We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 03 Maret 2014

SANG PROVOKATOR

Critical Review 2

(By: Sri Maryati)
        Kini ia tercipta lagi, ratusan, ribuan, bahkan milyaran berengkarnasi dengan berbagai rupa. Kembali mengungkit sejarah, dan kembali merubah paradigma. Walaupun masih saja ada lusinan kertas rapuh yang meringkuk di bawah pembatas usang, tetap saja ia menjadi provokator sejati bagimu. Dengan kata-kata manisnya, ia mampu melahirkan emosi, pengubah jati diri. Ia menjadikan kamu sebagai gladiator, memaksamu dengan dogma kebebasan. Ia diam, tapi ia berbicara. Bila kamu mampu menyebarkannya, maka ia akan menjadi catatan sejarah. Bila kamu mencoba melipatnya maka ia akan tertidur indah, bila kamu mencoba bertanya padanya ia akan menjawab, dan bila kamu mencoba menjadikannya bukti ia akan berkata “iya”. 

Ia adalah buku, kumpulan otak sang jenius, kumpulan ilmu misterius. Dengan buku tatanan dunia dapat diubah, dengan buku pikiran seseorang dapat dibina. Tapi siapa penciptanya? Penganalisis sempura, ia yang bekerja di balik cakrawala ilmu dunia, penulis yang memegang kekuasaannya dengan kertas dan pena. Ini tentang buku dan proses penciptanya, tentang kekuatan dan kuasanya. Bukti ini semua terlihat pada biusan kata-kata yang ditulis oleh “Howard Zinn” dalam “Speaking Truth to power with Books” bahwa buku merekam jejak sejarah, merekam semua pengalaman hidupnya dan pembantai pola pikir manusia. Kita bisa lihat dalam berbagai cerita hidupnya tentang menuliskan pengetahuannya dan bukunya. Ada beberapa hal yang patut kita sorot permasalahannya, pertama, apa yang bisa dilakukan oleh sebuah buku. Kedua, pengaruh besar yang nyata oleh buku. Ketiga, menguak pembahasan Howard Zinn mengenai buku Sejarah Amerika nya. Keempat, buku sebagai pengubah tatanan dunia. Kelima, penciptaan buku sebagai salah satu wujud literasi.

Sesuai dengan cerita hidupnya bahwa buku merupakan penghasud pembacanya, buku dapat merubah kehidupan seseorang. Dari mulai meracuni pola pikirnya, hingga meracuni tindakannya. Buku beroperasi di banyak cara untuk mengubah kesadaran masyarakat, mari kita katakan ada sejumlah cara di mana buku dapat mengubah kesadaran. Pertama, mereka dapat memperkenalkan sebuah ide yang pembaca tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Hal ini terjadi pada banyak dari kita. Ketika  kita membaca Herman Melville, Billy Budd, dan kita dihadapkan dengan situasi di mana semua orang mematuhi hukum, semua orang patuh mengikuti aturan. Pendeta ini mengikuti apa yang dia pikir adalah firman Allah dan semua orang lain mengikuti kata beberapa otoritas, dan Billy Budd, seorang pria yang tidak bersalah, yang dihukum mati. Anda harus berpikir pada saat itu, "Mungkin ada perbedaan antara hukum dan keadilan. "Mungkin aturan hukum harus  diperiksa, dan mungkin otoritas tidak akan dihormati, atau orang yang tidak bersalah akan mati.

Berikut ini adalah ide lain yang mungkin terjadi kepada orang-orang, mungkin setelah membaca buku, terutama jika mereka membaca sejarah ortodoks. Ini bisa menyerang seseorang bahwa kita tidak semua memiliki kepentingan yang sama. Ini bukan hal yang mudah untuk datang oleh karena kita semua dihadapkan dengan bahasa yang menganggap umum bunga untuk semua orang di negara ini. Kita diberitahu bahwa beberapa kebijakan dalam Kepentingan nasional, bahwa sesuatu harus dilakukan untukkeamanan nasional,
atau
pertahanan nasional .

Jadi ya, ada wawasan yang berasal dari buku-buku. Berikut lain, yang satu ini cerita dari Christopher Columbus. Howard Zinn menuliskan cerita menurut versinya sendiri tentang sejarah Amerika, yaitu “A People’s History of the United States”. Dalam buku tersebut ia menuliskan cerita yang bertolak belakang dengan cerita aslinya, bahwa dalam sejarahnya Colombus adalah seorang pahlawan, Columbus penemu besar, Columbus pembaca Alkitab yang saleh. Tapi dalam versinya untuk membaca tentang Columbus adalah sebagai pembunuh, penyiksa, penculik, mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas, bersedia untuk membunuh orang dan mencincang orang - itu mengejutkan. Ini yang tertulis di bab pertamanya, sehingga hal ini menimbulkan banyak protes dari berbagai penduduk dunia. Zinn berani mengungkapkan sisi gelapnya dalam pemberitaan sejarah Amerika dan komitmen pada kaum subaltern dalam definisi Spivak: mereka yang terpinggirkan dalam politik menarasikan sejarah. Sasaran tembaknya tak tanggung tanggung: Christoper Colombus dan para sejarahwan yang menulis versi lugu dari kedatangan para kolonis. Di dalamnya termasuk sejarahwan Harvard, Samuel Elliot Morison.

Tulisan Zinn mengenai pemberitaan Colombus rupanya perlu ditelusuri lagi, sebenarnya ia mungkin terlalu “innocent” untuk mengatakan kebenaran yang terjadi. Ada suatu hal yang hilang dari artikelnya, Colombus bukanlah satu-satunya orang yang pertama kali menginjakkan kakinya di Amerika pada 12 Oktober 1492, tapi Dalam beberapa catatan yang di dapat. Fakta menunjukkan 70 tahun sebelum Christopher berlayar ke Amerika, telah lebih dulu laksamana muslim dari China bernama CHENG HO yang menginjakkan kakinya di Amerika : the new land. Namun, jauh 5 abad sebelum Columbus mengaku mendiami Amerika. Terdapat juga fakta yang tak kalah pentingnya. Imigran muslim dari dinasti Umayyah di Andalusia telah lebih dulu menginjakkan kakinya di Amerika, tanahnya orang Indian. Tidak sampai disitu, imigran ini mendakwahkan Islam kepada suku-suku Indian di Amerika seperti Iroquois dan Alqonquin. salahsatu imigran itu bernama Khashshah bin Said bin Aswad.

Khashshah bin Said bin Aswad yang tercatat dalam sejarah pada tahun 889 masehi telah mendarat di benua itu. Dia seorang navigator muslim yang berasal dari Qordoba, Spanyol. Sebagaimana kita ketahui, Spanyol saat itu merupakan pusat peradaban Islam di Barat, di bawah pimpinan Khilafah Bani Umayah II. Dengan fakta ini, maka benua Amerika termasuk benua yang sudah sejak awal mengenal ajaran Islam. Mungkin ke depan kita akan mengatakan bahwa bangsa muslim lah yang sesungguhnya berhak disebut sebagai penemu benua Amerika, bukan Amerigo Vespucci atau Colombus, sebab:
1. Vespucci baru menemukan benua itu di tahun 1499-1500 Masehi. (Dia menjelajahi pantai  timur Amerika Selatan)
2. Colombus baru tiba di tahun 1492 Masehi.
3. Khashshash bin Said bin Aswad yang sudah mendarat di benua itu di tahun 889 Masehi. Itu berarti 600 tahun lebih dulu dari kedatangan keduanya.
Kedatangan para pelaut muslim ke benua Amerika bukan sekedar bertujuan untuk piknik atau jalan-jalan, tetapi menyebarkan agama terakhir yang Allah turunkan, yaitu DIENUL ISLAM.

Mengenai Laksamana Cheng Ho, selain itu sejarah juga mencatat bahwa Laksamana Ceng Ho menganut agama Islam. Ia juga pernah mendarat di benua Amerika, ia adalah seorang da`i muslim yang mendarat 70 tahun lebih awal dari Colombus. Namun karena sejarah dunia ditulis oleh orang lain, maka fakta bahwa Ceng Ho mendarat lebih dahulu dari Colombus seolah lenyap di balik kebohongan nyata. Bisa dikatakan, bahwa beberapa suku di Amerika sudah mengenal adanya Islam salah satunya Indian seperti Apache, Cherokee, Sioux, Anasazi, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah (mirip nama mekkah Al-Mukarramah), Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Begitu banyak bukti bahwa bangsa Indian sudah memeluk agama Islam. Misalnya, beberapa tulisan cherokee abad ke-7 terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan tulisan “Muhammad” dalam bahasa Arab.

Jadi apa yang di tulis oleh political scientist, Zinn mengenai bukunya, “A People’s History of the United States” menyajikan kebohongan publik. Sebenarnya colombus mengakui kebenaran bahwa ia bukanlah satu-satunya penemu benua Amerika beserta dengan bawahannya, tapi ia tahu bahwa ada orang lain (Muslim) yang datang lebih awal menjamah Amerika. Saat itu pada 21 Oktober 1492, dia melihat masjid dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba. Ini menunjukkan bahwa Colombus pun mengakui bahwa sudah ada sejumlah masyarakat di Amerika yang memeluk agama Islam, sebelum kedatangannya.

 Jika Zinn mampu menuliskan sejarah Amerika yang sebenarnya tentang sisi gelap Colombus, ia pasti juga tahu tentang siapa penjelajah awal Amerika. Karena dalam buku  Hal ini membuktikan bahwa buku juga bisa membalikkan sejarah, menghasud penduduk dunia dengan tulisannya. Ini adalah wawasan yang bisa kita dapatkan dari sebuah buku bahkan jika itu hanya mengisyaratkan. Ini mungkin hanya tersirat dalam cerita, namun memiliki efek yang kuat.
 
            Kami ingin tahu apa yang dapat dilakukan lebih oleh buku dan mendapatkan setidaknya sebagian jawaban untuk pertanyaan - sebagian karena kita tidak berpikir kita tahu persis apa buku lakukan atau apa yang menulis lakukan. Salah satu alasannya adalah bahwa sangat langka untuk menemukan langsung garis antara penulisan buku dan perubahan kebijakan. Tapi saya pikir Anda dapat menemukan  garis langsung, dan Anda dapat menemukan era di mana tulisan-tulisan muncul dan kesadaran masyarakat dibesarkan dan kebijakan yang berubah, kadang-kadang setelah puluhan tahun berlalu. Lintasan panjang antara menulis dan mengubah kesadaran, antara menulis dan aktivisme dan kemudian mempengaruhi kebijakan publik, bisa berliku-liku dan rumit. Tapi ini tidak berarti kita harus berhenti dari menulis.

Menulis dalam konteksnya membuat orang lain mengetahui suatu informasi, seperti yang diungkapkan oleh Keraf (1993:34) mengemukakan bahwa tujuan menulis adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada pembaca.  Ini yang nantinya akan menjadi pengaruh terhadap penulisan buku, menulis juga merupakan salah satu media dakwah yang sangat bermanfaat dan daya sebarnya sangat luas, terlebih di zaman berteknologi canggih seperti sekarang ini. Kita bisa menulis sebuah ilmu, dan sesaat itu pula tulisan kita bisa dibaca dan terambil informasinya, menulis adalah media propaganda tanpa harus terjun langsung tapi kita bisa menulisnya di atas kertas.

Menulis bisa dijadikan sebagai media komunikasi yang terbaik, berapa banyak para ilmuan dan analis menuliskan ilmunya dalam buku yang berjilid-jilid, berapa banyak para motivator membukukan gagasannya dalam bentuk tulisan, berapa banyak para intelektual mencoretkan tinta-tinta informasi dan pengalamannya di lembaran kertas, berapa banyak para pemimpin dunia menyebarkan propaganda kekuasaannya lewat tulisan, dan masih banyak  yang berapa banyak mereka mempengaruhi orang lain lewat tulisannya tergugah, tergerak, termotivasi, dan terbawa dalam perubahan setelah membaca sebuah tulisan. Menulis adalah media komunikasi kita dengan orang lain, media untuk menyampaikan apa yang kita inginkan, menyebarkan apa yang kita gagaskan, dan mengajak orang lain serta menggiring mereka untuk ikut berfikir dan berkembang. Ini yang diberitakan dalam tulisan Howard Zinn, bahwa mereka tergiring dan terhanyut dalam tulisan-tulisan yang dijilid dalam sebuah buku .

Buku adalah sarana pengubah dunia, Mungkin terdengar seperti sesuatu yang masih di awang-awang dan tidak konkret. Walaupun begitu, sudah banyak penulis yang kita kenal yang memiliki alasan tersebut dalam penulisannya, William Shakespeare, Charles Dickens, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, nama-nama tersebut dapat menjadi contoh orang-orang yang mampu bebas berekspresi lewat tulisan mereka. Soal memengaruhi dunia, Aristotle, Charles Darwin, dan Karl Marx, mungkin dapat menjadi contoh yang mudah dipahami banyak orang.

Selain tokoh-tokoh di atas, di Indonesia sendiri ada seorang tokoh wanita yang hanya berjasa dalam pemikirannya yang ditulis pada sebuah buku, ia bisa mengubah tatanan dunia hingga sekarang, yakni R. A. Kartini. Ia adalah tokoh emansipasi wanita Indonesia yang lahir di Jepara pada 1879 ini, telah mengubah dunia perempuan, khususnya perempuan Indonesia, lewat tulisan-tulisannya. Tulisan Kartini memang pada awalnya bukanlah sesuatu yang ditujukan pada khalayak melainkan surat-surat yang berisi curahan hatinya dan segala pemikirannya yang ingin disampaikan kepada temannya yang bertempat tinggal di Belanda. Kartini memiliki pemikiran, yang mungkin pada zamannya dan pada tempat asalnya, tergolong cukup keras dan radikal. Yang diinginkannya sebenarnya tidaklah muluk, yakni kesejajaran antara kaum wanita dan laki-laki, kebebasan bagi wanita untuk berekspresi, membuktikan eksistensi mereka tanpa harus ada dalam bayang-bayang lelaki. Hal tersebut tertuang dalam suratnya yang dikirim kepada Nona Zeehandelaar pada tanggal 25 Mei 1899.

“Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup didalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.”

Keinginan Kartini yang begitu kuat dituangkannya dalam tulisan-tulisan yang kemudian dikirimkannya kepada temannya yang jauh di Belanda sana, dan akhirnya membuka mata mereka bahwa di Jawa saat itu perempuan masihlah rendah derajatnya. Hingga akhirnya setelah Kartini meninggal, seorang temannya berinisiatif membukukan surat-surat Kartini, bukunya berjudul “Door Duisternis Tol Licht” atau yang setelah diterjemahkan lebih dikenal dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku inilah yang telah membantu kaum perempuan, menemukan semangat untuk memperjuangkan hak-haknya untuk menjadi sama dengan laki-laki, dan melihat dunia dari sisi yang berbeda. Contoh ini adalah salah satu efek yang dirasakan oleh buku, banyak wawasan yang dapat diambil, banyak juga mengubah paradigma seseorang.

Seperti banyak peryataan yang tergambar yang kita lihat, bahwa buku adalah sesuatu yang sangat penting. Buku membutuhkan tulisan-tulisan yang informatif dan bersifat persuasif, dalam hal ini mengatakan bahwa menulis juga merupakan hal yana amat penting. Dalam tulisan Zinn di bagian akhir mengatakan “Ada sesuatu yang penting bahwa menulis yang bisa melakukan, selain dari semua hal lain. Hal ini dimasukkan ke dalam kata-kata oleh Kurt Vonnegut, yang sering bertanya, "Mengapa Anda menulis?" Vonnegut akan menjawab, "Saya menulis sehingga Anda akan tahu ada orang yang merasakan hal yang Anda lakukan tentang dunia, bahwa Anda tidak sendirian. "Itu adalah hal yang sangat penting untuk mencapai, untuk memiliki orang-orang merasa bahwa mereka tidak sendirian. Dan itu sesuatu untuk Anda juga, penulis.

Jadi bagaimana sebenarnya rantai pembentuk tatanan dunia? Ini dimulai dari provokator utama, yaitu membaca, penulis kemudian menuliskannya ke dalam sebuah buku lalu di publish-kan ke seluruh penduduk dunia. Zinn dalam penggalan ceritanya memulai aktifitasnya menjadi seorang aktivis dengan membaca buku sewaktu ia masih terbilang muda, ia “mengawetkan” pengetahuannya dengan menulis dan mempropagandakannya ke penduduk dunia lewat buku. Jadi apakah ini terbilang bentuk literasi? Jawabannya adalah “Iya”.

Kita bisa flashback sebentar dengan perkataan Dr Chaedar Alwasilah, bahwa literasi diartikan melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis (Teale & Sulzby, 1986; Cooper, 1993:6; Alwasilah, 2001). Maka dari itu, buku adalah salah satu bentuk dari letarasi. Literasi sendiri tak jauh dengan ketrampilan membaca dan menulis, dengan kemampuan pengembangan tatanan masyarakatnya ke arah yang lebih tinggi, penciptaan masyarakat ke arah sosial dan demokratis, peningkatan daya pikir dan manajemen pendidikan yang produktif, itu semua adalah bagian dari tindakan literasi.

Dilihat dari sudut pandang Zinn, memang benar itu merupakan bentuk literasi. Kemampuan menulisnya, kemampuan mengolah kata sehingga banyak puluhan juta jiwa terenggut oleh dogma yang diberitakan olehnya. Ia juga menjadi Quality Reader dengan proses pencernaan yang sempurna dengan menyerap makna dari sebuah ribuan naskah, sehingga mampu mengolahnya kembali dalam bentuk wacana. Zinn juga tak kalah dengan julukannya sebagai seorang yang aktivis, dan political scientist yang turut serta mengecap nama baiknya.

Banyak tokoh yang namanya terus abadi, gagasan dan pemikirannya terus dikaji, karena ia menuliskan sebuah buku. Sebaliknya, banyak tokoh yang namanya tenggelam digerus zaman, karena tidak ada jejak tertulis yang diwariskan. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu pernah berkata, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Ucapan sahabat Ali ini menjadi sebuah renungan dan lecutan akan arti penting menuangkan ilmu dan pengetahuan ke dalam bentuk tertulis seperti buku. Ilmu yang hanya disimpan dalam otak penulisnya saja, tanpa ditulis, akan berakhir setelah kematian sang pemiliki ilmu itu. Tapi ilmu yang “diikat” (baca: ditulis) ke dalam bentuk buku, ia akan tetap bermanfaat, bahkan setelah pemilik ilmu itu sendiri telah tiada.

Menyimpulkan apa yang dikatakan oleh Howard Zinn, mengenai buku memang benar adanya. Buku merupakan salah satu provokator yang disampaikan analis dunia, ilmuan dunia yang mampu mengubah tatanan dunia. Dengan buku sesorang bisa mencuci otak manusia, dengan buku seseorang bisa terjerat dalam rayuannya, dan dengan buku pula bisa merecuni pikiran seseorang. Sehingga buku dalam ilmu pendidikan ialah sangat penting karena ini salah satu tolak ukur kualitas pendidikan, entah itu membaca , menganalisa atau menuliskan sebuah buku. Tapi ini juga dapat menjadi bumerang bagi dunia bila tak memanfaatkan buku sebaik-baiknya, ini semua berada di tangan kaum intelektual yang mampu mendayakannya.

            Jadi secara keseluruhan apa yang ditulis oleh Howard Zinn mengenai kajiannya dalam “Speaking Truth to Power with Books”, terkait dengan pembentukan literasi. Zinn mampu membaca banyak buku dan mempraktekannya kembali dalam bentuk naskah, sehingga ia menjadi seorang aktivis dalam ilmu dunia dengan meninggalkan nama. Tapi ada salah satu bukunya yang menjadi perbincangan media masa dunia, yaitu “A People’s History of the United States”. Menyiratkan tentang  Cristopher Colombus sebagai maniak genosida, yang di tentang oleh penduduk Amerika. Melihat sejarah palsu yang ditulis oleh Zinn rupanya banyak menimbulkan perspektif masyarakat dunia, bahwa penemu benua Amerika sebenarnya adalah seorang muslim dari Andalusia (Khashshah bin Said bin Aswad) dan china (Laksamana Cheng Ho). Ini yang di dapat dari dampak bukunya yang mengubah dan membolak-balikkan sejarah dunia, ini adalah kuasanya.

Referensi
-         http://jaririndu.blogspot.com/2011/10/tujuan-dan-kegunaan-menulis.html diakses tanggal 2 Maret 2014
-          http://www.ivanaris.com/2011/03/colombus-bukanlah-penemu-benua-amerika.html diakses tanggal 2 Maret 2014
-          dukasi.kompasiana.com/2012/07/30/mengubah-dunia-lewat-menulis-bisakah-475257.html
diakses tanggal 2 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic