REKAYASA LITERASI
Para
ahli bahasa lazim menegelompokan periodisasi metode dan pendekatan (approach)
khususnya terhadap pengajaran bahasa asing ke dalam lima kelompok besar, yaitu
sebagai berikut :
v Pendekatan struktural dengan grammar
translation methods yang meletakkan fokus pembelajarannya pada penggunaan
bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa.
v Pendekatan audiolingual atau dengar ucap
(1940-1960) yang meletakkan fokusnya pada latihan dialog-dialog pendek untuk
dikuasai oleh siswa. Dalam pendekatan
ini penguasaan bahsa tulis terabaikan.
v Pendekatan kognitif dan transformatif sebagai
implikasi dari teori-teori syntatic structure (chomsky 1957) fokus
pengajarannya terletak pada pembangkitan (generating) potensi berbahasa siswa
sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.
v Pendekatan communicative competenceyang
tokoh-tokohnya antara lain Hymes (1976) dan widddowson (1978). Tujuan pengajaran bahasa adalah menjadikan
siswa mampu berkomunikasi dalam target, mulai dari komunikasi terbatas sampai
dengan komunikasi spontan dan alami.
v Pendekatan literasi atau pendekatan
genre-based sebagai implikasi dari studi wacana. Sesuai dengan kurikulum 2004 di Indonesia,
tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang
sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Yang sangat menonjol dalam pendekatan ini adalah pengenalan genre.
Definisi Literatur
Dalam
perbincangan metodologi pengajaran dikalangan guru bahsa saat ini, yang menjadi
buah bibir adalah genre, wacana, literasi, teks dan konteks. Definisi (lama) literasi adalah kemampuan
membaca dan menulis. Pada masa silam
membaca dan menulis dianggap ‘Cukup’ sebagai pendidikan dasar (pendidikan umum)
untuk membekali manusia kemampuan menghadapi tantangan zamannya. Kini adalah zaman edan dan pendidikan tidak
cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis.
Ada
beberapa literasi, yang sudah pasti mengakibatkan perubahan pengajaran. ‘The extent to which people and communities
can take part, fluently, efeectively, and critically in the various text and
discourse based events that characterize contemporary semiotic societeis and
economies. To be literate is to be an
everyday participant in ‘literate’ socities, themselves composed of a vast
range of sites, locations and events that entail print, visual, digital and
analogue media (Bull & Anstey 2003:53).
Seperti
yang tampak dari lima definisi diatas, makna dan rujukan literasi terus
berevolusi dan kini maknanya semakin luas dan kompleks. Sementara itu, rujukan lingustik dan sastra
relatif konstan. Literasi tetap
berurusan dengan pengguanaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin
yang memeilki tujuh dimensi yang terkait.
Berikut tujuh dimensi literasi :
Ø Dimensi geografis (lokal, nasional, regional,
dan internasional)
Literasi seseorang dapat dikatakan berdimensi lokal,
nasional, regional, internasional bergantung pada tingkat pendidikan dan
jejaring sosial dan vokasionalnya.
Ø Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi,
administrasi, hiburan, militer dsb)
Literasi bangsa tampak dibidang pendidikan, komunikasi,
administrasi, militer dan sebagainya
Ø Dimensi keterampilan (membaca, menulis,
menghitung, berbicara)
Literasi seseorang tampak dalam kegiatan membaca,
menulis, menghitung, berbicara. Setiap
sarjana mampu membaca, tapi tidak semua sarjana mampu menulis. Kualitas tulisan bergantung pada ‘gizi’ yang
disantapnya. ‘Gizi’ itu akan tampak
ketika dia berbicara.
Ø Dimensi fungsi (memecahkan persoalan,
mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,mengembangkan pengetahuan, mengembangkan
potensi diri)
Ø Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Ø Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
Jumlah dapat merujuk pada banyak hal, misalnya bahasa,
variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media dan sebagainya. Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam
berbagai situasi
Ø Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional,
regional, internasional). Ada literacy
yang singular ada literacies yang plural.
Hal ini beranalogi ke dimensi monolingual, bilingual dan
multilingual. Bila anda orang jawa dan
mahasiswa bahasa Inggris, anda adalah orang multilingual dalam bahasa jawa,
Inggris dan Indonesia. Artinya, anda
adalah multiliterat, sejauh mana anda multiliterat silahkan ukur sendiri dengan
melihat tujuh dimensi diatas.
Dalam lima definisi diatas ada 10 frase kunci
literasi yang menunjukkan perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, berikut ini :
§ Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Hidup bermasyarakat ini difasilitasi oleh lembaga-lembaga
sosial, misalnya RT, RW, Kelurahan sampai dengan DPR dan Presiden.
§ Tingkat kefasihan relatif
Setiap interaksi memerlukan kefasihan berbahasa dan
literasi yang berbeda. Yang perlu
dikuasai adalah kefasihan untuk memainkan peran funsional dalam setiap
interaksi.
§ Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan. Literasi memebekali orang
kemampuan mengembangkan segala potensi dirinya.
§ Standar Dunia
§ Warga masyarakat demokratis. Pendidikian seyogianya menghasilka manusia
literat, yakni manusia yang memilki literasi memadai sebagai warga negara yang
demokratis.
§ Keragaman lokal
§ Hubungan global
§ Kewarganegaraan yang efektif. Literasi
memebekali manusia kemampusan menjadi warganegara yang efektif, yakni warga
negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkontribusi
bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
§ Bahasa Inggris ragam dunia
§ Kemampuan berfikir kritis. Literasi bukan sekedar mampu membaca dan
menulis, melainkan juga menggunakan bahasa itu secara fasih, efektif dan
kritis. Berbicara dan menulis adalah
literasi dan merupakan keputusan politik.
§ Masyarakat semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda, termasuk
persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur dan komunikasi.
Selain lima definis yang sudah ada
diatas,tujuh dimensi dan sepuluh frase kunci literasi yang sudah dibahas. Ada juga tujuh prinsip sebagai berikut:
Ø Literasi adalah kecakapan hidup (life skills)
yang kemungkinan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat
Ø Litarsi mencakup kemampuan reseptif dan produktif
dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan
Ø Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah
Ø Lietrasi adalah refleksi penguasaan dan
apresiasi budaya
Ø Literasi ada;ah kegiatan refleksi diri
Ø Literasi adalah hasil kolaborasi
Ø Literasi adalah kegiatan melakukan
interpretasi
Penulis memaknai (menginterpretasikan) alam
smesta dan pengalaman subyektifnya lewat kata-kata, dan pembaca memaknai
interpretasi penulis,
Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Sejak
tahun 1999 Indonesia ikut dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan
PIRLS (Progress for International Reading Literacy Study) PISA (Progress for
Internatioanl Student Assessment) dan TIMSS (the Third International
Mathemathics and Sience Study) untuk mengukur literasi membaca, matematika dan ilmu
pengetahuan alam. Dalam penelitian
tujuan membaca meliputi literacy purposes dan infomatioanal purposes sedangkan
proses membaca meliputi interpreting, integrating dan evaluating.
Penelitian
Setiadi (2010) misalnya, menemukan kenyataan sebagai berkiut :
a. Dalam pembelajaran membaaca dan menulis, para
guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket untuk materi ajar
dan metode mengajarnya
b. Pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis
tidak lazim dilakukan oleh para guru
c. Walaupun kualifikasi akademik para guru
sekolah memadai, mereka tidak medapatkan peltihan yang memadai dalam kegiatan
mengelola kelas. Mereka memerlukan
pelatihan tambahan untuk meningkatkan unjuk kerja mereka.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionlanya
yang terlihat dalam enam hal: komitmen profesional, komitmen etis, strategi
analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi dan ketermpilan
numerasi dan literasi.
Dimensi literasi membaca dan menulis
Membaca dan menulis : linguistik (teks), kognitif (mind), perkembangan
(growth), sosiokultural (group) semuanya saling berkaitan.
Diagram diatas dimaknai sebagai berikut :
Ø Dimensi pengetahuan kebahasaan (fokus pada
teks)
Ø Dimensi pengetahuan kognitif
Ø Penegtahuan perkembangan
Ø Pengetahuan sosiokultural
Bagaimana literasi diajarkan bergantung pada
paradigma ihwal literasi itu. Secara
turun menurun wacana pembelajaran bahasa terfokus pada empat keterampilan
(menyimak, membaca, menulis dan berbicara).
Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara
fungsional mampu berbiacara tulis, terdidik, cerdas dan menunujukkan apresiasi
terhadap sastra. Meluruskan rekayasa literasi seyogianya diawali dengan
pemahaman atas besarnya ada tiga paradigma pembelajaran literasi yaitu :
decoding, skills and whole language.
Berikut ketiga paradigma:
1. Paradigma decoding menyatakan bahwa grafofonem
berfungsi sebagai pintu masuk literasi dan belajar bahsa dimulai dengan
menguasai bagian bagian bahasa.
2. Paradigma keterampilan bahwa penguasaan morfem
dan kosakata adalah dsar untuk membaca.
Siswa dilatih reading comprehension sebagai bagian penguasaan kosakata
baru.
3. Paradigma bahasa secara utuh, dilihat dari
namanya, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakkan fokus pada serfihan
bahasa.
Jadi, pada intinya dari pembahasan diatas
yaitu membahasa beberapa definisi, dimensi, frase kunci literasi dan
paradigma. Semua itu bertujuan agar
mengerti apa itu literasi. Bagaimana
literasi itu diajarkan bergantung pada ihwal itu sendiri. Secara turun menurun wacana pembelajaran
terfokus pada empat hal (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic