Class Review 11
Waktu
begitu terasa cepat berlalu. Mentari yang baru terbit dari timur tak terasa
kini sudah berada diujung barat menandakan akan berakhirnya siang dan berganti
menjadi malam. Kusiapkan alat tempur spesial untuk tugas writing. Sejenak
teringat ketika pak Lala mengatakan bahwa kemungkinan class review ke-11 ini
merupakan class review terakhir dimata kuliah writing and composition 4 ini.
Sungguh tak terasa, waktu berlalu begitu cepatnya. Banyak sekali hal-hal yang
didapatkan selama mengikuti mata kuliah writing ini. Mulai dari critical review
mengenai teks “Speaking Truth to Power
with Books” karya Howard Zinn hingga sekarang argumentative essay dengan
teks “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya
S. Eben Kirksey yang membahas mengenai konflik di Papua.
Banyak
orang mengatakan bahwa Papua merupakan pulau surga. Segalanya bisa didapatkan
dipulau yang kaya itu. SDA yang melimpah, mulai dari emas, tembaga, uranium,
gas, hingga minyak bumi bisa didapatkan dipulau sana. Keanekaragaman flora dan
fauna tak kalah melimpahnya. Culture yang beragam dan khas ikut menambahkan kekayaan
yang dimiliki Papua. Begitupun dengan tetangganya, yaitu Papua Nugini. Meskipun
kekayaan alamnya yang terkenal yaitu emas, tembaga dan perak sudah dieksploitasi sejak dulu sebelum Papua
Nugini merdeka pada tahun 1975, tetapi kekayaannya masih tetap ada atau tidak
habis.
Berbicara
mengenai Papua Nugini, terkadang terlintas difikiran mengapa Papua Nugini tidak
menjadi bagian dari NKRI seperti halnya Papua? Padahal kalau dilihat dipeta,
Papua dan Papua Nugini merupakan satu daratan dan memiliki batas wilayah yang
dikatakan cukup unik, yaitu memanjang lurus dari atas kebawah.
Sebenarnya,
yang berperan penting dalam mendefinisikan mana saja wilayah Indonesia adalah
Belanda. Karena wilayah Indonesia yang diklaim saat Indonesia merdeka adalah
wilayah yang merupakan jajahan Belanda. Itulah sebabnya mengapa Indonesia tidak
mengklaim wilayah Filipina dan Semenanjung Malaya sebagai wilayah Indonesia
(padahal kedua wilayah tersebut dahulu masuk dalam wilayah kerajaan Majapahit)
atau bahkan Vietnam (yang dahulu masuk wilayah Sriwijaya). Itulah sebabnya
mengapa Indonesia mengklaim dan memperjuangkan Papua adalah wilayah Indonesia
(Papua termasuk wilayah kolonial Belanda) dan tidak keseluruhan pulau Papua diklaim
Indonesia karena Papua bagian timur atau Papua Nugini merupakan wilayah
kolonial Australia dan Inggris. Sama halnya dengan Malaysia dan Brunei
Darussalam. Meskipun wilayah negara mereka satu daratan dengan Indonesia,
tetapi mereka tidak diklaim oleh Indonesia karena wilayah mereka merupakan
jajahan Inggris, meskipun Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam memiliki
banyak kesamaan dalam berbagai aspek, seperti suku, bahasa, budaya, dan
sebagainya.
Pada
abad ke-16, pelaut Eropa mulai membagi dunia menjadi dua bagian dengan tujuan
untuk menaklukan dunia baru bagi kepentingan perdagangan dan kekuasaan.
Portugis menjelajah dunia kearah timur dan berhasil menaklukan Malaka pada
tahun 1511 dan menguasai kepulauan Indonesia sampai di kepulauan Maluku. Pelaut
portugis bernama Jorge de Meneses tiba di barat laut pulau Papua pada tahun
1526 dan menyebut pulau Papua “illhas dos Papuas”.
Sementara
itu bangsa Spanyol diberi tugas untuk menaklukan dunia barat setelah menduduki
benua Amerika. Pelaut-pelaut itu terus berlayar dari arah barat dan menelusuri
samudera pasifik menuju kearah timur. Pada abad ke-16 orang-orang Spanyol
tersebut berhasil menduduki kepulauan Filipina dan pada tahun 1545 Ortize de
Retes berlayar dibagian utara pulau Papua. Ia melihat orang-orang berkulit
hitam dan berambut keriting sama seperti orang-orang Guinea di Afrika yang
pernah dijumpainya sehingga pulau tersebut diberi nama “Nova Guinea” dalam
bahasa Spanyol.
Pemerintah
Belanda pada tahun 1886 atas desakan Jerman dan Inggris, Belanda segera
berusaha mengklaim 141 derajat lintang timur sebagai daerah kekuasaannya,
walaupun Belanda sendiri belum pernah menduduki tanah Papua yang diklaimnya.
Penduduk Belanda atas tanah Papua baru saja dilakukan setelah para Missionaries
Protestan dari Jerman dan Belanda tiba dipulau Mansinam, Manokwari pada tahun
1885 sementara para Missionaries Khatolik kegiatannya di Marauke bagian selatan
pulau ini sejak 1905.
Pos
pemerintahan Belanda mulai dibuka di Fakfak untuk bagian selatan dan Manokwari
dibagian utara. Pengaruh pada Missionaries sangat sedikit pada awal mula
pelayanan tetapi setelah pos pemerintah itu beroperasi dan banyak ekspedisi
dilakukan, maka lama kelamaan kegiatan para missionaries nampak dan
perubahan mulai terjadi. Pada tahun 1937
para missionaries khatolik dan protestan masuk didaerah pegunungan tengah
bersamaan waktunya dengan pemerintah Belanda. Sebelum perang dunia II pengaruh
para missionaries khatolik dan protestan kurang terlihat didaerah pegunungan
tetapi didaerah pesisir pantai sudah berkembang secara perlahan tetapi pasti
dengan penekanan pada pelayanan pendidikan, kesehatan dan pengembangan ekonomi
rakyat teristimewa dibidang pertanian, pertukangan (mebeul), perikanan dan
perkebunan.
Perang
dunia II membawa malapetaka yang besar bagi masyarakat di tanah Papua karena
oleh tentara sekutu dengan tentara Jepang, kawasan ini dijadikan sebagai medan
perang. Orang-orang Papua yang tidak tahu dengan masalah ini telah menjadi
korban. Banyak orang dibunuh secara brutal oleh tentara-tentara Jepang,
sementara ternak, rumah dan kebun-kebun khususnya didaerah yang baru saja
berjumpa dengan pengaruh dunia luar. Pembunuhan, pemerkosaan, perampasan,
teror, intimidasi dan lain-lain dilakukan terhadap penduduk setempat.
Situasi
ini tidak berlangsung lama, karena kekalahan Jepang dengan jatuhnya bom atom di
Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945 yang dengan segera melumpuhkan kejayaan
Jepang atas Asia sebagaimana diklaimnya. Keadaan normal kembali setelah perang
dunia II berakhir. Dan segera setelah itu Presiden Soekarno dan Moh. Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia
mengklaim kemerdekaannya, walupun Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah
empat tahun kemudian kecuali Nedherlands New Guinea atau tanah Papua sekarang.
Belanda memperluas kekuasaannya sekaligus memperkuat pertahanan di Papua sejak
tahun 1945 dengan mendirikan pos-pos pemerintah disekitar Jayapura, Biak,
Enarotali, Merauke, Fakfak, Sorong, Manokwari, dan sebagainya.
Begitulah
alasan mengapa Papua Nugini bukan merupakan bagian dari NKRI karena pada
sejarahnya memiliki banyak perbedaan. Selain itu, meskipun Papua Nugini
merupakan negara merdeka tetapi dibelakangnya adalah Australia yang merupakan
penjajah Papua Nugini pada jaman dahulu. Sehingga itu tidak bisa dijadikan
alasan untuk menjadi wilayah NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic