Apabila
melihat negara kita ini sangat miris sekali.
Dalam hal ekonomi, sumberdaya alam, maupun pendidikan. Ketiga hal atau permasalahan tersebut
dikarenakan juga tingkat literasi yang masih rendah. Oleh karena itu diperlukannya metode maupun
pendekatan pengajaran literasi dalam setiap aspeknya menurut para ahli,
penggunaan metode dan pendekatan terhadap bahasa asing terbagi menjadi beberapa kelompok, yakni :
Pendahuluan
Struktural. Pendekatan ini fokus pada
penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa, melatih siswa
mengidentifikasi jenis kata, unit sintaksis (kata, frase, klausa ) dan cara
menggabungkannya. Cara ini melatih
siswa-siswa menganalisis kesalahan berbahasa.
Namun tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan sosial seperti
bahasa iklan dan gender.
Pendekatan
audio lingual (dengar-ucap). Pendekatan
ini terfokus pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa. Tetapi pendekatan ini kurang memberi ruang
terhadap variasi ujaran untuk berbagai fungsi.
Selain itu pendekatan ini mengabaikan penguasaan bahasa tulis.
Pendekatan
kognitif dan transfoprmatif sebagai implikasi dari teori-teori syntactic
structure (comsky, 1957). Terfokus
pengajarannya pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi
dan kebutuhan lingkungannya.
Pendekatan
communicative competence, tokohnya diantaranya Hymes (1976) dan widdowson
(1978). Tujuan pengajaran bahasa adalah
menjadikan siswa mampun berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari
komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami. Pendekatan komunikatif juga dianggap kurang
eksplisit dalam upaya menjelaskan bentuk dan fungsi, sehingga lahir tata bahasa
fungsional atau systemic functional grammar yang dikembangkan oleh Halliday
(1985), Martin (2000).
Pendekatan
literasi atau pendekatan genre based.
Tujuan pembelajaeran ini adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan
wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi. Yang sangat menonjol dalam pendekatan ini
adalah pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai
oleh siswa. Dilakukan melalui empat
tahapan, yaitu :
Membangun
pengetahuan (Building knowledge of field)
Menyusun
model-model teks (Modeling of text)
Menyusun
teks secara bersama-sama (Joint construction of text)
Menciptakan
teks sendiri (Independent construction of text)
Definisi Literasi
Definisi
lama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Istilah literasi memang jarang dipakai, yang
biasa didengar adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi, 2010). Kemudian ada juga istilah yang ada pada Kamus
besar bahasa indonesia yakni literator dan literer.
Sejak
dahulu literasi memang dianggap sekedar peersoalan psikologi yang berkaitan
dengan kemampuan mental dan keterampilan.
Sebenarnya tidak hanya itu, literasi yakni praktek kultural yang berkaitan dengan sosial politik. Zaman sekarang banyak sekali jenis pengenalan
literasi. Seperti literasi komputer,
literasi matematika, literasi IPA, dn litewrasi pelajaran lainnya.
Dibawah
ini model literasi yang ditawarkan oleh Freebody dan Luke :
Memahami
kode dalam teks (Speaking the codes of texts)
Terlibat
dalam memaknai teks (Participanting in the meaning of texts)
Menggunakan
teks secara fungsional (using texts funcionally)
Melakukan
analisis dan mentransformasi teks secara kritis (Critically analyzing and
transforming texts).
Keempat
model diatas diringkas dalam lima verba yakni memahami, melibati, menggunakan,
menganalisis dan mentransformasi teks.
Sebenarnya literasi ini tidak hanya dalam aspek baca-tulis saja, tetapi
meluas sampai berbagai macam bidang.
Oleh karena itu memiliki berbagai macam dimensi didalamnya, antara lain
:
Dimensi
geografis (Lokal, nasional, regional, internasional). Literasi ini bergantung pada tingkat
pendidikan sosial maupun politiknya.
Dimensi
bidang pendidikan (Pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan
lainnya). Dimensi ini bergantung pada
kecanggihan teknologi komunikasi dan persenjataan. Sama halnya dengan pendidikan. Pendidikan yang berkualitas tinggi
menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
Dimensi
keterampilan (Membaca, menulis, menghitung, berbicara). Seperti yang telah diutarakan oleh Chaedar
alwasilah, bahwa keterampilan seorang mahasiswa atau sarjana yakni tidak lepas
dalam kegiatan membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Namun tidak semua sarjana mampu menulis. Tetapi mahasiswa untuk menjadi seorang
sarjana tidak cukup mengandalkan literasi tapi harus mampu memiliki
keterampilan menghitung.
Dimensi
fungsi (Memecahkan persoalan, mendapat pekerjaan, mengembangkan potensi). Orang yang memiliki literasi tinggi akan
mudah untuk mendapatkan pekerjaan dan mampu memecahkan masalah dengan ilmu
pengetahuan.
Dimensi
media (Teks, cetak, visual, digital).
Bagaimanapun kemampuan seseorang tidak hanya cukup dengan membaca dan
menulis teks alfabet saja. Tetapi
membaca dan menulis teks cetak seperti koran, novel, visual, dan digital. Oleh karena itu harus diimbangi pengetahuan
Ilmu Teknologi (IT).
Dimensi
jumlah (satu, dua, tiga, beberapa), dimensi ini terikat dengan waktu seperti
bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan media. Aspek tersebut bisa saja berubah dan bersifat
relatif.
Dimensi
bahasa (Etnis, lokal, nasional, regional, internasional. Literasi ini adalah literasi singular dan
literasi plural. Contohnya apabila
literasi berbahasa indonesia dan inggris kita sangat bagus, tetapi tidak peduli
dengan budaya (sunda maupun jawa), maka tingkat literasi budaya kita rendah.
Selain
literasi memiliki frase kunci, pendidikan bahasa berbasis literasi juga harus
mengikuti tujuh prinsip :
Literasi
adalah kecakupan hidup (life skills).
Pendidikan bahasa sejak tingkat dasar dibutuhkan untuk merangsang
tingkat pengetahuan bahasa dan mampu memfungsikan dalam masyarakat. Contohnya membaca menu, kalender, dan
lain-lain.
Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam berwacana secara tertulis
maupun lisan. Prinsip ini juga tak lepas
dari pendidikan bahasa di usia dini karena akan berpengaruh besar terhadap
kualitas literasi di usia dewasa.
Apalagi seorang mahasiswa harus mampu memproduksi ilmu pengetahuan,
karya ilmiah, dan tugas lain.
Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah.
Prinsip ini adalah kegiatan literasi yang membutuhkan tingkat
konsentrasi yang tinggi. Mampu
menggunakan bahasa dengan nalar dan mampu mengetahui isi dan makna wacana. Sehingga pengajaran berfikir kritis bisa
menjadi kurikulum ditingkat dasar (SD).
Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Pendidikan baca-tulis tidak akan lepas dari
sistem budaya (sikap, cara). Oleh karena
itu pendidikan di usia dini harus diterapkan pengetahuan budaya agar mampu
mengimbangi tingkat literasi di zaman sekarang.
Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri). Ini
terikat dengan prinsip sebelumnya, bahwa pengajaran pengetahuan budaya sejak
dini akan merefleksi kita untuk mengaplikasikan dalam kehidupan dan menanamkan
kesadaran komunikasi juga mengajarkan kesadaran perbedaan antara aspek
pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa dalam situasi berkomunikasi, karena
refleksi ini adalah konstruk dan pemahaman yang terus berkembang dan semakin
canggih, maka harus mengimbanginya.
Literasi
adalah hasil kolaborasi. Prinsip ini
sangat penting baik untuk penulis maupun pembaca. Penulis tidak akan membuat suatu karya tulis
tanpa ada maksud untuk menarik para pembaca.
Begitupula pembaca, pasti akan membutuhkan bacaan yang sesuai dengan
kebutuhan, jadi mereka saling terikat dan disebut kolaborasi.
Literasi
adalah kegiatan melakukan kegiatan interpretasi. Interpretasi disini mencari, menebak, dan
membangun makna atas berbagai ranah kehidupan dan bidang ilmu. Ini sangat bermanfaat terutama untuk para
mahasiswa sehingga mampu mensetarakan dengan tingkat literasi di negara lain
dan akan sangat berpengaruh terhadap peradaban di negara kita.
Melihat
kasus di indonesia, literasi termasuk pada taraf rendah dibandingkan negara
lain.
Beberapa
penemuan seperti :
Skor prestasi membaca
yang rendah dibandingkan Rusia, Hongkong, Kanada, dan Singapura.
Negara yang prestasi membacanya
diatas rata-rata ditandai oleh pendapatan kapita yang tinggi pula. Sementara di indonesia masih belum stabil,
ini di akibatkan lemahnya literasi.
Terdapat kategori
berdasarkan perbandingan skor membaca literary purposes (LP) dan informational
purposes (IP). Beberapa negara memiliki
prestasi (LP) lebih tinggi dari (IP).
Namun indonesia tidak termasuk didalamnya, karena indonesia memiliki
prestasi (LP) lebih rendah daripada (IP) sehingga indonesia memiliki indikator
lebih tinggi dalam retrieving and straightforward inferencing process daripada
dalam interpreting, integrating, dan evaluating process.
Dari
beberapa penemuan tersebut dapat menarik sejumlah pelajaran, bahwa tingkat
literasi siswa maupun mahasiswa di indonesia masih tertinggal oleh siswa dan
mahasiswa di negara lain. Ini berarti
literasi di negara kita belum kompetitif.
Terlihat dari berbagai variabel yang terkait dengan pendidikan literasi
yakni pendapatan nasional perkapita, pendidikan orangtua, fasilitas belajar,
dan lama belajar di sekolah.
Implementasi
Orang
literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja
dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal. Sekolah seagai
lembaga pendidikan formal adalah situs pertama untuk membangun literasi.
Perbaikan
rekayasa literasi menyangkut empat dimensi, yakni :
Linguistic
atau focus text
Kognitif
Sosiokultural
atau fokus kelompok
Perkembangan
atau fokus pertumbuhan.
Demikian
rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat
dimensi diatas, sebagaimana tampak pada gambar dibawah ini.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi orang yang mampu menyetarakan kualitas
pendidikan, maupun sosial maka harus bisa mengaplikasikan metode yang tertera
diatas. Dengan mengikuti langkah-langkah
menjadi literat yang baik, kita mampu menstabilkan segala persoalan dan
peradaban literasi yang semakin melemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic