BERINTERAKSI DENGAN SUATU YANG INDAH DI TEMPAT TERINDAH
Pagi ini ku telusuri jalan dengan penuh harap untuk mencari tempat
yang mampu membangkitkan jiwa yang tengah rapuh. Jalan yang terjal menjadi
tantangan yang harus dilewati. Curamnya jurang tak menjadi penghalang untuk
menghentikan langkah ini. Ribuan pepohonan yang berderet tak menentu menjadi
teman disetiap langkah ini. Pada akhirnya, ku temukan sebuah tempat yang
mengingatkan ku pada seseorang. Seseorang yang pertama kali mengajak ku ke tempat
ini. Akh... itu hanya masa lalu. Tuhan... betapa indahnya ciptaanMu ini.
Terllihat hijaunya pepohonan yang menghiasi gunung-gunung yang menjulang
tinggi, rimbunnya ilalang yang bergoyang tertiup angin, sejuknya udara pagi
yang mampu menyejukkan hati, dan dilengkapi dengan merdunya kicauan burung
seakan menyambut kedatangan ku ke tempat ini. Sunyi sepi, suasana yang membuat
hati ini tenang. Tak terasa kedua mata ini terpejam seolah-olah ingin menikmati
lebih dan lebih lagi indahnya dunia ini. Andai suasana seperti ini dapat ku
nikmati setiap hari.
Terjal amat sangat terjal. Perjalanan untuk menuju satu titik
cahaya belumlah selesai. Rintangan yang harus dihadapi semakin jelas terlihat.
“Pelan tapi pasti”, satu prinsip yang membuat jiwa ini semakin tenang.
Oke kita mulai lagi!
Pertemuan keempat pada hari Selasa, tanggal 26 Februari 2014.
Literasi is something we DO. Kata “do” disini merupakan satu kegiatan yang
harus dilakukan. Timbul pertanyan, apa yang harus dilakukan? Sebagaimana yang
telah Saya paparkan pada class review minggu kemarin, bahwasannya merekayasa
literasi yaitu merekayasa cara pengajaran reading dan writing. Jadi, yang harus
dilakukan yaitu merubah paradigma tentang literasi itu sendiri. Literasi tak
hanya mampu membaca dan menulis saja, tetapi kita harus mampu menjadi seorang Quantified Reader dan Critical
Writer. Dengan demikian, hasil dari cara pengajaran yang benar dan
baik, akan menentukan kualitas literasi seseorang (mahasiswa).
Minggu kemarin kita (para mahasiswa) ditugaskan untuk membuat
Critical Review pada wacana dari Prof. Literasi yaitu Prof. Chaedar yang berjudul “Classroom Discourse Religious
Harmony”. Hasilnya, para mahasiswa belum bisa menyimpulkan suatu topik pada
suatu wacana. Kebanyakan mahasiswa terjebak pada dua kata pada judul wacana
tersebut, yaitu “Religious Harmony”. Faktanya, kebanyakan mahasiswa lebih
banyak menuliskan tentang masalah toleransi antar umat beragama disertai dengan
konflik yang terjadi. Tetapi yang harus dibahas adalah tentang “Classroom
Discourse” yaitu menjelaskan tentang education. Dengan kata lain, para
mahasiswa belum sadar apa yang harus dipentingkan.
Berbicara tentang Classroom Discourse, tentunya akan timbul
pertanyaan-pertanyaan. Apa saja yang terjadi di dalam kelas? Siapa saja yang
terlibat di dalam kelas? Dengan mudah kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Pertanyaan lain muncul, kelas ini tempat yang biasa saja atau tempat
yang luar biasa? Terlebih dahulu kita harus menyadari bahwasannya hanya
orang-orang tertentu yang bisa masuk ke dalam kelas (di Perguruan Tinggi).
Butuh waktu yang lama dan perjuangan yang berat pula untuk dapat duduk di
bangku Perguraun Tinggi. Ada tahapan-tahapannya pula, seperti terlebih dahulu
kita wajib lulus SD, SMP, SMA, dan pada akhirnya kita bisa menjadi seorang
mahasiswa Perguaruan Tinggi.
Mr. Lala menyebutkan bahwa Classroom Discourse merupakan “situs
suci” yang mana didalamnya terdapat “ritual”. Ritual disini merupakan merupakan
proses pembelajaran (interaksi) ynag terjadi di dalam kelas. Kita menyadari bahwa
di dalam kelas terdapat berbagai macam perbedaan. Hal inilah yang dianggap
“Complicated”. Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab sulitnya proses
adaptasi (interaksi) di dalam kelas, diantaranya adalah:
Ø
Background
Latar belakang menjadi hal pertama yang menyebabkan sulitnya proses
adaptasi di dalam kelas. Kenapa? Kita hidup disebuah negara yang terdapat
banyak sekali perbedan. Agama, budaya, bahasa, adat istiadat dan lain-lain.
Disamping itu, perbedaan kemampuan intelektual pun menjadi satu faktor yang
dirasa “complicated”. Dengan adanya perbedaan latar belakang inilah kita akan
belajar memahami, menghormati, dan belajar bertoleransi.
Ø
Communicative strategies
Komunikasi adalah modal utama untuk beradaptasi. Kita tidak akan
tahu bagaimana sifat atau watak seorang tanpa adanya komunikasi. Disamping
itu,dengan komunikasi kita belajarmenggunakan bahasa yang baik dan ssesuai
dengan seseorang yang menjadilawan bicara. Dengan demikian, komunikasi yang
baik akan menghasilkan hubungan yang baik pula.
Ø Meaning-making pratice.
Tujuan kita datang ke kelas itu harus jelas. Setiap orang
(mahasiswa) datang ke dalam kelas menggunakan idelogy yang berbeda-beda, values
yang berbeda-beda pula. Valves disini dimasukan pada sipat pribadi mahasiswa
itu sendiri, apakah mahasiswa tersebut jujur dan apakah mahasiswa tersebut
disiplin. Hal ini akan menjadi tolak ukur seberapa besar tujuan atau harapan
mahasiswa yang datang ke kelas.
Dari ketiga hal yang dirasa complicated tersebut akan bermuara pada
“interaction”. Bgai mana interaksi yang terjadi di dalam kelas? Apakah sesuai
dengan yang diharapkan atau sebaliknya?
Membahas tentang
interaction atau interaksi di dalam kelas, tentu saja kita diharuskan berbicara
atau menggunakan bahasa lisan. Dimana kita akan bertatap langsung dan
berkomunikasi dengan mahasiswa lain. Hal ini bertujuan untuk menghubungkan atau
menyatukan perbedaan yang terdapat di dalam kelas. Disamping itu, interaksi
antara pengajar (dosen) dengan anak didik (mahasiswa) seorang guru hal yang
sangat penting. Tugas seorang pengajar adalah menyampaikan informasi (materi)
kepada anak didiknya. Kemudian, peserta didik akan menyimaknya, setelah itu
pengajar akan memberikan tugas yang berhubungan dengan materi yang sudah
disampaikan. Disinilah akan terjadi interaksi antara pengajar dan peserta
didiknya. Apabila peserta didik dapat memahami dan mengerti apa yang telah
disampaikan oleh pengajar, maka interaksi yang diciptakan oleh pengajar
tersebut berhasil. Dengan kata lain, interaksi antara pengajar dan peserta
didik harus ada timbal balik dan hasilnya adalah values.
Setelah itu,
sebagai peserta didik (mahasiswa) harus mengenal sifat atau watak seorang
pengajar (dosen) yang mengajar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
sikap kita pada saat menghadapi dosen tersebut, dan bagaimana menggunakan
bahasa yang sesuai dengan sifat yang dimilikinya.
Dapat ditarik
kesimpulan bahwasannya Classroom Discourse berhubungan erat dengan cara
berkomunikasi dan berinteraksi. Adanya timbal balik antar mahasiswa dengan
mahasiswa atau mahasiswa dengan dosen menjadi tolak ukur dari hasil ingteraksi
yang telah diciptakan di dalamg kelas. Perbincangan yang terdapat di dalam
kelas adalah tujuan yang terpenting pada Classroom Discourse.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic