We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 13 Februari 2014

Appetizer


Membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang bisa membentuk suatu kesatuan dan saling mempengaruhi.  Allah iti menciptakan sesuatau tentunya saling berpasang-pasangan.  Termasuk membaca-menulis merupakan suatu pasang, misalnya apabila kita akan menulis sesuatu, maka secara otomatis kita terlebih dahulu membaca agar tulisan kita objektif, sebalik nya, setelah membaca  secara sadar kita perlu menulis, baik itu kata-kata yang kita anggap pentingan.  Namun, kasus yang terjadi di  dunia pendidikan mengenai membaca-menulis di indonesia sangatlah rumit bagaikan benang kusut yang tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa menyelesaikannya.
Kegiatan membaca tidak hanya sekedar membaca.  Sebagai orang-orang yang berkecimpung didunia pendidikan, kita dituntut untuk menjadi seorang pembaca yang kritis.  Pembaca kritis perlu sekali untuk mengembangkan kesadaran, konten dan konteks.  CW Watson mengatakan bahwa pendidikan bahasa kita telah gagal untuk mengembangkan pembaca kritis.  Kalimat tersebut dikatakn beliau dalam hipotesisnya(the jakartapost, 11february, 2012).
Kurangnya pembaca-pembaca kritis di Indonesia ini menurut saya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
1.      Faktor Internal (yang berasal dari personal)
2.      Faktor eksternal(yang berasal dari luar)
Menurut sepengetahuan saya, disini saya akan coba jelaskan tentang kedua faktor tersebut.
1.      Faktor internal
Faktor ini datang dari dalam diri pembaca itu sendiri.  Antara lain karena memang tidak biasa membaca, sifat malas untuk membaca, rendahnya kemampuan dalam menyerap informasi dari bacaan, kurangnya minat membaca dan masih banyak lagi.
2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berasal dari luar ini meliputi lingkungan sekitarnya, fasilitas untuk membacanya, motivasi untuk membaca dan lain-lain.
Sebagai pelajar atau mahasiswa yang seharusnya belajar, kini sedikit demi sedikit mulai pudar.  Mahasiswa yang kadar belajarnya harus lebih tinggi ini, akan tetapi jauh sekali dari faktanya.  Mahasiswa yang seharusnya identik dengan membawa buku-buku bacaan yang bermacam-macam.  Faktanya kini yang ada mahasiswa hanya menenteng tas kecil yang hanya muat dengan 1-2 buku kecil.  Miris memang, namun memang seperti itu faktanya.  Lalu, kemanakah perginya kewajiban mereka sebagai pelajar? Wallahua’lam bishowaf, hanya allah yang maha mengetahui.  Tetapi mungkin masih ada sosok mahasiswa yang membawa macam-macam buku di dalam tasnya, namun hanya sebagian kecil saja.
Daya minat baca dari pelajar atau mahasiswa tergolonh masih cukup rendah.  Hal ini disebabkan dengan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan.  Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan untuk membaca harus diterapkan sejak anak masih usia dini.  Buku-bukunya pun harus disesuaikan dengan kriteria usianya.  Gerakan awal untuk menumbuhkan generasi pembaca-pembaca kritis diperlukan adanyadorongan untuk mambaca dan menjadikan membaca itu sebagai kebutuhan pokok.
Kegiatan membaca temtunya tidak pernah lepas dengan kegiatan menulis.  Menulis merupakan suatu kegiatan dalam menuangkan gagasan atau ide ke dalam kertas yang kemudian akan dibaca oleh para pembaca.
Kegiatan menulis erat kaitannya dengan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri.  Mahasiswa wajib memenuhi tugas akhirnya dalam bentuk tulisan.  Tulisan tersebut ada beberapa jenis dan disesuaikan dengan tingkatan akademiknya dan masih dalam ruang lingkup studinya masing-masing.   Menurut A. Chaedar Alwasilah, kemampuan menulis artikel jurnal adalah literasi tingkat tinggi, yakni kemampuan memproduksi ilmu pengetahuan.  Jurnal tidak identik dengan skripsi, tesis, dan disertasi.  Jurnal dikelola oleh tim yang ahli dalam bidang keilmuwan tertentu.  Setiap naskah yang masuk akan dibawa oleh blind review yaitu mitra bestari.  Mitra bestari melihat naskah dengan otak dan kalbu.  Banyaknya halaman pada artikel jurnal tidak sebanyak skripsi, tesis, dan disertasi.  Artikel jurnal hanya sekitar 15-20 halaman.
Dari penjelasan diatas menggambarkan bahwa artikel jurnal lebih mudah dibandingkan dengan yang lain, namun tetap saja tidak berkembang karena belum adanya kesadaran dari diri masing-masing.  Sangat jauh sekali bila dibandingkan dengan perkuliahan yang ada di A.S.  A.S memaksa mahasiswa disana untuk menulis banyak essai diantaranya seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku, dan sebagainya yang berkaitan dengan menulis.  Kemudian hal-hal diatas tersebut selalu dikoreksidan diberi komentar kritis dari dosen yang berujuan untuk nalar dan argumennya menjadi terasah.  Hal ini sangat berbeda dengan bangsa Indonesia yang sibuk dengan para koruptor.
Meningkatkan kualitas penulis Indonesia bukanlah suatu perkara yang mudah.  Diperlukan suatu proses yang panjang untuk menyelesaikan masalah-masalah khususnya dalam baca-tulis.  Berdasarkan penelitian Krashen(1984) menunjukan bahwa para penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu SMA-nya sering membaca karya sastra, berlangganan koran atau majalah, dan menyediakan perpustakaan kecil dirumah.

Jadi intinya membaca dan menulis itu merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan.  Untuk menjadi seorang penulis maka secara otomatis kita harus membaca dan berusaha menjadi pambaca kritis yang kemudian akan mampu untuk menulis,baik dalam bentuk jurnal dan sebagainya.  Jadikanla kegiatan membaca-menulis ini menjadi suatu kebutuhan yang pokok dalam diri kita sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic