We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Kamis, 17 April 2014

Mengenai Papua OPM dan BP



Name               : Yayah Fatchiya
Class / Smstr   : PBI-C/4

Class Review 10



Dalam pertmuan selanjutnya kita bertemu lagi dngan class review yang ke 10 pada hari selasa bulan april 2014. Disini saya akan melanjutkan pembahasan saya yang mengenai papua dan melanjutkan tugas kemarin yang sudah saya buat.
            Dalam class review ini juga akan diperkaitkan dengan BP. Yang mengaitkan tentang TNI, POLiSi, dan OPM. Memburuknya konteks politik dan meningkatnya militerisasi Papua Barat membuat komitmen BP untuk penegakan HAM dan kebijakan keamanan berbasis komunitas menjadi semakin rentan.
Pada tahun 2003, Papua Barat masih mengalami dampak represi militer yang buruk. Peperangan di Aceh dan ancaman penyebarannya ke Papua Barat menjadi alasan munculnya kembali TNI sebagai kekuatan dominan dalam politik nasional Indonesia melalui tindakan pembungkaman gerakan pro-kemerdekaan. Sepanjang tahun tersebut, muncul keprihatinan terhadap gejala pembentukan milisi-milisi yang terbentuk atas dukungan TNI. Selain itu, terdapat pula aksi-aksi ”penyapuan” brutal oleh pihak militer yang ditujukan terhadap para pembela HAM yang tinggal di desa-desa dataran tinggi.
Beberapa pelanggaran HAM serius yang terjadi di wilayah itu adalah:
  • Tewasnya sekitar 16 orang akibat kelaparan pada saat berlangsungnya operasi-operasi militer yang dilakukan Kopassus dan Kostrad. Aksi militer itu adalah reaksi yang muncul atas penyerbuan gudang amunisi di Wamena pada bulan April 2003 yang menyebabkan dua tentara dan seorang Papua tewas. Kecurigaan merebak bahwa insiden itu sengaja diciptakan pihak militer untuk menciptakan kekacauan dan membenarkan langkah represi mereka;
  • Pembunuhan terhadap sepuluh orang Papua pada bulan Oktober 2003 dengan para pelaku adalah anggota pasukan TNI. Termasuk di antara mereka yang tewas adalah komandan wilayah OPM, Yustinus Murib;
  • Penangkapan empat puluh dua orang Papua pada bulan November 2003 atas keterlibatan mereka dalam pengibaran bendera. Aksi pengibaran bendera itu adalah bagian dari peringatan hari kemerdekaan versi gerakan pro-kemerdekaan. Laporan media massa mengatakan bahwa tujuh diantaranya akan dibawa ke pengadilan atas tuduhan pengkhianatan.
  • Penahanan berkepanjangan-setelah melalui persidangan yang tidak adil-16 aktivis politik di kota dataran tinggi Wamena, termasuk di antaranya Pendeta Obeth Komba. Obeth Komba adalah pendeta lokal yang mewakili penduduk Wamena dalam Dewan Presidium Papua. (1)
TNI berperan besar dalam proses peningkatan kekerasan di Papua Barat dan banjir darah di Aceh yang berkelanjutan dalam upaya mempertahankan ketertiban dan meningkatkan kebijakan pengawasan keamanan di Jakarta. Insiden-insiden kekerasan, dengan menjadikan gerakan separatis yang mengancam integritas teritorial republik Indonesia sebagai kambing hitam, adalah langkah yang sengaja diciptakan guna membangun opini publik mengenai peran penting militer sebagai penjaga keutuhan integritas nasional. 'Perpecahan' Indonesia dinyatakan sebagai upaya-upaya yang dilakukan pihak-pihak luar. Pada bulan Januari 2004, Kepala Staf Angkatan Darat, Jendral Ryamizard Raycudu memperingatkan bahwa Indonesia akan kehilangan Aceh dan Papua akibat konspirasi asing. Ia juga mengatakan bahwa separatisme akan menarik hati sekitar 30 juta rakyat Indonesia.
Sejak peran militer dalam parlemen di tingkat distrik, propinsi dan nasional dihapuskan sesuai dengan hasil pemilu pada bulan April 2004, motivasi memanfaatkan konflik-konflik yang terjadi di Aceh dan Papua menjadi semakin kuat. Aparat militer bisa bertindak semena-mena di wilayah tersebut tanpa hukuman. Tak dapat dipungkiri bahwa tujuh perwira Kopassus telah dijatuhi hukuman ringan atas tuduhan pembunuhan terhadap pemimpin PDP, Theys Eluay pada tahun 2001. Tetapi masih banyak tindak kejahatan yang dilakukan pihak militer tanpa hukuman. Pada bulan Januari 2004, KOMNAS HAM mengatakan bahwa mereka akan melakukan investigasi dua dari tujuh kasus peristiwa pelanggaran HAM berat di Papua Barat.
Motivasi kedua TNI mempertahankan fungsi dan keberadaan mereka di Papua adalah persoalan akses sumber daya alam dan kesempatan mengeruk keuntungan dalam kegiatan penebangan hutan, penambangan, perikanan dan perlindungan bisnis di Papua. Dalam kondisi seperti itu, bukanlah hal mengherankan bila militerisasi Papua Barat terus berlanjut. Pada tahun 2003, jumlah pasukan di Papua meningkat menjadi sekitar sepuluh ribu personil dari 4350 personil yang telah ditempatkan di Papua sejak tahun 2002. Selain itu, jumlah personil polisi juga meningkat. Pada awal tahun 2004, telah diumumkan adanya penambahan sekitar 3000 personil polisi yang akan dikirim ke Papua Barat. Penambahan itu dikatakan sebagai upaya menjaga pelaksanaan pemilu pada bulan April di wilayah tersebut. Namun, aktivis-aktivis ORNOP prihatin bahwa penambahan itu mencerminkan penerapan tangan besi polisi, mengingat penunjukkan Kolonel Timbul Silaen sebagai pejabat kepala polisi di Papua. Silaen adalah personil polisi yang dituduh terlibat aksi-aksi teroris yang didukung TNI pada saat berlangsungnya jajak pendapat di Timor-Timur tahun 1999. Unit Kejahatan Besar Timor-Timur menuduh bahwa Kolonel T. Silaen adalah salah seorang pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor-Timur.
Setelah itu menjelaskan tentang multinasional Company in Indonesia dan mengapa S. Eben Kirksey tidak menyebutkan tentang BP secara lebih mendekat dengan SHEEL – perusahaan minyak Belanda. Setelah diawal tahun Royal Dutch Shell dan Caltex mundur dari industri minyak Australia, kini perusahaan minyak raksasa asal Inggris British Petroleum akan menghentikan produksi di kilangnya yang terletak di Pulau Bulwer di Brisbane, Australia, pada tahun 2015. Alasan dari perusahaan ini mundur karena banyak kilang di kawasan Asia yang kualitas ekspor ongkos produksinya rendah. Tentunya hal ini membuat kilang kecil seperti Bulwer menjadi tidak menguntungkan. Kilang Bulwer sendiri dibangun BP pada tahun 1960 dan memiliki kapasitas produksi sebesar 102.000 barel bahan bakar per hari.
Tutupnya kilang ini akan menyebabkan hilangnya 350 pekerjaan di sana. Untuk mengatasi masalah itu, BP mengatakan sedang mempertimbangkan mengubah fasilitas kilang itu menjadi terminal impor. Saat ini, sektor penyulingan di Australia telah terpukul keras akibat meningkatnya kompetisi di Asia dan kuatnya nilai dolar Australia yang terus merugikan profitabilitas perusahaan. Sebagai informasi selain  Shell  yang keluar industri penyulingan minyak di Australia,  Caltex Australia mengatakan akan mengkonversi kilang Sydney menjadi terminal impor. Analis melihat pengurangan tenaga kerja akibat penutupan kilang perusahaan minyak besar dunia tersebut menjadi tantangan bagi Perdana Menteri Tony Abbott  untuk mendongkrak kembali perekonomian yang bulan lalu dilaporkan tingkat pengangguran tinggi.
Disini saya akan membahasnya kembali dari paragraph pertama sampai paragraph ke 26 yang membahas tentang penelitian daerah papua yang ditulis oleh seorang Antropologi yang bernama S. Eben Kirksey. Dalam class review ini masih menyangkut tentang “Don’t Use Your Data as a pillow”. Menurut pendapat kami mengenai paragraph 1 sampai 26 adalah.
 Paragraf 1 : Sebuah pesta oleh salah satu salah satu pekerja HAM untuk penulis, untuk menandai akhir penelitiannya di Papua.
Paragraf 2 : Alasan penulis datang ke Papua.  Namun pada akhirnya penulis tertarik dengan hal lain yang terjadi di Papua.
Paragraf  3 : Penulis baru dapat memahami mengapa banyak orang Papua yang ingin merdeka, bukannya sebuah reformasi.
Paragraf  4 :  
Paragraf 5 : Oleh penduduk Papua, penulis dianggap sebagai sekutu yang sangat potensial sehingga banyak diantara orang Papua yang mencarinya untuk dijadikan sekutu.  Pada akhirnya penulis juga merasa bahwa dirinya sudah terlibat jauh serta cukup memahami apa yang sebenarnya terjadi di Papua.
Paragraf 6 :Kembali berbicara mengenai pesta perpisahannya, dimana penulis dapat berkenalan dengan salah satu anggota KOMNAS HAM dari Papua, yang bernama Telys Waropen.  Pada paragraf ini pula penulis mengungkapkan beberapa hal tentang Telys Waropen.
Paragraf 7 :Penulis menuliskan lebih tentang asal-usul daerah dari Telys Waropen, yaitu sebuah daerah yang pernah dilanda konflik yaitu Wasior.
Paragraf 8 :Menceritakan tentang pengalaman penulis ketika meneliti di Wasior.
Paragraf 9 : Menceritakan tentang keinginan dari penulis yang ingin mewawancarai dukun yang berada di dekat gunung.
Paragraf 10 : Kembali lagi pada pesta perpisahannya.  Penulis menganggap bahwa teman barunya tersebut (Telys Waropen), merupakan sumber yang sangat penting yang dapat memenuhi kekosongan dalam penelitian penulis.
Paragraf 11 : Penulis berpendapat untuk menyembunyikan narasumber, namun Waropen berpendapat sebaliknya, Waropen berpendapat bahwa “tidakkah sebuah data akan lebih kuat jika penulis mencantumkan nama dari sumber tersebut.
Paragraf 12 : Penulis mendapatkan saran dari teman dan pembimbingnya untuk menjaga kerahasiaan dari sumber-sumbernya, ini dilakukan untuk mendapatkan pengecualian dari dewan lembaga review yang ada di universitasnya.  Penulis berpendapat bahwa melakukan penelitian di Papua telah membawanya pada kesimpulan bahwa menjaga menjaga narasumber tetap rahasia tidak hanya untuk melindungi mereka (narasumber) dari omong kosong birokratis, tetapi juga untuk menghapus identitas mereka sama sekali.
Paragraf 13 : Pandangan orang terhadap koran atau majalah yang tidak mencantumkan nama dari narasumber.  Mencantumkan nama dari narasumber untuk menghindari penulis yang nakal (tidak etis), dan mencegah penyebaran informasi yang salah.
Paragraf 14 : Penulis menunjukkan kepada Waropen bagaimana sebuah wawasan dari budaya kritis dan paska teori strukteral yang mungkin dapat menyegarkan pandangan pada konflik di wilayah Papua Barat.
Paragraf 15 : Ketika perbincangan dengan Waropen memanas, penulis memberikan alasan mengapa dia tidak menuliskan nama dari narasumbernya.  Penulis berkata “ sungguh ada kasus dalam HAM yang telah dilaporkan dimana narasumber harus dilindungi.
Paragraf 16 : Disadari oleh penulis, bahwa saat dia berbincang-bincang dengan Waropen penulis secara tidak langsung telah diprovokasi oleh Waropen.
Paragraf 17 : Penulis ditanya dan didorong oleh Waropen untuk menjadi penulis yang lebih baik dan lebih autoritatif dalam memahami cultural anthropology.
Paragraf 18 : Penulis sudah mempublikasikan beberapa artikel mengapa papua barat. Waropen mendorong penulis untuk bertindak bukan hanya menulis dan mempublikasikan masalah, tetapi harus melakukan perubahan untuk mengatasi fakta-fakta yang ada.
Paragraf 19 : Saat penulis dan Denny di Wasior mereka meneliti rumor yang menghubungkan BP dengan kekerasan yang terjadi baru-baru ini. Penulis di paragraph ini menebak siapa saja yang terlibat dalam kekerasan yang terjadi.
Paragraf 20 : Penulis berhasil mewawancarai Papua double-agent “perjuang kemerdekaan” dari wawancara tersebut penulis mengetahui dan berhasil mengaitkan rumor kekerasan yang terjadi di Wasior dengan peroyek BP.  Agen ganda merasa khawatir akan keselamatan dirinya karena mengetahui terlalu banyak rahasia kerja sama antara militer dan BP.
Paragraf 21 : Dua minggu setelah Waropen menuntut penulis, tepatnya akhir mei 2003 Rumbiak meminta penulis untuk bergabung dengan pertemuan di London sehingga penulis bisa menyajikan temuan-temuannya tentang kekerasan milisi di Wasior
Paragraf 22 : Saat di London penulis bertemu dengan Rumbiak, mereka tersesat saat menuju pertemuan dengan BP mereka terlambat 20 menit. Saat diperjalanan mereka menceritakan perjalanan yang telah dilakukan.
Paragraf 23 : Paragraf ini menceritakan keadaan penulis saat dipertemuan BP dengan CFO Byron Grote dan John O’Reilly yang menjadi senior wakil president BP untuk Indonesia
Paragraf 24 : Paragraf ini menceritakan keadaan saat diskusi, penulis menyajikan pesan yang jelas kepada Dr. Grote dan John O’reilly.
Paragraf 25 : Dr. Grote mengatakan kekerasan tidak baik untuk bisnis dan yang baik adalah membangun kerjasama.
Paragraf 26 : Rumbiak meminta penulis untuk mempresentasikan temuannya di Wasior. Penulis pun mengemukakan temuannya dengan jantung berdebar-debar.
            Setelah kami mendiskusikan dari paragraph 1 sampai 26 kami juga menyimpulkan semua nya menjadi satu, dan inilah kesimpulaan dari pendapat kami yang sudh kai diskusikan. Kesimpulan dari paragraf 1-26 adalah:
Sebelum kami merangkum, disini kami terlebih dahulu akan menyebutkan siapa saja atau pihak mana saja yang terkait.
1.      S. Eben Kirksey sang penulis artikel.
2.      Denny Yomaki, a human rights worker .
3.      Telys Waropen a member of Komnas HAM, the National Human RightsCommission.
4.      Dr. Byron Grote, the Chief Financial Officer (CFO).
5.      John O’Reillywas BP’s Senior Vice President for Indonesia.
6.      Richard Gozney British Ambassador.
7.      John Rumbiak, a Papuan human rights defender.
8.      Polisi Indonesia.
9.      Militer Indonesia.
10.  Pejuang kemerdekaan ( OPM ).
11.  Agen ganda.
12.  BP ( British Petroleum ).
13.  Pemerintah Indonesia.
14.  Pemerintah Inggris.
15.  Pemerintah Amerika Serikat.
Penulis adalah seorang mahasiswa S2 yang datang ke Papua untuk meneliti tentang musim kering yang pernah melanda Papua.  Namun, sangat disayangkan ketika penulis datang ke Papua kemarau di sana sudah berakhir.  Penulis tidak mungkin langsung pulang ke negri asalnya dengan tangan kosong.  Bisa jadi penulis memutuskan untuk tetap tinggal di sana, hingga akhirnya penulis menemukan sebuah fakta yang menarik yang terjadi di Papua.
            Di Papua penulis melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terjadi di sana.  Tentu tidak mudah untuk menyelidiki hal tersebut, tanpa bantuan dari penduduk lokal.  Selama tinggal di sana selama kurang lebih lima tahun penulis telah mewawancarai lebih dari 350 orang.
Selama penelitian tersebut penulis menemukan beberapa hal yang membingungkan, seperti:
·         Adanya pihak yang disatu sisi saling bertentangan, namun disisi lain ada rumor yang mengatakan bahwa mereka saling kerjasama.
·         Keterkaitan antara perusahaan multi-nasional yang ada di sana dengan pihak yang bertikai.
·         Tempat terjadinya keributan yaitu Wasior.
Meskipun pada awalnya penulis merasa bingung, namun pada akhirnya penulis dapat mengerti keterkaitan dari semuanya itu.  Penulis berpendapat bahwa melakukan penelitian di Papua telah membawanya pada kesimpulan bahwa menjaga narasumber tetap rahasia tidak hanya untuk melindungi mereka (narasumber) dari omong kosong birokratis, tetapi juga untuk menghapus identitas mereka sama sekali.
Setelah selesai melakukan penelitian di Papua, tiba saatnya bagi penulis untuk mengungkapkan hasil temuannya tersebut.  Ketika penulis mengungkapkan hasil penelitiannya tersebut, penulis berkesempatan mengenal beberapa orang penting dari British Petroleum ( BP ).  Dalam kesempatan ini penulis berniat untuk membantu Papua untuk terbebas dari Indonesia, dalam kesempatan kali ini penulis pun membantu salah satu aktivis HAM yang mengajaknya dalam rapat tersebut, John Rumbiak, namun ternyata salah seorang dari petinggi BP mengatakan bahwa keributan yang terjadi di sana adalah bukan lah skenario dari BP. Namun hal tersebut bertentangan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu narasumber (salah seorang militer) yang diinterview penulis. Disini juga kami membuat kesimpulan dari masing-masing pendapat kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic