We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 26 Februari 2014

Awal Yang Sulit, Tak Berarti Akhirnya Juga Sulit

Class review 3

        Malam semakin larut, kedua mata tak juga bisa dipejamkan, waktu semakin cepat melangkah maju, nafas semakin terengah-engah, jemari tangan semakin kaku, mendingin dan berkeringat, kedua mata semakin tak fokus menatap objek, detak jantuk semakin berdegup begitu cepat, kondisi tubuh semakin lelah, pikiran seakan berangsur membeku memikirkan hal yang begitu kompleks seperti ini. Dari semua hal yang terjadi itu, hanya ada satu harapan yang kuinginkan, ide-ide cemerlang cepatlah datang menjumpaiku, bantu aku untuk agar dapat merangkai kata demi kata di atas kertas-kertas putih yang masih bersih ini. Gelisah, terus-menerus mencoba, lagi dan lagi mencoba untuk berpikir memahami materi-materi pertemuan ketiga kemarin dan juga beserta tugas-tugas yang diberikan.

Tapi inilah aku, aku yang masih belum bisa pandai merangkai kata demi kata dalam mk writing kali ini, aku yang hanya bisa merangkai kata-kata yang hanya berasal dari imajenasiku, aku yang hanya bisa menguasai, memahami dan mendalami teori, aku yang sama sekali masih belum bisa pandai mengembangkan dan mengkritik pemikirin seseorang ataupun pandangan penulis yang dimuat dalam karyanya. Inilah aku, bukan mereka. Itulah mereka yang pandai melakukan hal itu, bukan aku. Meskipun demikian, inilah aku yang ingin terus belajar mempelajari banyak hal yang telah tersedia di alam semesta ini.

Mengawali untuk dapat memahami materi-materi pada pertemuan ketiga kemarin sungguh teramat sulit. Lalu apakah awal yang sulit akan berarti akhirnya juga sulit? Termenung sejenak, terkadang termenung cukup lama juga, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk dapat melenyapkan semua tindakan tak berguna itu, yang telah lama bersemayam menghantui alam bawah sadarku. Apapun itu berbagai hambatan yang terjadi, pokoknya ‘Awal yang sulit, tak berarti akhirnya juga sulit’. Dapat dipertegas oleh ayat suci Al-Quran berikut ini, “Verily, with every difficulty, there is relief:(Qur'an 94:5)”,kesimpulannya, akhiran itu akan selalu berakhir dengan kemudahan. Jadi, dapat disimpulkan dengan akurat bahwa ‘Awal yang sulit, tak berarti akhirnya juga sulit, karena segala sesuatu yang terjadi akan selalu berakhir dengan kemudahan. Jika belum berakhir dengan kemudahan juga, berarti itu bukan akhir, masih dalam tahap menuju akhir lebih tepatnya. Okay, sepertinya aliran udara yang mengalir di setiap nafas yang kuhembuskan pada malam ini sudah berangsur kembali normal. Kini selanjutnya kualihkan pikiranku untuk memahami materi-materi pada pertemuan kemarin, sehingga aku akan dapat mengerjakan dengan sama sekali tanpa hambatan pada tugas selanjutnya yang terkait dengan materi-materi pertemuan kemarin itu.

1.    Rekayasa Literasi

      Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “Zaman edan” sehingga tuntunan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts, parcitipating in the meanings of text, using text functionally, critically analysing and transforming texts. Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.

      Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek studi (cultural studies) dengan dimensi yang luas. Namun pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi tinggi pula, dan juga sebaliknya. Reading, writing, arithmetic (ilmu hitung), reasoning (pertimbangan), mereka merupakan modal hidup. Orang multiliterat (mampu menguasai lebih dari satu bahasa) mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Hal itu masuk akal, karena orang multiliterat akan mampu beradaptasi dengan mudah di dalam negara, daerah, budaya manapun, karena orang multiliterat takkan kesulitan berkomunikasi di dalam kondisi dan situasi apapun disebabkan ia mampu menguasai bahasa dimana ia beradaptasi.

       Masyarakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaiman hegemoni (pengaruh kepemimpinan, dominan, kekuasaan, suatu negara atas negara lain (atau negara bagian)) itu diwacanakan lewat media masa. Pengajaran bahasa harus mengajarkan berpikir kritis. Melalui berpikir kritis inilah merupakan modal awal agar dapat menjadi masyarakat literat. Tanpa pemikiran kritis, pengetahuan yang luas, serta keahlian berbahasa, tentunya masyarakat akan kesulitan untuk dapat mewacanakan hegemoni lewat media masa, akan kesulitan menjadi masyarakat literat. Masyarakat literat memiliki literasi tingkat tinggi, dan literasi tingkat tinggi hanya dapat diperoleh dengan tingkat pendidikan yang tinggi, pengetahuan yang luas.

       Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Empat dimensi rekayasa literasi, yaitu linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Orang literat tidak sekedar baca tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra. Kesimpulannya, rekayasa literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi, yakni linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.

2.    Implementasi rekayasa literasi

        Penerapan rekayasa literasi itu sendiri adalah berupa teks. Dilakukan dengan cara melalui ketiga proses ini, yaitu read, respond, write (re-write). Rekayasa literasi adalah pengajaran writing dan reading pada teks dan harus didekati dengan cara yang berbeda-beda.

Text
Literate – arthefac
Fatual – efferrent

Tujuan dari teks tertulis itu sendiri adalah agar dapat mengetahui dimana letak rekayasa literasinya.

3.    Introduction to crtical review

       Critical review adalah writing assignment untuk meringkas dan mengevaluasi sebuah teks. Critical review dapat dibuat dengan menggunakan objek sebuah buku, artikel, ataupun artikel journal. Critical review akan mengharuskan untuk membaca teks, sehingga dapat menyajikan evaluasi yang fair dan reasonable dari sebuah teks yang telah dipilih.

Structure:
a.  Introduction: penjelasan singkat dari judul, serta topik yang ada pada artikel yang telah dipilih, ringkasan argumen utama, dan di akhir pengenalan terdapat gambaran singkat mengenai evaluasi dari artikel yang dipilih tersebut.
b.  Summary: berisi ringkasan tenteng point-point penting dan juga mesti disertai beberapa contoh. Bagaian struktur ini akan membahasa tentang tujuan penulis.
c.    Main body (critique): mendiskusikan dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dan fitur-fitur penting. Diskusi harus didasarkan pada kriteria dan yang spesifik dan memasukkan sumber-sumber lain untuk mendukung diskusi tersebut.
d.      Conclusion: kesimpulan berisi pernyataan kembali tentang keseluruhan pendapat dari teks tersebut. Dan juga berisi rekomendasi dan beberapa penjelasan lebih lanjut mengenai judgement (keputusan) yang menunjukkan fair dan reasonable.
e.       References: daftar referensi harus dimasukkan di akhir, jika sumber-sumber lain telah digunakan.

In my conclusion:

     Rekayasa literasi adalah pengajaran membaca dan menulis melalui empat dimensi, yaitu linguistik, kognitif, sosiokultural, perkembangan. Lalu critical review merupakan salah satu contoh dari implementasi rekayasa literasi.

2 komentar:

a space for comment and critic