Suasana pagi
yang tak seperti biasanya. Udara dingin yang teramat sangat dingin sampai
menusuk tulang, membuat tubuh ini tak kuat untuk menahannya. Derasnya air hujan
yang membasahi bumi, membuat mentari enggan menampakkan senyumnya. Perlahan
hujan pun mereda, namun mentari tetap tak ingin menampakan senyuman indahnya.
Entah sampai kapan mentari akan muncul dan menghangatkan pagi ini.
Tanjakan
itu mulai terasa berat, seakan membuat tubuh ini semakin lemah. Tak ada kata
untuk berhenti, tak ada tempat untuk melepas rasa lelah yang kian terasa. Semua
akan berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, dan dengan satu
keyakinan semua akan indah pada waktunya.
Pagi
itu terasa semakin tersesat. Rabu 19 Februari 2014, adalah pertemuan yang
ketiga dengan dosen yang membimbing Mata Kuliah Writing 4, Mr. Lala Bumela,
M.Pd. Kekuatan adalah segalanya, tanpa adanya kekuatan kita tidak akan bisa
menjalani semua rintangan yang datang pada hidup kita. Kekuatan seorang penulis
terletak pada kekuatan literasinya. Tetapi, harus disadari bahwa daya tahan
tubuhlah yang sangat penting, kuat ataukah tidak kita untuk menjadi seorang
penulis, sudah fokus atau belumkah kita pada suatu materi. Itu semua tergantung
pada daya tahan tubuh masing-masing.
Mr.
Lala mengatakan bahwa, mahasiswa IAIN khususnya Jurusan Bahasa Inggris dapat
dikatakan sebagai mahasiswa yang berkualitas, kenapa tidak, karena hanya mahasiswa
Bahasa Inggris dari IAIN yang mampu membaca dan
berani mengkritik wacana Rekayasa Literasi yang ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah, M.A., Ph.D . Mahasiswa dari kampus sekitar IAIN belum
tentu mampu membacan dan
mengkritiknya. Mr. Lala pun memberikan satu prinsip yaitu ‘Centre of Excellence’ pada para
mahasiswa Bahasa Inggris IAIN. Betapa bangganya jadi mahasiswa Bahasa Inggris
IAIN, hehe. Tetapi, harus disadari bahwa hal ini adalah campur tangan Mr. Lala
Bumela yang sangat super istimewa. Serta patut dibanggakan juga memiliki
seorang dosen yang amat sangat literat seperti Beliau.
Berbicara tentang rekaya literasi, yang harus direkayasa adalah
cara pengajaran Reading dan Writingnya dalam empat dimensi yaitu mencakup
linguistik (fokus pada teks), kognitif (fokus pada minda), perkembangan (fokus
pada pertumbuhan) dan sosiokultural (fokus pada kelompok). Literasi bukan hanya
menguasai alfabet atau sekedar mengerti hubugan antara bunyi dan simbol
tulisannya, tetapi simbol itu difungsikan secara bernalar dalam konteks sosial.
Dan kualitas literasi berkembang seiring dengan kematangan diri. Tingkat
pendidikan sangat menentukan kualitas literasi seseorang. Bila seseorang
tingkat pendidikannya relatif tinggi tetapi tingkat literasinya relatif rendah
(misalnya pada umumnya ilmuan Indonesia kurang produktif menulis), bisa jadi
karena pendidikan literasinya kurang maksimal, atau karena sudut pandang
(paradigma) yang berbeda tentang (pendidikan) literasi. Sekali lagi, literasi
adalah kemampuan berbaca-tulis dan malah bagi sebagian orang literasi
berkonotasi “general learnedness and familiarity with literature.” (Kern 2003:
3). Artinya, bahwa seorang literat itu tidak sekedah pandai berbaca-tulis,
tetapi juga terdidik dan mengenal sastra.
Sebagai seorang penulis, harus kita sadari
bahwa posisi kita saat ini masih Multilingual Writer. Artinya seorang penulis baik pada dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kedua
bahasa itu adalah sebagai basis kita sebagai penulis. Saat ini, kita harus tahu
bagaimana cara menulis, tahu cara mempresentasikan tulisan yang kita tulis, dan
tahu cara memproduksi tulisan tersebut. Disamping
itu, pemahaman terhadap teks haruslah ditingkatkan. Kenapa? Karena menulis
adalah kegiatan memproduksi teks dan tidak ada kegiatan menulis tanpa teks.
Pemahaman terhadap
teks merupakan dimensi utama pada dimensi rekayasa literasi. Teks merupakan
modal utama dalam suatu wacana. Teks pula akan membangun makna. Tetapi untuk
membangun sebuah makna pada wacana, hal ini tergantung pula pada bahasa yang
digunakan, apakah dapat dipahami oleh
pembaca atau tidak. Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Bapaknya
literasi yaitu Prof. Chaedar “kini adalah zaman (edan) dan pendidikan dasar
tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis.” Dengan artian bahwa,
pada zaman modern yang serba canggih dan maju ini semua standar ditingkatkan,
semakin tinggi standar kualitas literasi, haruslah dibekali dengan informasi
yang lebih banyak dan berkualitas.
Seperti yang telah
dije;laskan tadi, bahwasannya rekayasa literasi adalah merekayasa pembelajaran
reading dan writing. Pendekatan pembelajaran writing pada saat ini yaitu
terdapat tiga tahapan, yaitu:
1.
Reading
Seperti yangtelah kita ketahui, untuk menjadi seorang penulis yang
berkualitas tentunya terlebih dahulu menjadi pembaca yang berkualitas
(Quantified Reader). Menjadi seorang pembaca yang berkualitas, tentu saja harus
menjadi seorang pembaca yang aktif. Disamping itu, pada saat kita membaca kita
harus mempunyai tujuan terlebih dahulu. Artinya, pada saat membaca, kita tidak
hanya membaca tetapi harus bisa memahami teks yang kita baca. Dengan membaca,
tentunya kita dituntut untk mencari berbagai maca informasi yang dapat menunjang
kualitas baca kita. Jadi, membaca merupakan tahap pertama untk menjadi seorang
penulis yang berkualitas.
2.
Respond
Setelah tahap pertama terlewatkan,
yait u menjadi seorang pembaca yang aktif, kita beranjak pada tahap
selanjutnya, yaitu merespon apa yang sudah kita baca. Dengan demikian kita
dituntu untuk memberikan pendapat atau kritikan terhapad teks yang sudah kita
baca.
3.
Re-write
Tahap yang terakhir yaitu menuliskan
kembali apa yang telah kita baca dan respon. Pada tahap inilah mahasiswa
dituntut untuk mengekspresikan pendapat mereka melalui tulisan. Tetapi, harus
digarisbawahi penulis yang berkualitas tinggi adalah penulis yang kritis. Pada
tahap ini pula membangun karateristik penulis yang berkualitas dapat terlihat. Jadi,
dapat dikatakan bahwa menuliskan kembali apa yang telah kita pelajari dan telah
kita respon merupakan kunci untuk dapat lebih memahami sesuatu yang telah
dipelajari.
Belajar
tentang Academic Writing, kita perlu mengetahui Appetizer elements yang
mendukung, yaitu:
1.
Cohesi
(Kohesi). Yaitu gerakan halus atau “aliran”
antara kalimat dan paragraf.
2.
Clarity
(Kejelasan). Yaitu makna
yang akan membuat komunikasi menjadi sangat jelas.
3.
Logical
Order (Urutan logis). Pada elemen
ini mengacu pada informasi yang logis. Dalam penulisan akademik, penulis
cenderung bergerak dari yang umum ke yang khusus.
4.
Consistency
(Konsisten). Yaitu mengacu
pada keseragaman gaya penulis.
5.
Unity
(unit). Yaitu mengacu pada kesatuan pada
informasi suatu topik, tetapi ada pengecualian informasi yang tidak secara
langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
6.
Conciseness
(Keringkasan). Yaitu ekonomi
dalam menggunakan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ke titik
dan menghilangkan kata yang tidak perly dan tidak perlu mengulang (redudancy). Pengecualian
dari informasi yang tidak perlu
mempromosikpersatuan dan kesatan uan.
7.
Completeness
(Kelengkapan). Sementara informasi
berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis memberikan informasi
penting mengenai suatu topik tertentu.
8.
Variety
(Ragam). Variety membantu pembaca dengan
menambahkan beberapa ‘bumbu’ untuk sebuah teks.
9.
Formality
(Formalitas). Menulis akademik
adalah formal dalam nada. Ini berarti baahwa kosakata canggih dan struktur tata
bahasa yang digunakan.
Kesembilan
elemen tersebut sangatlah berperan peting terhadap kualitas Academic Writing
seorang mahasiswa. Jika tulisannya sudah mengandung kesembilan elemen tersebut
berarti tulisan kita berkualitas baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic