Terbangun
dari mimpi indah. Menghirup udara sejuk lewat celah-celah jendela. Kota
majalengka yang sejuk. Kini dapat kurasakan kembali. Awan biru dengan kicauan
burung di atas langit menari riang dengan begitu indahnya. Betapa cerahnya pagi
ini. Bunga mawar merah pun mekar di setiap sudut rumah. Indah. Begitu indahnya
kampung halamanku. Suasana hati yang cerah menghantarkanku lewat tulisan.
Inilah saat dimana aku mulai menulis kembali. Menulis rangkaian kata-kata dalam
buku catatan class review. Mencari inspirasi dalam sepi. Catatan class review
ini akan menjadi saksi bisu dalam perjalananku meraih cita-cita. Cita-cita yang
akan mengantarkanku pada kesuksesan. Ingin rasanya melihat kedua orang tuaku
tersenyum dan menangis bahagia menyaksikan anaknya lulus sarjana. Cita-citaku
begitu sederhana. Aku hanya ingin orang tuaku bangga kepadaku. Kesuksesan
adalah kunci utama untuk membahagiakan mereka. Ribuan kata terimakasih tak akan
dapat membalas semua kasih sayang yang telah mereka berikan. Selama 20 tahun
mereka tidak pernah mengeluh membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Inilah
alasan aku bertahan. Demi kedua orang tuaku. Tak ada alasan untuk menyerah. Ketika
keputusasaan datang. Merekalah pelita hatiku. Penerang dalam setiap liku-liku
yang aku hadapi. Begitu besar aku mencintai mereka. Begitu besar pula mereka
mencintaiku. Beribu-biru rangkaian kata yang kutulis merupakan kekuatan dari
mereka. Inilah saat dimana aku mulai menulis kembali. Inilah saat dimana aku
bertarung dalam tulisanku. Menjadikan tulisan ini sebagai temanku di setiap
minggunya.
Mata
kuliah “Writing and Composition 4” telah memasuki pertemuan keempat. Pada
pertemuan keempat, mata kuliah ini dimulai pada hari Selasa, 25 Februari 2014.
Tepatnya pukul 10.50 di ruang 44 Gedung PBI. Mata kuliah ini dibimbing oleh
dosen yang sangat luar biasa sekali yaitu Mr. Lala Bumela, M. Pd. Pertemuan
sebelumnya, kami ditugaskan untuk membuat “Critical Review” sebanyak 2500 kata
dari artikel Prof. A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Classroom Discourse to
Foster Religious Harmony”. Sangat sulit membuat critical review dari tulisan
beliau, karena tulisan beliau didasarkan pada fakta dan bukti yang nyata.
Sehingga kami mengalami kesulitan untuk menyanggah pernyataan beliau dalam
tulisannya. Pada pertemuan kali ini, kami juga ditugaskan untuk membuat
“Critical Review” sebanyak 2500 kata. Amazing bukan? Ya, karena dosen yang
mengajar kami merupakan dosen yang sangat luar biasa. Maka dari itu, kami
sebagai siswanya harus bisa menjadi mahasiswa yang luar biasa pula dalam
menulis.
Menulis
bukanlah hal yang mudah. Butuh proses yang panjang dalam menulis. dibutuhkan
pula kesabaran yang luar biasa, serta dibutuhkan pula endurance yang luar
biasa. Kami harus bisa mengapresiasi endurance. Hal yang paling penting
diantara yang terpenting adalah begitu sulitnya mencari inspirasi untuk
dituangkan dalam sebuah tulisan. Maka dari itu “berkariblah dengan sepi, sebab
dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Berkariblah
dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan
dan kesadaran ketika beredar dalam ramai. Berkariblah dengan sepi karena dalam
sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita
tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak. Berkariblah dalam
sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi
Hermawan). itulah kata-kata mutiara indah yang saya dapatkan dari Mr. Lala
Bumela, M. Pd.
Ketika
kami membuat critical review tentang “Classroom Discourse to Foster Religious
Harmony” dari artikelnya Prof. A. Chaedar Alwasilah, ternyata kami kurang
memahami tentang isi artikel tersebut. Seharusnya kami lebih membahas tentang
classroom discourse bukan lebih membahas kepada religious harmony. Disini, kami
kurang reader, seharusnya kami mampu menjadi “Qualified Reader”. Untuk menjadi pembaca yang berkualitas kami
harus menjernihkan hati dulu. Untuk mendapatkan inspirasi kami harus jernih
hatinya. Classroom discourse ini lebih complicated – interaction – talk. Maksud
complicated disini adalah cara kita berinteraksi di kelas itu seperti apa dan
cara kita berinteraksi di luar kelas itu seperti apa. Tentunya akan sangat
berbeda, karena kelas merupakan situs suci untuk proses belajar dan mengajar di
kelas. Hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk ke kelas, yaitu orang-orang yang
mempunyai tujuan untuk belajar. Complicated disini terdiri dari tiga point
penting, yaitu:
1. Background
Background ini terdiri dari politik,
ekonomi, sosial, budaya. Latarbelakang setiap siswa tentulah berbeda. Dari segi
ekonomi dan budaya adalah hal yang paling menonjol. Tapi bagaimana siswa itu
sendiri mampu menyatukan setiap perbedaan yang ada.
2. Communicative
Strategis
Communicative
strategis adalah strategi yang berfikir jauh kedepan, karena suatu pembelajaran
dalam kelas itu mempunyai maknan tersendiri untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan.
3.
Meaning Making Practice
Setiap siswa
tentunya mempunyai pemahaman yang berbeda dalam proses pembelajaran di kelas.
Setiap siswa mempunyai alasan yang berbeda pula dalam proses pembelajaran di
kelas. Hal ini yang akan mempengaruhi siswa dalam bertindak dan bagaimana dia
bersikap. Setiap siswa mempunyai alasan yang berbeda ketika berada di kelas.
Ada diantara mereka yang serius untuk belajar dan ada pula diantara mereka yang
tidak serius dalam belajar. Meaning making practice ini akan menghasilkan
ideologi dan values.
·
Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau keyakinan yang
diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Pembelajaran
“Writing and Composition 4” di IAIN Syekh Nurjati Cirebon tentunya berbeda
dengan pembelajaran di universitas lain. Perbedaan tersebut merupakan ideologi.
·
Values (nilai-nilai) mempengaruhi siswa dalam bersikap dan
bertindak di kelas, seperti disiplin dan teamwork. Ada anak yang disiplin dan
ada juga anak yang tidak disiplin. Sikap disiplin di negara lain sangatlah
tinggi. Sangat berbeda sekali dengan negara kita.
Disini saya akan sedikit membahas
tentang “Classroom Discourse”. Classroom discourse analysis adalah studi tentang bagaimana
bahasa - di-gunakan dipengaruhi oleh konteks –nya gunakan. Di dalam kelas,
konteks dapat berkisar dari pembicaraan dalam pelajaran, untuk siswa seumur
hidup sosialisasi, dengan sejarah lembaga pendidikan. ceramah analisis kelas
menjadi analisis wacana kritis ketika kelas-kelas peneliti mengambil efek dari
konteks variabel tersebut menjadi pertimbangan dalam analisis mereka.
Definisi paling sederhana dari wacana adalah bahasa -
di-gunakan. Hal ini mungkin mengganggu jelas. Bahasa selalu digunakan, jadi
mengapa tidak hanya menyebutnya "bahasa" ? Karena, fitur "
wacana " mendefinisikan ( bahwa itu adalah " in- use" ) adalah
fitur yang sebagian orang percaya adalah bukan komponen penting dari bahasa.
Sebaliknya, beberapa ahli bahasa berpendapat bahwa Fitur bahasa mendefinisikan
adalah kemampuannya untuk de- dikontekstualisasikan. Sebagai contoh, kata
"Pohon" tidak perlu "pohon" sekitar untuk dipahami. Seorang
siswa akan memberitahu Anda ia melihat "Pohon" hari ini, dan Anda
akan tahu apa yang dia maksud. Dia tidak perlu menunjuk pohon atau menggambar
untuk Anda. Dalam hal ini, bahasa adalah de - contextualizable dan hal ini
dapat menjadi fitur yang membuat unik bahasa manusia.
·
Konteks (Kelas dan Beyond)
Bagaimana sebuah kata yang digunakan tergantung pada
konteks. Dalam buku ini, yang paling jelas, "The Classroom" adalah
konteks utama dan paling jelas untuk wacana kita akan memeriksa. Namun,
"konteks" untuk analisis wacana kelas juga meluas di luar kelas, dan
dalam komponen yang berbeda dari bicara kelas, untuk mencakup konteks yang
mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu ditafsirkan dalam kelas.
Konteks dapat dibatasi oleh batas-batas yang sesuai fisik bahasa di rumah
mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai di sekolah, tetapi konteks juga dapat
dibatasi oleh batas-batas fisik tidak, tetapi oleh batas-batas yang sesuai
wacana bahasa dalam pelajaran mungkin berbeda dari bahasa yang sesuai setelah
pelajaran berakhir (bahkan sambil duduk di meja yang sama). Meskipun kita akan
melihat pembicaraan yang terjadi di dalam kelas, semuanya mengatakan dalam
kelas juga dipengaruhi, untuk berbagai tingkat, dengan konteks di luar kelas.
Dan, banyak bentuk wacana memiliki arti yang berbeda jika terjadi di kelas
daripada mereka akan jika mereka terjadi di luar kelas. Kelas penelitian di
berbagai situasi telah menunjukkan bahwa interaksi kelas secara dramatis
constrains apa jenis bahasa dan keaksaraan peristiwa didorong atau dibiarkan
(McGroarty, 1996), sedangkan wacana di luar konteks kelas memiliki lebih luas berbagai
kemungkinan yang dapat diterima dan produktif. Dalam keluarga atau peer group
pengaturan, untuk Misalnya, siswa dapat didorong untuk berbicara panjang lebar,
menceritakan kisah-kisah imajinatif, atau rok topik awalnya diperkenalkan, yang
mendukung menghibur samping. Di ruang kelas sekolah, sebagai Holden Caulfield
menunjukkan di JD Sallinger 's The Catcher in the Ry e, pembicaraan tersebut
dapat berlabel sebagai "penyimpangan" yang sama sekali tidak cocok
(Salinger, 1951). Rasa ingin tahu dan kreativitas menyambut dan mendorong dalam
konteks lai , ketika dibawa ke dalam konteks kelas, dapat dihitung sebagai
mengganggu.
Bahkan berbicara setelah pelajaran resmi berakhir terjadi
dalam berbagai jenis konteks daripada berbicara dalam pelajaran, ini belum tentu
perbedaan dalam konteks fisik, tetapi perbedaan dalam konteks wacana. Ketika
pelajaran berakhir, guru bijaksana, mungkin, untuk Misalnya, mengambil cerita
bahwa siswa tidak diperbolehkan untuk mengatakan selama pelajaran resmi waktu.
Dalam kutipan dari kelas bawah berbicara, sementara masih duduk di meja dengan
siswa, tapi setelah pelajaran resmi telah datang untuk menutup , guru meminta
anak tentang nya ulang tahun, mengakui bahwa itu adalah sesuatu yang anak itu
"berusaha untuk memberitahu kami " sebelum pelajaran sudah berakhir (
Rymes , 2003) :
Ms
Spring: Beritahu kami tentang pesta ulang tahun Anda. Kau mencoba ingin untuk
memberitahu kami sebelumnya dan aku tak bisa mendengarkan kamu.
Rene
: pesta ulang tahun saya adalah pada hari Minggu .
Ms
Spring: Apa yang akan kalian lakukan?
Seperti
pembicaraan ini menggambarkan, guru ini tidak bertentangan dengan mendengar
cerita ulang tahun, tapi hanya saja tidak dalam pembicaraan pelajaran resmi
konteks ketika dia " tidak bisa mendengarkan".
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa classrom
discourse sangat penting dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, dibutuhkan
endurance dalam menulis, karena menulis bukanlah hal yang mudah. Butuh kesabaran
yang sangat luar biasa. Satu hal yang paling penting, Berkariblah
dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti,
atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang
pekak. Jernihkanlah pula hati kita, karena inspirasi datang kepada hati yang
jernih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic