Class review 3
Malam
semakin larut, kedua mata tak juga bisa dipejamkan, waktu semakin cepat melangkah
maju, nafas semakin terengah-engah, jemari tangan semakin kaku, mendingin dan
berkeringat, kedua mata semakin tak fokus menatap objek, detak jantuk semakin
berdegup begitu cepat, kondisi tubuh semakin lelah, pikiran seakan berangsur
membeku memikirkan hal yang begitu kompleks seperti ini. Dari semua hal yang
terjadi itu, hanya ada satu harapan yang kuinginkan, ide-ide cemerlang cepatlah
datang menjumpaiku, bantu aku untuk agar dapat merangkai kata demi kata di atas
kertas-kertas putih yang masih bersih ini. Gelisah, terus-menerus mencoba, lagi
dan lagi mencoba untuk berpikir memahami materi-materi pertemuan ketiga kemarin
dan juga beserta tugas-tugas yang diberikan.
Tapi
inilah aku, aku yang masih belum bisa pandai merangkai kata demi kata dalam mk
writing kali ini, aku yang hanya bisa merangkai kata-kata yang hanya berasal
dari imajenasiku, aku yang hanya bisa menguasai, memahami dan mendalami teori, aku
yang sama sekali masih belum bisa pandai mengembangkan dan mengkritik pemikirin
seseorang ataupun pandangan penulis yang dimuat dalam karyanya. Inilah aku,
bukan mereka. Itulah mereka yang pandai melakukan hal itu, bukan aku. Meskipun
demikian, inilah aku yang ingin terus belajar mempelajari banyak hal yang telah
tersedia di alam semesta ini.
Mengawali
untuk dapat memahami materi-materi pada pertemuan ketiga kemarin sungguh
teramat sulit. Lalu apakah awal yang sulit akan berarti akhirnya juga sulit? Termenung
sejenak, terkadang termenung cukup lama juga, berusaha mengumpulkan kekuatan
untuk dapat melenyapkan semua tindakan tak berguna itu, yang telah lama
bersemayam menghantui alam bawah sadarku. Apapun itu berbagai hambatan yang
terjadi, pokoknya ‘Awal yang sulit, tak berarti akhirnya juga sulit’. Dapat
dipertegas oleh ayat suci Al-Quran berikut ini, “Verily, with every difficulty, there is relief:(Qur'an 94:5)”,kesimpulannya,
akhiran itu akan selalu berakhir dengan kemudahan. Jadi, dapat disimpulkan
dengan akurat bahwa ‘Awal yang sulit, tak berarti akhirnya juga sulit, karena
segala sesuatu yang terjadi akan selalu berakhir dengan kemudahan. Jika belum berakhir
dengan kemudahan juga, berarti itu bukan akhir, masih dalam tahap menuju akhir
lebih tepatnya. Okay, sepertinya aliran udara yang mengalir di setiap nafas
yang kuhembuskan pada malam ini sudah berangsur kembali normal. Kini selanjutnya
kualihkan pikiranku untuk memahami materi-materi pada pertemuan kemarin, sehingga
aku akan dapat mengerjakan dengan sama sekali tanpa hambatan pada tugas
selanjutnya yang terkait dengan materi-materi pertemuan kemarin itu.
1. Rekayasa Literasi
Literasi
adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik.
Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “Zaman edan”
sehingga tuntunan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Model
literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts,
parcitipating in the meanings of text, using text functionally, critically
analysing and transforming texts. Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas
menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.
Rujukan
literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi
literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek studi (cultural studies)
dengan dimensi yang luas. Namun pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan
literasi tinggi pula, dan juga sebaliknya. Reading, writing, arithmetic (ilmu
hitung), reasoning (pertimbangan), mereka merupakan modal hidup. Orang
multiliterat (mampu menguasai lebih dari satu bahasa) mampu berinteraksi dalam
berbagai situasi. Hal itu masuk akal, karena orang multiliterat akan mampu
beradaptasi dengan mudah di dalam negara, daerah, budaya manapun, karena orang
multiliterat takkan kesulitan berkomunikasi di dalam kondisi dan situasi apapun
disebabkan ia mampu menguasai bahasa dimana ia beradaptasi.
Masyarakat
yang tidak literat tidak mampu memahami bagaiman hegemoni (pengaruh
kepemimpinan, dominan, kekuasaan, suatu negara atas negara lain (atau negara
bagian)) itu diwacanakan lewat media masa. Pengajaran bahasa harus mengajarkan
berpikir kritis. Melalui berpikir kritis inilah merupakan modal awal agar dapat
menjadi masyarakat literat. Tanpa pemikiran kritis, pengetahuan yang luas,
serta keahlian berbahasa, tentunya masyarakat akan kesulitan untuk dapat
mewacanakan hegemoni lewat media masa, akan kesulitan menjadi masyarakat
literat. Masyarakat literat memiliki literasi tingkat tinggi, dan literasi
tingkat tinggi hanya dapat diperoleh dengan tingkat pendidikan yang tinggi,
pengetahuan yang luas.
Ujung
tombak pendidikan literasi adalah guru dengan fitur: komitmen profesional,
komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan
bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi. Rekayasa literasi adalah
upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan
berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah
pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Empat dimensi rekayasa
literasi, yaitu linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Orang literat
tidak sekedar baca tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra. Kesimpulannya,
rekayasa literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat
dimensi, yakni linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.
2. Implementasi rekayasa literasi
Penerapan
rekayasa literasi itu sendiri adalah berupa teks. Dilakukan dengan cara melalui
ketiga proses ini, yaitu read, respond, write (re-write). Rekayasa literasi
adalah pengajaran writing dan reading pada teks dan harus didekati dengan cara
yang berbeda-beda.
Text
Literate
– arthefac
Fatual
– efferrent
Tujuan
dari teks tertulis itu sendiri adalah agar dapat mengetahui dimana letak
rekayasa literasinya.
3. Introduction to crtical review
Critical review adalah writing assignment
untuk meringkas dan mengevaluasi sebuah teks. Critical review dapat dibuat
dengan menggunakan objek sebuah buku, artikel, ataupun artikel journal. Critical
review akan mengharuskan untuk membaca teks, sehingga dapat menyajikan evaluasi
yang fair dan reasonable dari sebuah teks yang telah dipilih.
Structure:
a. Introduction: penjelasan singkat dari
judul, serta topik yang ada pada artikel yang telah dipilih, ringkasan argumen
utama, dan di akhir pengenalan terdapat gambaran singkat mengenai evaluasi dari
artikel yang dipilih tersebut.
b. Summary: berisi ringkasan tenteng
point-point penting dan juga mesti disertai beberapa contoh. Bagaian struktur
ini akan membahasa tentang tujuan penulis.
c. Main body (critique): mendiskusikan dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dan fitur-fitur penting. Diskusi harus
didasarkan pada kriteria dan yang spesifik dan memasukkan sumber-sumber lain
untuk mendukung diskusi tersebut.
d.
Conclusion: kesimpulan berisi pernyataan
kembali tentang keseluruhan pendapat dari teks tersebut. Dan juga berisi
rekomendasi dan beberapa penjelasan lebih lanjut mengenai judgement (keputusan)
yang menunjukkan fair dan reasonable.
e.
References: daftar referensi harus
dimasukkan di akhir, jika sumber-sumber lain telah digunakan.
In
my conclusion:
Rekayasa literasi adalah pengajaran membaca
dan menulis melalui empat dimensi, yaitu linguistik, kognitif, sosiokultural,
perkembangan. Lalu critical review merupakan salah satu contoh dari
implementasi rekayasa literasi.
cek cek
BalasHapuscek cek
BalasHapus