keharmonisan kehidupan kehidupan keagamaan yang sekaligus sebagai mitra pemerintah yang mendorong keterlibatan aktif umat membangun bangsa dan negara dalam roh dan semangat dasar falsafah negara pancasila dan UUD 1945 serta dalam menjaga keutuhan negara kesatuan republik indonesia (NKRI).
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflikMenurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
Bukan hanya politik saja yang mempengaruhi adanya konflik antar penganut agama.
Namun berbeda dalam berpendapat pun bisa mempengaruhi terjadinya konflik. Semestinya masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Kekacauan politik yang ikut mempengaruhi hubungan antar agama dan bahkan memorak porandakan antar umar beragama khususnya di Indonesia. Tidak boleh ssaling meninggikan atau merendahkan agama sendiri karaena akibatnya kekacauan terjadi. Jadi keharmonisan dalam beragama akan terwujud dengan saling menghargai, menghormati antar agama.  Sehingga tidak akan ada kekacauan, konflik antar negara yang berbeda agama atau pun konflik dalam negeri antar agama Islam dan Kristen.


Referensi :
A.    ChaedarAlwasilah, Bandung | Opinion | Sat, October 22 2011, 12:07 PM
B.   Dr. Ali Masrur, M.Ag.ProblemdanProspek Dialog Antaragama. Artikel
C.     http://www.halobojonegoro.com/peran-agama-dalam-mewujudkan-keharmonisan-bangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic