Remidi Literasi Anak Bangsa
Dalam definisi lama literasi
adalah kemampuan membaca dan menulis (7th edition oxford advanced
learner’s dictionary, 2005: 898). Namun makna dan rujukan literasi terus
berevolusi. Literasi tidak hanya mengenai kemampuan membaca dan menulis saja.
Pada masa silam membaca dan menulis saja dianggap ‘cukup’ sebagai pendidikan
dasar (umum) sebagai bekal manusia untuk menghadapi tantangan zaman. Namun pada
kenyataannya membaca dan menulis saja tidak cukup untuk menghadapi zaman yang semakin
maju dengan penguasaan teknologi tingkat tinggi (hi-tech). selain itu, Literasi
selama bertahun-tahun dianggap sekadar persoalan psikologis yang berkaitan
dengan ketrampilan membaca dan menulis, padahal literasi merupakan praktek kultural
yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Literasi tetap berurusan dengan penggnaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang terkait antara satu dengan yang lain.
§ Dimensi
geografis
Pada intinya dimensi ini bergantung pada tingkat pendidikan dan
jejaring social vokasionalnya.
§ Dimensi
bidang
Literasi bangsa dapat dilihat melalui kemajuan pada bidang-bidang
dikehidupan. Misalnya saja pendidikan. Pendidikan yang berkualitas tinggi
menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
§ Dimensi
ketrampilan
Literasi seseorang dapat dilihat dari kegiatan membaca, menulis,
menghitung dan berbicara. Namun ternyata literasi saja tidak cukup untuk
menjadikan seseorang mempunyai kualitas literasi yang tinggi. Namun juga harus
memiliki numerasi (ketrampilan menghitung).
§ Dimensi
fungsi
Orang yang literat –karena pendidikannya- mampu memecahkan persoalan
serta memproduksi pengetahuan dengan mudah.
§ Dimensi
media
Untuk menghadapi zaman yang serba modern dan hi-tech ini, untuk
menjadi literat tidak cukup pandai
membaca, menulis dan menghitung saja. Tapi juga harus pandai dalam
penguasaan teknologi.
§ dimensi
jumlah
jumlah yang dimaksud disini misalnya bahasa dan pengetahuan.
Multiliterat mampu berinteraksi dalam bebagai situasi. Dia bisa mengimbangi
interaksi karena dia mempunyai penguasaan ragam bahasa serta ragam pengetahuan.
§ Dimensi
bahasa
Hal ini beranalogi ke dimensi monolingual, bilingual, dan
multilingual. Orang yang multilingual ialah orang yang multiliterat.
Ada sepuluh gagasan kunci ihwal
literasi yang menunjukkan perubahan paeradigma literasi sesuai dengan
tanatangan zaman dan ilmu pengetahuan sekarang ini.
§ Ketertiban
lembaga-lembaga social
§ Tingkat
kefasihan relative
§ Pengembangan
potensi diri dan pegetahuan
§ Standar
dunia
§ Warga masyarakat
demokrtais
§ Keragaman
local
§ Hubungan
global
§ Kewarganegaraan
yang efektif
§ Bahasa
inggris ragam dunia
§ Kemampuan
berpikir kritis
§ Masyarakat
semiotic
Pendidikan
bahasa berbasis literasi sejatinya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip
sebagai berikut:
1.
Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang
memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2. Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
ataupun lisan. Karena bahasa itu sendiri bersifat konstruktif dan generative.
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah. Pendidikan bahasa juga melatih siswa
berpikir kritis. Bahasa adalah alat berfikir. Mengajarkan bahasa sejatinya
adalah melatih siswa menggunakan bahasa dengan nalar.
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Karena pendidikan bahasa
sejatinya mengajarkan tentang budaya.
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi diri. Refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang
terus berkembang dan semakin canggih.
6. Literasi
adalah hasil kolabrasi. Penulis (tidak) menuliskan sesuatu berdasarkan
pemahamannya ihwal clalon pembaca. Pembacapun harus mengerahkan segala
pengetahuan dan pengalamannya memaknai tulisan.
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Rapor
merah literasi anak negeri
Sejak 1999 indonesia ikut dalam proyek
penelitina dunia. Penelitian tersebut relevan dengan perbincangan literasi
tentang membaca. Dari penelitian tersebut diperoleh temuan-temuan penting
mengenai literasi khusunya untuk anak negeri.
Indonesia menempati skor di bawah rata-rata prestasi
membaca jika dibandingkan dengan Negara lain. Rendahnya literasi tentang
membaca disebabkan oleh beberap hal diantaranya yaitu pendapatan kapita suatu
Negara dan indeks pembangunan manusia (HDI) yang rendah, jumlah buku dan sumber
belajar yang kurang, serta pendidikan orang tua.
Rendahnya pendapatan kapita suatu Negara berpengaruh
terhadap literasi membaca. Hal itu disebabkan karena semakin tinggi pendapatan
suatu Negara maka akan semakin sadar betapa pentingnya pengetahuan agar dapat
bersaing secara global.
Jumlah buku dan sumber belajar yang kurang menghambat
literasi membaca. Sudah barang tenutu hal itu benar adanya. Buku adalah sumber
membaca serta sumber belajar yang lain merupakan materi pendukung dalam proses
membaca misalnya computer. Pada zaman yang serba canggih ini manusia literasi
harus menguasai teknologi. Banyak pengetahuan yang di dapat dari teknologi yang
serba canggih di era global ini.
Pendidikan orang tua mendukung literasi membaca. Orang
tua yang mempunyai pendidikan tinggi tahu akan pentingnya ilmu pengetahuan.
Apalagi orangtua yang lulusan perguruan tinggi. Mereka sangat tahu dan memahami
pentingnya membaca dan menulis bagi kehidupan mereka. Orangtua secara langsung
menjadi sarana pendukung anak ketika belajar dan memahami sesuatu.
Sejumlah pelajaran yang dapat diambil dari
penelitian-penelitian tersebut ialah:
1.
Pendidikan nasional kita belum berhasil
menciptakan warg Negara literat yang siap bersaing dengan sejawatnya dari
Negara lain. Padahal manusia literat merupakan SDM yang memiliki potensi untuk
membangun bangsa. Dengan kata lain, pendidikan literasi pasti mengubah pendapat
dan pendapatan.
2. Dalam
laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis. Namun dapat diprediksi
bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca. Tanpa kegiatan
(banyak) membaca, orang sulit menjadi penulis. Namun banyak membaca, tidak
menjamin orang menjdi penulis. Maka, minimal harus banyak membaca jika ingin
menjadi penulis.
3. Tidak
ditmukan potret spesifik ihwal literasi. hanya terdapat laporan pada hulunya
saja tapi tidak pada hilirya. Oleh karena itu perlu adanya penelitian penyebab
dan relasi pengajaran literasi di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, penguasaan
tentang literasi dan pedagogi pengajaran literasi mesti dikuasai oleh guru.
Penelitian yang dilakukan oleh setiadi menyatakan bahwa
dalam pengajarannya guru hanya mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket.
Mereka kurang mengelola atau menghidupkan kelas. Maka perlu adanya
penerapan-penerapan method of teaching yang dapat menyegarkan kelas.
Membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun
guru yang professional dan guru yang professional hanya dihasilkan oleh lembaga
pendidikan guru yang professional juga.
Dari perbincangan di atas tampak bhwa orang
literat adalah orang yag terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya
yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya
lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk
menuju kependidikan dan pembudayaan. Seperti yang dibahas pada bab ini,
literasi meliputi ketrampilan membaca dan menulis. Dengan demikian rekayasa
literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi
yaitu: dimensi pengetahuan kebahasaan, dimensi pengetahuan kognitif,
pengetahuan perkembangan,dan perkembangan sosiokultural.
Mengajarkan literasi pada intinya
menjadikan manusia yang secara fungsional mempu berbaca-tulis, terdidik,
cerdas, dan mampu menunjukan apresiasi terhadap sastra. Dalam garis besarnya,
ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu decoding, skill, dan whole
language (kucer: 2000)
1.
Decoding: siswa menjadi literat pertama dengan
menguasai hubungan huruf-bunyi untuk membentuk kata. Akhirnya siswa mampu
membuat hubungan tulisan dengan makna.
2. Ketrampilan,
siswa membangun literasi dengan terlebih dahulu dalam pengetahuan tentang
literasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosakata.
3. Bahasa
secara utuh, pengajaran bahasa mesti berfokus pada pembelajaran makna, yaitu
kegiatan mengajarkan makna secara utuh, tidak parsial.
Jadi, rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan
sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal.
Rekayasa literasi adalah upaya yang seharusnya
diterapkan pada anak negeri yang menurut bapak Chaedar lewat peniltian PIRLS
mendapatkan “rapor merah”. Rekaya literasi yang paling utama terapkan seharusnya
pada lembaha pendidikan dimana guru harus lebih mengetahui mengenai literasi
guna menyokong siswanya agar lebih literat. Contohnya dengan menggunakan
metode-metode pembelajaran yang dapat menghidupkan kelas.
Adapun sebab lain yang mesti diperhatikan guna me-remidi
rapor merah literasi anak negeri. Pendapatan kapita dan HDI, sumber belajar,
serta pendidikan orangtua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic