Name
: Yayah Fatchiya
Class
/ Smstr : PBI-C/4
Class Review 10
Dalam pertmuan selanjutnya kita bertemu lagi dngan class review
yang ke 10 pada hari selasa bulan april 2014. Disini saya akan melanjutkan
pembahasan saya yang mengenai papua dan melanjutkan tugas kemarin yang sudah
saya buat.
Dalam class review ini juga akan
diperkaitkan dengan BP. Yang mengaitkan tentang TNI, POLiSi, dan OPM. Memburuknya konteks politik dan meningkatnya militerisasi Papua Barat
membuat komitmen BP untuk penegakan HAM dan kebijakan keamanan berbasis
komunitas menjadi semakin rentan.
Pada tahun 2003, Papua
Barat masih mengalami dampak represi militer yang buruk. Peperangan di Aceh dan
ancaman penyebarannya ke Papua Barat menjadi alasan munculnya kembali TNI
sebagai kekuatan dominan dalam politik nasional Indonesia melalui tindakan
pembungkaman gerakan pro-kemerdekaan. Sepanjang tahun tersebut, muncul
keprihatinan terhadap gejala pembentukan milisi-milisi yang terbentuk atas
dukungan TNI. Selain itu, terdapat pula aksi-aksi ”penyapuan” brutal oleh pihak
militer yang ditujukan terhadap para pembela HAM yang tinggal di desa-desa
dataran tinggi.
Beberapa pelanggaran
HAM serius yang terjadi di wilayah itu adalah:
- Tewasnya sekitar 16 orang akibat kelaparan pada saat berlangsungnya operasi-operasi militer yang dilakukan Kopassus dan Kostrad. Aksi militer itu adalah reaksi yang muncul atas penyerbuan gudang amunisi di Wamena pada bulan April 2003 yang menyebabkan dua tentara dan seorang Papua tewas. Kecurigaan merebak bahwa insiden itu sengaja diciptakan pihak militer untuk menciptakan kekacauan dan membenarkan langkah represi mereka;
- Pembunuhan terhadap sepuluh orang Papua pada bulan Oktober 2003 dengan para pelaku adalah anggota pasukan TNI. Termasuk di antara mereka yang tewas adalah komandan wilayah OPM, Yustinus Murib;
- Penangkapan empat puluh dua orang Papua pada bulan November 2003 atas keterlibatan mereka dalam pengibaran bendera. Aksi pengibaran bendera itu adalah bagian dari peringatan hari kemerdekaan versi gerakan pro-kemerdekaan. Laporan media massa mengatakan bahwa tujuh diantaranya akan dibawa ke pengadilan atas tuduhan pengkhianatan.
- Penahanan berkepanjangan-setelah melalui persidangan yang tidak adil-16 aktivis politik di kota dataran tinggi Wamena, termasuk di antaranya Pendeta Obeth Komba. Obeth Komba adalah pendeta lokal yang mewakili penduduk Wamena dalam Dewan Presidium Papua. (1)
TNI berperan besar
dalam proses peningkatan kekerasan di Papua Barat dan banjir darah di Aceh yang
berkelanjutan dalam upaya mempertahankan ketertiban dan meningkatkan kebijakan
pengawasan keamanan di Jakarta. Insiden-insiden kekerasan, dengan menjadikan
gerakan separatis yang mengancam integritas teritorial republik Indonesia
sebagai kambing hitam, adalah langkah yang sengaja diciptakan guna membangun
opini publik mengenai peran penting militer sebagai penjaga keutuhan integritas
nasional. 'Perpecahan' Indonesia dinyatakan sebagai upaya-upaya yang dilakukan
pihak-pihak luar. Pada bulan Januari 2004, Kepala Staf Angkatan Darat, Jendral
Ryamizard Raycudu memperingatkan bahwa Indonesia akan kehilangan Aceh dan Papua
akibat konspirasi asing. Ia juga mengatakan bahwa separatisme akan menarik hati
sekitar 30 juta rakyat Indonesia.
Sejak peran militer
dalam parlemen di tingkat distrik, propinsi dan nasional dihapuskan sesuai
dengan hasil pemilu pada bulan April 2004, motivasi memanfaatkan
konflik-konflik yang terjadi di Aceh dan Papua menjadi semakin kuat. Aparat
militer bisa bertindak semena-mena di wilayah tersebut tanpa hukuman. Tak dapat
dipungkiri bahwa tujuh perwira Kopassus telah dijatuhi hukuman ringan atas tuduhan
pembunuhan terhadap pemimpin PDP, Theys Eluay pada tahun 2001. Tetapi masih
banyak tindak kejahatan yang dilakukan pihak militer tanpa hukuman. Pada bulan
Januari 2004, KOMNAS HAM mengatakan bahwa mereka akan melakukan investigasi dua
dari tujuh kasus peristiwa pelanggaran HAM berat di Papua Barat.
Motivasi kedua TNI
mempertahankan fungsi dan keberadaan mereka di Papua adalah persoalan akses
sumber daya alam dan kesempatan mengeruk keuntungan dalam kegiatan penebangan
hutan, penambangan, perikanan dan perlindungan bisnis di Papua. Dalam kondisi
seperti itu, bukanlah hal mengherankan bila militerisasi Papua Barat terus
berlanjut. Pada tahun 2003, jumlah pasukan di Papua meningkat menjadi sekitar
sepuluh ribu personil dari 4350 personil yang telah ditempatkan di Papua sejak
tahun 2002. Selain itu, jumlah personil polisi juga meningkat. Pada awal tahun
2004, telah diumumkan adanya penambahan sekitar 3000 personil polisi yang akan
dikirim ke Papua Barat. Penambahan itu dikatakan sebagai upaya menjaga pelaksanaan
pemilu pada bulan April di wilayah tersebut. Namun, aktivis-aktivis ORNOP
prihatin bahwa penambahan itu mencerminkan penerapan tangan besi polisi,
mengingat penunjukkan Kolonel Timbul Silaen sebagai pejabat kepala polisi di
Papua. Silaen adalah personil polisi yang dituduh terlibat aksi-aksi teroris
yang didukung TNI pada saat berlangsungnya jajak pendapat di Timor-Timur tahun
1999. Unit Kejahatan Besar Timor-Timur menuduh bahwa Kolonel T. Silaen adalah
salah seorang pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor-Timur.
Setelah
itu menjelaskan tentang multinasional Company in Indonesia dan mengapa S. Eben Kirksey tidak menyebutkan tentang BP secara lebih
mendekat dengan SHEEL – perusahaan minyak Belanda. Setelah diawal tahun Royal Dutch Shell dan Caltex mundur dari industri
minyak Australia, kini perusahaan minyak raksasa asal Inggris British Petroleum
akan menghentikan produksi di kilangnya yang terletak di Pulau Bulwer di
Brisbane, Australia, pada tahun 2015. Alasan dari perusahaan ini mundur karena banyak
kilang di kawasan Asia yang kualitas ekspor ongkos produksinya rendah. Tentunya
hal ini membuat kilang kecil seperti Bulwer menjadi tidak menguntungkan. Kilang
Bulwer sendiri dibangun BP pada tahun 1960 dan memiliki kapasitas produksi
sebesar 102.000 barel bahan bakar per hari.
Tutupnya kilang ini
akan menyebabkan hilangnya 350 pekerjaan di sana. Untuk mengatasi masalah itu,
BP mengatakan sedang mempertimbangkan mengubah fasilitas kilang itu menjadi
terminal impor. Saat ini, sektor penyulingan di Australia telah terpukul keras
akibat meningkatnya kompetisi di Asia dan kuatnya nilai dolar Australia yang
terus merugikan profitabilitas perusahaan. Sebagai informasi selain
Shell yang keluar industri penyulingan minyak di Australia, Caltex
Australia mengatakan akan mengkonversi kilang Sydney menjadi terminal impor. Analis
melihat pengurangan tenaga kerja akibat penutupan kilang perusahaan minyak
besar dunia tersebut menjadi tantangan bagi Perdana Menteri Tony Abbott
untuk mendongkrak kembali perekonomian yang bulan lalu dilaporkan tingkat
pengangguran tinggi.
Disini
saya akan membahasnya kembali dari paragraph pertama sampai paragraph ke 26
yang membahas tentang penelitian daerah papua yang
ditulis oleh seorang Antropologi yang bernama S. Eben Kirksey. Dalam
class review ini masih menyangkut tentang “Don’t Use Your Data as a pillow”.
Menurut pendapat kami mengenai paragraph 1 sampai 26 adalah.
Paragraf 1 : Sebuah pesta
oleh salah satu salah satu pekerja HAM untuk penulis, untuk menandai akhir
penelitiannya di Papua.
Paragraf 2 : Alasan penulis datang ke Papua. Namun pada akhirnya penulis tertarik dengan
hal lain yang terjadi di Papua.
Paragraf 3 : Penulis baru
dapat memahami mengapa banyak orang Papua yang ingin merdeka, bukannya sebuah
reformasi.
Paragraf 4 :
Paragraf 5 : Oleh penduduk Papua, penulis dianggap sebagai sekutu
yang sangat potensial sehingga banyak diantara orang Papua yang mencarinya
untuk dijadikan sekutu. Pada akhirnya
penulis juga merasa bahwa dirinya sudah terlibat jauh serta cukup memahami apa
yang sebenarnya terjadi di Papua.
Paragraf 6 :Kembali
berbicara mengenai pesta perpisahannya, dimana penulis dapat berkenalan dengan
salah satu anggota KOMNAS HAM dari Papua, yang bernama Telys Waropen. Pada paragraf ini pula penulis mengungkapkan
beberapa hal tentang Telys Waropen.
Paragraf 7 :Penulis
menuliskan lebih tentang asal-usul daerah dari Telys Waropen, yaitu sebuah daerah
yang pernah dilanda konflik yaitu Wasior.
Paragraf 8 :Menceritakan
tentang pengalaman penulis ketika meneliti di Wasior.
Paragraf 9 : Menceritakan
tentang keinginan dari penulis yang ingin mewawancarai dukun yang berada di
dekat gunung.
Paragraf 10 : Kembali
lagi pada pesta perpisahannya. Penulis
menganggap bahwa teman barunya tersebut (Telys Waropen), merupakan sumber yang
sangat penting yang dapat memenuhi kekosongan dalam penelitian penulis.
Paragraf 11 : Penulis
berpendapat untuk menyembunyikan narasumber, namun Waropen berpendapat
sebaliknya, Waropen berpendapat bahwa “tidakkah sebuah data akan lebih kuat
jika penulis mencantumkan nama dari sumber tersebut.
Paragraf 12 : Penulis
mendapatkan saran dari teman dan pembimbingnya untuk menjaga kerahasiaan dari
sumber-sumbernya, ini dilakukan untuk mendapatkan pengecualian dari dewan
lembaga review yang ada di universitasnya.
Penulis berpendapat bahwa melakukan penelitian di Papua telah membawanya
pada kesimpulan bahwa menjaga menjaga narasumber tetap rahasia tidak hanya
untuk melindungi mereka (narasumber) dari omong kosong birokratis, tetapi juga
untuk menghapus identitas mereka sama sekali.
Paragraf 13 :
Pandangan orang terhadap koran atau majalah yang tidak mencantumkan nama dari
narasumber. Mencantumkan nama dari
narasumber untuk menghindari penulis yang nakal (tidak etis), dan mencegah
penyebaran informasi yang salah.
Paragraf 14 :
Penulis menunjukkan kepada Waropen bagaimana sebuah wawasan dari budaya kritis
dan paska teori strukteral yang mungkin dapat menyegarkan pandangan pada
konflik di wilayah Papua Barat.
Paragraf 15 :
Ketika perbincangan dengan Waropen memanas, penulis memberikan alasan mengapa
dia tidak menuliskan nama dari narasumbernya.
Penulis berkata “ sungguh ada kasus dalam HAM yang telah dilaporkan
dimana narasumber harus dilindungi.
Paragraf 16 :
Disadari oleh penulis, bahwa saat dia berbincang-bincang dengan Waropen penulis
secara tidak langsung telah diprovokasi oleh Waropen.
Paragraf 17 :
Penulis ditanya dan didorong oleh Waropen untuk menjadi penulis yang lebih baik
dan lebih autoritatif dalam memahami cultural
anthropology.
Paragraf 18 : Penulis
sudah mempublikasikan beberapa artikel mengapa papua barat. Waropen mendorong penulis
untuk bertindak bukan hanya menulis dan mempublikasikan masalah, tetapi harus
melakukan perubahan untuk mengatasi fakta-fakta yang ada.
Paragraf 19 :
Saat penulis dan Denny di Wasior mereka meneliti rumor yang menghubungkan BP
dengan kekerasan yang terjadi baru-baru ini. Penulis di paragraph ini menebak
siapa saja yang terlibat dalam kekerasan yang terjadi.
Paragraf 20 : Penulis
berhasil mewawancarai Papua double-agent “perjuang kemerdekaan” dari wawancara
tersebut penulis mengetahui dan berhasil mengaitkan rumor kekerasan yang
terjadi di Wasior dengan peroyek BP. Agen ganda merasa khawatir akan keselamatan
dirinya karena mengetahui terlalu banyak rahasia kerja sama antara militer dan
BP.
Paragraf 21 :
Dua minggu setelah Waropen menuntut penulis, tepatnya akhir mei 2003 Rumbiak
meminta penulis untuk bergabung dengan pertemuan di London sehingga penulis bisa
menyajikan temuan-temuannya tentang kekerasan milisi di Wasior
Paragraf 22 :
Saat di London penulis bertemu dengan Rumbiak, mereka tersesat saat menuju
pertemuan dengan BP mereka terlambat 20 menit. Saat diperjalanan mereka
menceritakan perjalanan yang telah dilakukan.
Paragraf 23 :
Paragraf ini menceritakan keadaan penulis saat dipertemuan BP dengan CFO Byron
Grote dan John O’Reilly yang menjadi senior wakil president BP untuk Indonesia
Paragraf 24 :
Paragraf ini menceritakan keadaan saat diskusi, penulis menyajikan pesan yang
jelas kepada Dr. Grote dan John O’reilly.
Paragraf 25 :
Dr. Grote mengatakan kekerasan tidak baik untuk bisnis dan yang baik adalah
membangun kerjasama.
Paragraf 26 :
Rumbiak meminta penulis untuk mempresentasikan temuannya di Wasior. Penulis pun
mengemukakan temuannya dengan jantung berdebar-debar.
Setelah kami mendiskusikan dari
paragraph 1 sampai 26 kami juga menyimpulkan semua nya menjadi satu, dan inilah
kesimpulaan dari pendapat kami yang sudh kai diskusikan. Kesimpulan dari
paragraf 1-26 adalah:
Sebelum kami merangkum, disini kami terlebih dahulu akan
menyebutkan siapa saja atau pihak mana saja yang terkait.
1.
S.
Eben Kirksey sang penulis artikel.
2. Denny
Yomaki, a human rights worker .
3. Telys
Waropen a member of Komnas HAM, the National Human
RightsCommission.
4. Dr. Byron Grote, the Chief Financial Officer (CFO).
5. John O’Reillywas BP’s Senior Vice President for Indonesia.
6. Richard Gozney British Ambassador.
7. John Rumbiak, a Papuan human rights defender.
8. Polisi Indonesia.
9. Militer Indonesia.
10. Pejuang kemerdekaan ( OPM ).
11. Agen ganda.
12. BP ( British Petroleum ).
13. Pemerintah Indonesia.
14. Pemerintah Inggris.
15. Pemerintah Amerika Serikat.
Penulis adalah seorang mahasiswa S2 yang datang ke Papua untuk
meneliti tentang musim kering yang pernah melanda Papua. Namun, sangat disayangkan ketika penulis
datang ke Papua kemarau di sana sudah berakhir.
Penulis tidak mungkin langsung pulang ke negri asalnya dengan tangan
kosong. Bisa jadi penulis memutuskan
untuk tetap tinggal di sana, hingga akhirnya penulis menemukan sebuah fakta
yang menarik yang terjadi di Papua.
Di Papua penulis
melakukan penelitian mengenai kekerasan yang terjadi di sana. Tentu tidak mudah untuk menyelidiki hal
tersebut, tanpa bantuan dari penduduk lokal.
Selama tinggal di sana selama kurang lebih lima tahun penulis telah
mewawancarai lebih dari 350 orang.
Selama penelitian tersebut penulis menemukan beberapa hal yang
membingungkan, seperti:
·
Adanya pihak yang disatu sisi saling
bertentangan, namun disisi lain ada rumor yang mengatakan bahwa mereka saling
kerjasama.
·
Keterkaitan antara perusahaan multi-nasional
yang ada di sana dengan pihak yang bertikai.
·
Tempat terjadinya keributan yaitu Wasior.
Meskipun pada awalnya penulis merasa bingung, namun pada akhirnya
penulis dapat mengerti keterkaitan dari semuanya itu. Penulis berpendapat bahwa melakukan
penelitian di Papua telah membawanya pada kesimpulan bahwa menjaga narasumber
tetap rahasia tidak hanya untuk melindungi mereka (narasumber) dari omong
kosong birokratis, tetapi juga untuk menghapus identitas mereka sama sekali.
Setelah selesai melakukan penelitian di Papua, tiba saatnya bagi
penulis untuk mengungkapkan hasil temuannya tersebut. Ketika penulis mengungkapkan hasil
penelitiannya tersebut, penulis berkesempatan mengenal beberapa orang penting
dari British Petroleum ( BP ). Dalam
kesempatan ini penulis berniat untuk membantu Papua untuk terbebas dari
Indonesia, dalam kesempatan kali ini penulis pun membantu salah satu aktivis HAM yang
mengajaknya dalam rapat tersebut, John Rumbiak, namun
ternyata salah seorang dari petinggi BP mengatakan bahwa keributan yang terjadi
di sana adalah bukan lah skenario dari BP. Namun
hal tersebut bertentangan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu
narasumber (salah seorang militer) yang diinterview penulis. Disini juga kami
membuat kesimpulan dari masing-masing pendapat kami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic