We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014

Class review 2



SELAYANG PANDANG PENULIS

            “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”----- Imam Al-gazali. Quotes ini benar-benar meracuni pikiranku. Melihat apa yang dikatakan Imam Al-Gazali mengenai hal ini, rupanya benar. Seseorang yang bahkan dari kalangan terhormat saja, bisa disetarakan dengan derajat seorang penulis. Hal ini yang membuat pikiranku kembali lagi pada apa yang terjadi di tanggal 11 Februari 2014, di pembelajaran kelas writing mengenai Knowing who we really are. Penentuan jalan kita menjadi seorang penulis sudah dimulai kembali, dengan pemilihan yang lebih selektif lagi oleh Mr. Lala Bumela. Ini adalah ajang pencarian bibit-bibit penulis yang berkualitas, ajang bergulat dengan pikiran, dan ajang pengasahan mental menjadi seorang penulis di kelas Academic writing.
             Kelas Academic writing yang dibangun 2 minggu yang lalu meninggalkan catatan-catatan penting mengenai penciptaan sebuah tulisan. Tak banyak dari kita bisa melewati hal itu dengan mudah, perlu adanya kegiatan memeras otak dan tenaga. Karena jalan kita berada di Academic writing, maka ini akan menjadi jalan yang berbeda dari biasanya. Yea.. jika ini adalah sebuah jalanan, jalanan ini akan terasa begitu mengerikan, dengan adanya batu-batu besar yang berserakan dimana-mana, dengan banyaknya lubang-lubang besar yang terhalang oleh gundukan pasir kecil, dan tanjakan maupun turunan yang sangat curam. Itu semua adalah hambatan-hambatan kita, yang nantinya akan kita lewati kedepan. Dengan jalan Academic writing kita dibutuhkan untuk berpikir kritis (critical thinking) untuk mentukan arah mana yang seharusnya dilalui oleh kita, karena ini adalah salah satu arah yang menetukan terbentuknya suatu tulisan. Menulis dengan label akademik akan jelas terlihat lebih rigid (kaku), lebih terlihat formal, lebih kritis, struktur penulisannya lebih terfokuskan, dan lebih tersistematis.
            Menulis sendiri bagi Mr. Lala adalah “ A way of knowing something (Information)” mengetahui bagaimana cara menulis, “A way of representing something (Knowledge)” cara merepresentasikannya, ini terkait dengan voice, dan yang Dr. Chaedar katakan tentang menulis itu adalah “ A way of reproducing something (Experience)” cara mereproduksi atau melahirkan suatu pengetahuan. Sesuatu yang kita rekam dari writing ini adalah experience (pengalaman mengikuti writing), bukan dengan information ataupun knowledge. Ini terbukti dari hasil pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa 2 semester terakhir, pengetahuan  yang kita dapat dari hasil pengalaman (experience). Maka dari itu pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting dalam menulis, kita harus mengubah molekul-molekul kita dalam mencari pengalaman menulis. Pengalaman sendiri adalah proses terbentuknya ke pribadi seseorang, hal ini yang nantinya menentukan keberadaan posisi kita dalam penentuan jati diri sebagai seorang penulis.
Untuk mengantarkan kita menjadi seorang penulis, tentunya dibutuhkan pengenalan lebih jauh tentang konsep dasar menulis. Hal itu sendiri sudah dijelaskan di pertemuan pertama, bahwa menulis itu melibatkan ketrampilan dan pengetahuan tentang teks, konteks, dan reader. Pembaca sendiri akan menemukan koneksi yang lebih kuat, jika penulis mampu memberikan konteks yang jelas pada isi teks. Ini juga didukung oleh perkataan Hylandwriting is a practice based on expectations: the reader’s chances of interpreting the writer’s purpose are increased if the writer takes the trouble to anticipate what the reader might be expecting based on previous texts he or she has read of the same kind”. Maka dari itu konteks yang didasarkan pada sebuah tulisan, harus lebih tertata rapi dalam penciptaan sebuah tulisan. Hal ini yang nantinya akan memicu perspektif pro dan kontra dalam menginterpretasi sebuah teks. Jadi konteks dalam teks itu adalah sebuah koneksi yang abstrak, jika penulis ingin menjalin hubungan yang lebih intens dengan pembaca maka dibutuhkan kata-kata atau kalimat yang setidaknya dimengerti oleh sasarannya (pembaca).

Ken Hyland dalam buku fenomenalnya “Teaching and Researching writing”, pembangunan konteks juga dilihat dari situasinya. “Halliday developed an analysis of context based on the idea that any text is the result of the writer’s language choices in a particular context of situation (Malinowski, 1949). Artinya pengembangan analisis konteks dalam teks salah satunya itu didasarkan pada konteks situasi, hal ini yang akan menumbuhkan chemistry antara penulis dan pembaca. Jika kita tak melihat konteks situasinya, maka akan terjadi discourse communication yang menyebabkan kesenjangan pemahaman. Dalam buku ini Cutting (2002:3) juga menyatakan bahwa ada tiga aspek yang terkait dalam penafsiran konteks dalam sebuah teks, yaitu:
the situational context: what people ‘know about what they can see around them’;
the background knowledge context: what people ‘know about the world, what they know about aspects of life, and what they know about each other’;
the co-textual context: what people ‘know about what they have been saying’.
           
            Dari ketiga aspek yang diutarakan oleh Cutting, menulis sebuah teks bisa dikatakan koheren apabila penulis tahu cara mengkoneksikan tulisannya dengan target sasarannya. Penulis paham tentang kajian yang akan dibahas, dan penulis juga tahu bagaimana menuangkan kata-katanya dalam tulisan. Untuk itu, penulis membutuhkan banyak referensi bacaan untuk memperbanyak lagi khasanah pengetahuan tentang penciptaan sebuah tulisan, entah itu referensi dari berbagai macam buku, maupun dari sumber-sumber seperti media elektronik dan cetak lainnya. Stephen King pun mengatakan demikian, bahwa “membaca adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh seorang penulis” hal ini yang akan membuka jendela ilmu pengetahuan dalam menulis.

            Berbicara tentang menulis dan membaca, keduanya merupakan deretan utama menuju penciptaan sebagai penulis. Tindakan keduanya adalah jalan menuju litersi, perkataan ini di-iyakan oleh Scribner and Cole (1981: 236) ‘literacy is not simply knowing how to read and write a particular script but applying this knowledge for specific purposes in specific contexts of use.’ Benar, bentuk litersi tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis teks tertentu, tapi menerapkan pengetahuan ini untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu yang digunakan. Literasi pastinya akan membangun masyarakat yang berperadaban, ini adalah salah satu jalan kita menuju tingkatan yang lebih tinggi lagi, menjunjung negara kita dengan dampak literasi. Sebagai contoh negara yang terkena dampak litersi, kita bisa melihat Jepang, Korea, Singapura, Malaysia yang sukses menjadi negara maju. Mereka semua tahu bagaimana memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapat, dan etos kerja yang baik. Alhasil mereka mendapatkan pendapatan perkapita yang mencukupi, ini semua karena efek dari literasi yang akar permasalahannya ditemukan di tindakan baca-tulis. Mereka bisa menciptakan banyak intelektual yang berkualitas, kita bisa flashback sebentar mengingat tragedi pengeboman di Hioshima dan Nagasaki, Jepang oleh Sekutu. Apa yang mereka bangun setelah itu semua hancur? mereka menanam bibit-bibit yang berkualitas pada generasi mudanya dengan cara pengambilan para intelektual yang tersisa akibat tragedi pengeboman di hampir bagian seluruh wilayah Jepang. Penanaman ini rupanya berhasil menuai kesuksesan, mereka bisa menjadi negara maju dengan wilayah dan populasi yang tak terlalu banyak.

            Jika kita bandingkan dengan negara kita, rupanya level kita masih belum bisa sejajar untuk menyamainya. Literasi kita masih rendah, daya saing negara kita juga rendah. Hal ini bisa dilihat dari 50% tenaga kerja kita lulusan SD, yang notabene-nya masih rendah dalam baca-tulis. Kemampuan mengekspresikan pengetahuan mereka belum cukup matang, ini yang menyebabkan negara kita masih di wilayah “degradasi”. Litersi itu adalah lompatan teknologi, kesadaran sosial dan lompatan ekonomi. Litersi adalah hasil ledakan besar yang diakibatkan oleh baca-tulis, ini semua berawal dari hal yang sederhana.

              Semua yang kita bicarakan di atas adalah contoh yang diciptakan oleh literasi yang berakar dari membaca dan menulis. Kembali ke topik mengenai menulis, bahwa menulis tak akan lepas dari yang namanya membaca. Semuanya membutuhkan proses, dari pembaca menjadi penulis. Sebagai penulis kita membutuhkan seorang pembaca sebagai bahan tolak ukur kemampuan kita, karena pembaca merupakan salah satu jiwa yang singgah dalam naskah yang ditulis. Kita bisa tahu naskah yang kita buat itu hidup apa tidak, bisa berkembang apa tidak, karena naskah itu semua akan menjadi sebuah peti mati jika tak ada seorang pembaca. Jadi untuk pembahasan kali ini penulis adalalah salah satu sumber utama yang mengakibatkan perubahan pada sistem suatu negara, kita bisa mengatur sistem itu dengan cara meng-up grade para intelektualnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic