(By: Sri Maryati)
Kini ia tercipta lagi,
ratusan, ribuan, bahkan milyaran berengkarnasi dengan berbagai rupa. Kembali
mengungkit sejarah, dan kembali merubah paradigma. Walaupun masih saja ada
lusinan kertas rapuh yang meringkuk di bawah pembatas usang, tetap saja ia menjadi
provokator sejati bagimu. Dengan kata-kata manisnya, ia mampu melahirkan emosi,
pengubah jati diri. Ia menjadikan kamu sebagai gladiator, memaksamu dengan
dogma kebebasan. Ia diam, tapi ia berbicara. Bila kamu mampu menyebarkannya,
maka ia akan menjadi catatan sejarah. Bila kamu mencoba melipatnya maka ia akan
tertidur indah, bila kamu mencoba bertanya padanya ia akan menjawab, dan bila
kamu mencoba menjadikannya bukti ia akan berkata “iya”.
Ia
adalah buku, kumpulan otak sang jenius, kumpulan ilmu misterius. Dengan buku
tatanan dunia dapat diubah, dengan buku pikiran seseorang dapat dibina. Tapi
siapa penciptanya? Penganalisis sempura, ia yang bekerja di balik cakrawala
ilmu dunia, penulis yang memegang kekuasaannya dengan kertas dan pena. Ini
tentang buku dan proses penciptanya, tentang kekuatan dan kuasanya. Bukti ini
semua terlihat pada biusan kata-kata yang ditulis oleh “Howard Zinn” dalam “Speaking
Truth to power with Books” bahwa buku merekam jejak sejarah, merekam semua
pengalaman hidupnya dan pembantai pola pikir manusia. Kita bisa lihat dalam
berbagai cerita hidupnya tentang menuliskan pengetahuannya dan bukunya. Ada
beberapa hal yang patut kita sorot permasalahannya, pertama, apa yang bisa dilakukan oleh sebuah buku. Kedua, pengaruh besar yang nyata oleh
buku. Ketiga, menguak pembahasan
Howard Zinn mengenai buku Sejarah Amerika nya. Keempat, buku sebagai pengubah tatanan dunia. Kelima, penciptaan buku sebagai salah
satu wujud literasi.
Sesuai
dengan cerita hidupnya bahwa buku merupakan penghasud pembacanya, buku dapat
merubah kehidupan seseorang. Dari mulai meracuni pola pikirnya, hingga meracuni
tindakannya. Buku beroperasi di banyak cara untuk mengubah kesadaran masyarakat, mari kita katakan ada sejumlah cara di mana buku dapat mengubah kesadaran.
Pertama, mereka dapat memperkenalkan sebuah ide yang pembaca tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Hal ini terjadi
pada banyak
dari kita. Ketika kita membaca Herman Melville,
Billy Budd, dan
kita dihadapkan dengan
situasi di mana semua orang mematuhi
hukum, semua orang patuh mengikuti
aturan. Pendeta ini
mengikuti apa yang dia pikir adalah
firman Allah dan semua orang lain mengikuti kata
beberapa otoritas, dan Billy Budd, seorang pria yang tidak bersalah, yang dihukum mati. Anda harus berpikir pada
saat itu, "Mungkin ada perbedaan antara hukum dan keadilan. "Mungkin aturan hukum harus diperiksa, dan mungkin otoritas tidak akan dihormati,
atau orang yang tidak bersalah akan mati.
Berikut ini
adalah ide lain yang mungkin terjadi kepada orang-orang, mungkin setelah
membaca
buku, terutama
jika mereka membaca sejarah ortodoks. Ini bisa menyerang seseorang bahwa kita tidak semua memiliki kepentingan yang sama. Ini bukan hal
yang mudah untuk datang
oleh karena
kita semua dihadapkan
dengan bahasa yang menganggap umum bunga untuk semua orang di negara ini. Kita diberitahu bahwa beberapa kebijakan
dalam “ Kepentingan
nasional, “bahwa sesuatu
harus dilakukan untuk”
keamanan
nasional, “
atau “ pertahanan nasional .
atau “ pertahanan nasional .
Jadi ya, ada
wawasan yang berasal dari buku-buku. Berikut lain, yang satu ini cerita dari Christopher
Columbus. Howard Zinn menuliskan cerita
menurut versinya sendiri tentang sejarah Amerika, yaitu “A People’s History of
the United States”. Dalam buku tersebut ia menuliskan cerita yang bertolak
belakang dengan cerita aslinya, bahwa dalam sejarahnya Colombus adalah seorang
pahlawan, Columbus penemu besar, Columbus pembaca Alkitab yang
saleh. Tapi dalam versinya untuk membaca
tentang Columbus
adalah sebagai
pembunuh, penyiksa,
penculik, mutilator
orang pribumi,
munafik, orang yang tamak mencari emas, bersedia untuk membunuh orang dan mencincang orang - itu mengejutkan. Ini yang tertulis di bab pertamanya, sehingga hal ini
menimbulkan banyak protes dari berbagai penduduk dunia. Zinn berani mengungkapkan
sisi gelapnya dalam pemberitaan sejarah Amerika dan komitmen
pada kaum subaltern dalam definisi Spivak: mereka yang terpinggirkan dalam
politik menarasikan sejarah. Sasaran tembaknya tak tanggung tanggung:
Christoper Colombus dan para sejarahwan yang menulis versi lugu dari kedatangan
para kolonis. Di dalamnya termasuk sejarahwan Harvard,
Samuel Elliot Morison.
Tulisan Zinn mengenai pemberitaan
Colombus rupanya perlu ditelusuri lagi, sebenarnya ia mungkin terlalu
“innocent” untuk mengatakan kebenaran yang terjadi. Ada suatu hal yang hilang
dari artikelnya, Colombus bukanlah satu-satunya orang yang pertama kali
menginjakkan kakinya di Amerika pada 12 Oktober 1492, tapi Dalam beberapa
catatan yang di dapat. Fakta menunjukkan 70 tahun sebelum Christopher berlayar
ke Amerika, telah lebih dulu laksamana muslim
dari China bernama CHENG HO yang menginjakkan kakinya di Amerika : the new land. Namun, jauh 5 abad
sebelum Columbus mengaku mendiami Amerika. Terdapat juga fakta yang tak kalah
pentingnya. Imigran muslim dari dinasti Umayyah di Andalusia telah lebih dulu
menginjakkan kakinya di Amerika, tanahnya orang Indian. Tidak sampai disitu,
imigran ini mendakwahkan Islam kepada suku-suku Indian di Amerika seperti
Iroquois dan Alqonquin. salahsatu imigran itu bernama Khashshah bin Said bin
Aswad.
Khashshah
bin Said bin Aswad yang tercatat dalam sejarah pada tahun 889 masehi telah
mendarat di benua itu. Dia seorang navigator muslim yang berasal dari Qordoba,
Spanyol. Sebagaimana kita ketahui, Spanyol saat itu merupakan pusat peradaban
Islam di Barat, di bawah pimpinan Khilafah Bani Umayah II. Dengan fakta ini,
maka benua Amerika termasuk benua yang sudah sejak awal mengenal ajaran Islam. Mungkin ke depan kita akan
mengatakan bahwa bangsa muslim lah yang sesungguhnya berhak disebut sebagai
penemu benua Amerika, bukan Amerigo Vespucci atau Colombus, sebab:
1. Vespucci baru menemukan benua itu
di tahun 1499-1500 Masehi. (Dia menjelajahi pantai
timur Amerika Selatan)
2. Colombus baru tiba di tahun 1492
Masehi.
3. Khashshash bin Said bin Aswad
yang sudah mendarat di benua itu di tahun 889 Masehi. Itu berarti 600 tahun
lebih dulu dari kedatangan keduanya.
Kedatangan
para pelaut muslim ke benua Amerika bukan sekedar bertujuan untuk piknik atau
jalan-jalan, tetapi menyebarkan agama terakhir yang Allah turunkan, yaitu
DIENUL ISLAM.
Mengenai
Laksamana Cheng Ho, selain itu sejarah juga mencatat bahwa Laksamana Ceng Ho menganut
agama Islam. Ia juga pernah mendarat di benua Amerika, ia
adalah seorang da`i muslim yang mendarat 70 tahun lebih awal dari Colombus. Namun
karena sejarah dunia ditulis oleh orang lain, maka fakta bahwa Ceng Ho mendarat
lebih dahulu dari Colombus seolah lenyap di balik kebohongan nyata. Bisa
dikatakan, bahwa beberapa suku di Amerika sudah mengenal adanya Islam salah
satunya Indian seperti
Apache, Cherokee, Sioux, Anasazi, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah (mirip
nama mekkah Al-Mukarramah), Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu,
dan Zuni. Begitu banyak bukti bahwa bangsa Indian sudah memeluk agama Islam.
Misalnya, beberapa tulisan cherokee abad ke-7 terpahat pada bebatuan di Nevada
sangat mirip dengan tulisan “Muhammad” dalam bahasa Arab.
Jadi
apa yang di tulis oleh political scientist,
Zinn mengenai bukunya, “A
People’s History of the United States” menyajikan kebohongan publik. Sebenarnya
colombus mengakui kebenaran bahwa ia bukanlah satu-satunya penemu benua Amerika
beserta dengan bawahannya, tapi ia tahu bahwa ada orang lain (Muslim) yang
datang lebih awal menjamah Amerika. Saat itu pada 21
Oktober 1492, dia melihat masjid dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai
Kuba. Ini menunjukkan bahwa Colombus pun mengakui bahwa sudah ada sejumlah
masyarakat di Amerika yang memeluk agama Islam, sebelum kedatangannya.
Jika Zinn mampu menuliskan sejarah Amerika
yang sebenarnya tentang sisi gelap Colombus, ia pasti juga tahu tentang siapa
penjelajah awal Amerika. Karena dalam buku Hal ini membuktikan bahwa buku juga bisa membalikkan
sejarah, menghasud penduduk dunia dengan tulisannya. Ini adalah wawasan yang bisa kita dapatkan dari sebuah buku bahkan
jika itu hanya mengisyaratkan.
Ini mungkin hanya tersirat dalam cerita, namun memiliki efek yang kuat.
Kami ingin tahu
apa yang dapat dilakukan lebih oleh
buku dan
mendapatkan setidaknya sebagian jawaban untuk pertanyaan - sebagian karena kita tidak berpikir
kita tahu persis apa buku
lakukan atau
apa yang menulis lakukan. Salah satu alasannya adalah bahwa
sangat langka untuk menemukan langsung garis antara penulisan buku dan perubahan kebijakan. Tapi saya pikir Anda dapat menemukan garis langsung,
dan Anda dapat menemukan era di mana tulisan-tulisan muncul dan
kesadaran masyarakat dibesarkan dan kebijakan
yang berubah, kadang-kadang
setelah puluhan
tahun berlalu. Lintasan panjang antara menulis dan
mengubah
kesadaran, antara menulis dan aktivisme dan kemudian mempengaruhi kebijakan publik, bisa berliku-liku dan
rumit. Tapi ini tidak berarti kita
harus berhenti
dari menulis.
Menulis
dalam konteksnya membuat orang lain mengetahui suatu informasi, seperti yang
diungkapkan oleh Keraf (1993:34) mengemukakan bahwa tujuan menulis adalah untuk
mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan
efektif kepada pembaca. Ini yang
nantinya akan menjadi pengaruh terhadap penulisan buku, menulis juga merupakan salah satu media
dakwah yang sangat bermanfaat dan daya sebarnya sangat luas, terlebih di zaman
berteknologi canggih seperti sekarang ini. Kita bisa menulis sebuah ilmu, dan
sesaat itu pula tulisan kita bisa dibaca dan terambil informasinya, menulis
adalah media propaganda tanpa harus terjun langsung tapi kita bisa menulisnya
di atas kertas.
Menulis bisa dijadikan sebagai media
komunikasi yang terbaik, berapa banyak para ilmuan dan analis menuliskan
ilmunya dalam buku yang berjilid-jilid, berapa banyak para motivator membukukan
gagasannya dalam bentuk tulisan, berapa banyak para intelektual mencoretkan
tinta-tinta informasi dan pengalamannya di lembaran kertas, berapa banyak para
pemimpin dunia menyebarkan propaganda kekuasaannya lewat tulisan, dan masih
banyak yang berapa banyak mereka
mempengaruhi orang lain lewat tulisannya tergugah, tergerak, termotivasi, dan
terbawa dalam perubahan setelah membaca sebuah tulisan. Menulis adalah media
komunikasi kita dengan orang lain, media untuk menyampaikan apa yang kita
inginkan, menyebarkan apa yang kita gagaskan, dan mengajak orang lain serta
menggiring mereka untuk ikut berfikir dan berkembang. Ini yang diberitakan
dalam tulisan Howard Zinn, bahwa mereka tergiring dan terhanyut dalam
tulisan-tulisan yang dijilid dalam sebuah buku .
Buku
adalah sarana pengubah dunia, Mungkin terdengar seperti sesuatu yang masih di
awang-awang dan tidak konkret. Walaupun begitu, sudah banyak penulis yang kita
kenal yang memiliki alasan tersebut dalam penulisannya, William Shakespeare,
Charles Dickens, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, nama-nama tersebut dapat
menjadi contoh orang-orang yang mampu bebas berekspresi lewat tulisan mereka.
Soal memengaruhi dunia, Aristotle, Charles Darwin, dan Karl Marx, mungkin dapat
menjadi contoh yang mudah dipahami banyak orang.
Selain
tokoh-tokoh di atas, di Indonesia sendiri ada seorang tokoh wanita yang hanya berjasa
dalam pemikirannya yang ditulis pada sebuah buku, ia bisa mengubah tatanan
dunia hingga sekarang, yakni R. A. Kartini. Ia adalah tokoh emansipasi wanita
Indonesia yang lahir di Jepara pada 1879 ini, telah mengubah dunia perempuan,
khususnya perempuan Indonesia, lewat tulisan-tulisannya. Tulisan Kartini memang
pada awalnya bukanlah sesuatu yang ditujukan pada khalayak melainkan
surat-surat yang berisi curahan hatinya dan segala pemikirannya yang ingin
disampaikan kepada temannya yang bertempat tinggal di Belanda. Kartini memiliki
pemikiran, yang mungkin pada zamannya dan pada tempat asalnya, tergolong cukup
keras dan radikal. Yang diinginkannya sebenarnya tidaklah muluk, yakni
kesejajaran antara kaum wanita dan laki-laki, kebebasan bagi wanita untuk
berekspresi, membuktikan eksistensi mereka tanpa harus ada dalam bayang-bayang
lelaki. Hal tersebut tertuang dalam suratnya yang dikirim kepada Nona
Zeehandelaar pada tanggal 25 Mei 1899.
“Jika
saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum
berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan
kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup
didalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah
keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.”
Keinginan
Kartini yang begitu kuat dituangkannya dalam tulisan-tulisan yang kemudian
dikirimkannya kepada temannya yang jauh di Belanda sana, dan akhirnya membuka mata
mereka bahwa di Jawa saat itu perempuan masihlah rendah derajatnya. Hingga
akhirnya setelah Kartini meninggal, seorang temannya berinisiatif membukukan
surat-surat Kartini, bukunya berjudul “Door Duisternis Tol Licht” atau
yang setelah diterjemahkan lebih dikenal dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Buku inilah yang telah membantu kaum perempuan, menemukan semangat untuk
memperjuangkan hak-haknya untuk menjadi sama dengan laki-laki, dan melihat
dunia dari sisi yang berbeda. Contoh ini adalah salah satu efek yang dirasakan
oleh buku, banyak wawasan yang dapat diambil, banyak juga mengubah paradigma
seseorang.
Seperti
banyak peryataan yang tergambar yang kita lihat, bahwa buku adalah sesuatu yang
sangat penting. Buku membutuhkan tulisan-tulisan yang informatif dan bersifat
persuasif, dalam hal ini mengatakan bahwa menulis juga merupakan hal yana amat
penting. Dalam tulisan Zinn di bagian akhir mengatakan “Ada sesuatu
yang penting bahwa menulis yang bisa melakukan, selain dari semua hal lain. Hal ini dimasukkan ke dalam kata-kata oleh Kurt
Vonnegut, yang sering
bertanya, "Mengapa Anda menulis?" Vonnegut akan menjawab, "Saya menulis sehingga Anda akan tahu ada orang yang merasakan hal yang Anda lakukan tentang dunia, bahwa Anda tidak sendirian. "Itu adalah hal yang sangat penting untuk
mencapai, untuk memiliki
orang-orang merasa bahwa mereka tidak
sendirian. Dan itu sesuatu
untuk Anda juga, penulis.”
Jadi
bagaimana sebenarnya rantai pembentuk tatanan dunia? Ini dimulai dari
provokator utama, yaitu membaca, penulis kemudian menuliskannya ke dalam sebuah
buku lalu di publish-kan ke seluruh penduduk dunia. Zinn dalam penggalan
ceritanya memulai aktifitasnya menjadi seorang aktivis dengan membaca buku
sewaktu ia masih terbilang muda, ia “mengawetkan” pengetahuannya dengan menulis
dan mempropagandakannya ke penduduk dunia lewat buku. Jadi apakah ini terbilang
bentuk literasi? Jawabannya adalah “Iya”.
Kita
bisa flashback sebentar dengan
perkataan Dr Chaedar Alwasilah, bahwa literasi diartikan melek huruf, kemampuan
baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis (Teale
& Sulzby, 1986; Cooper, 1993:6; Alwasilah, 2001). Maka dari itu, buku
adalah salah satu bentuk dari letarasi. Literasi sendiri tak jauh dengan
ketrampilan membaca dan menulis, dengan kemampuan pengembangan tatanan
masyarakatnya ke arah yang lebih tinggi, penciptaan masyarakat ke arah sosial
dan demokratis, peningkatan daya pikir dan manajemen pendidikan yang produktif,
itu semua adalah bagian dari tindakan literasi.
Dilihat dari sudut pandang Zinn, memang
benar itu merupakan bentuk literasi. Kemampuan menulisnya, kemampuan mengolah
kata sehingga banyak puluhan juta jiwa terenggut oleh dogma yang diberitakan
olehnya. Ia juga menjadi Quality Reader
dengan proses pencernaan yang sempurna dengan menyerap makna dari sebuah ribuan
naskah, sehingga mampu mengolahnya kembali dalam bentuk wacana. Zinn juga tak
kalah dengan julukannya sebagai seorang yang aktivis, dan political scientist
yang turut serta mengecap nama baiknya.
Banyak
tokoh yang namanya terus abadi, gagasan dan pemikirannya terus dikaji, karena
ia menuliskan sebuah buku. Sebaliknya, banyak tokoh yang namanya tenggelam
digerus zaman, karena tidak ada jejak tertulis yang diwariskan. Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu anhu pernah berkata, “Ikatlah ilmu dengan
menuliskannya”. Ucapan sahabat Ali ini menjadi sebuah renungan dan lecutan akan
arti penting menuangkan ilmu dan pengetahuan ke dalam bentuk tertulis seperti
buku. Ilmu yang hanya disimpan dalam otak penulisnya saja, tanpa ditulis, akan
berakhir setelah kematian sang pemiliki ilmu itu. Tapi ilmu yang “diikat” (baca:
ditulis) ke dalam bentuk buku, ia akan tetap bermanfaat, bahkan setelah pemilik
ilmu itu sendiri telah tiada.
Menyimpulkan
apa yang dikatakan oleh Howard Zinn, mengenai buku memang benar adanya. Buku merupakan
salah satu provokator yang disampaikan analis dunia, ilmuan dunia yang mampu
mengubah tatanan dunia. Dengan buku sesorang bisa mencuci otak manusia, dengan
buku seseorang bisa terjerat dalam rayuannya, dan dengan buku pula bisa
merecuni pikiran seseorang. Sehingga buku dalam ilmu pendidikan ialah sangat
penting karena ini salah satu tolak ukur kualitas pendidikan, entah itu membaca
, menganalisa atau menuliskan sebuah buku. Tapi ini juga dapat menjadi bumerang
bagi dunia bila tak memanfaatkan buku sebaik-baiknya, ini semua berada di
tangan kaum intelektual yang mampu mendayakannya.
Jadi
secara keseluruhan apa yang ditulis oleh Howard Zinn mengenai kajiannya dalam “Speaking Truth to Power with Books”,
terkait dengan pembentukan literasi. Zinn mampu membaca banyak buku dan
mempraktekannya kembali dalam bentuk naskah, sehingga ia menjadi seorang
aktivis dalam ilmu dunia dengan meninggalkan nama. Tapi ada salah satu bukunya
yang menjadi perbincangan media masa dunia, yaitu “A People’s History of the
United States”. Menyiratkan tentang
Cristopher Colombus sebagai maniak genosida, yang di tentang oleh
penduduk Amerika. Melihat sejarah palsu yang ditulis oleh Zinn rupanya banyak
menimbulkan perspektif masyarakat dunia, bahwa penemu benua Amerika sebenarnya
adalah seorang muslim dari Andalusia (Khashshah bin Said bin Aswad) dan china (Laksamana Cheng Ho). Ini yang di dapat dari
dampak bukunya yang mengubah dan membolak-balikkan sejarah dunia, ini adalah
kuasanya.
Referensi
-
http://jaririndu.blogspot.com/2011/10/tujuan-dan-kegunaan-menulis.html diakses tanggal 2 Maret 2014
-
http://edukasi.kompasiana.com/2010/08/21/penemu-benua-amerika-yang-sebenarnya-adalah-muslim-234412.html
diakses tanggal
1 Maret 2014
-
http://jakartabeat.net/kolom/konten/howard-zinn-dan-sejarah-orang-orang-kalah
diakses tanggal 2 Maret 2014
-
http://www.ivanaris.com/2011/03/colombus-bukanlah-penemu-benua-amerika.html diakses tanggal 2
Maret 2014
-
dukasi.kompasiana.com/2012/07/30/mengubah-dunia-lewat-menulis-bisakah-475257.html
diakses tanggal 2 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic