Apa kabar class review? Seperti
biasa, penggarapan class review ketujuh ini pun dikerjakan di waktu deadline.
Sebelumnya, saya harus merampungkan critical review terlebih dahulu agar
konsentrasi saya tidak terpecah-belah dalam penulisan class review ini. Setelah
kemarin bercengkrama dengan Columbus dan Howard Zinn, kini saatnya berkenalan
dengan tamu baru kita yaitu Milan Kundera. Tapi sebelum itu, saya akan membahas
apa yang saya dapat dari pelajaran minggu ini terlebih dahulu.
Dalam setiap pertemuan, pasti ada
hal-hal baru yang kita dapat di setiap minggunya. Hal itu menunjukkan betapa
pengetahuan yang kita miliki itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
pengetahuan yang belum kita ketahui diluar sana. Pada satu topik saja bisa
melahirkan banyak sekali pengetahuan yang berhubungan dan saling berkaitan satu
sama lain. Selain itu, setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda dalam
menanggapi suatu masalah. Hal itu di pengaruhi oleh ideology yang diadopsi
setiap individu dalam sosial.
Dalam class review ini, saya akan
membahas tentang keterkaitan Literasi terhadap Sejarah dan faktor-faktor
lainnya. Seperti yang kita ketahui bahwa sejarah itu diciptakan oleh kaum
Literat. Itu artinya, kita mengetahui sejarah itu melalui upaya kaum Literat. Sejarah
dikaji oleh Historian maupun Linguist yang tujuannya yakni sama-sama ingin
memahami value. Berbicara tentang value
tentunya kembali lagi pada ideology, karena value sendiri dihasilkan dari
ideology. Oleh karena itu, memahami atau mengkaji value dalam sejarah artinya
menelaah ideology yang berkembang dalam sejarah. Kemudian, dari situ kita dapat
menyimpulkan sejarah atau menemukan hal-hal baru dari sejarah.
Menurut Milan Kundera sendiri,
selain Historian dan Linguists, Poet juga turut berperan dalam hal pengkajian
sejarah. Ketiga aspek tersebut memiliki tujuan yang sama dalam mengkaji
sejarah. Hanya saja cara pengkajiannya, masing-masing memiliki cara yang
berbeda. Disinilah tugas kita untuk mengungkap kemungkinan-kemungkinan yang
tersembunyi serta menemukan hal baru
dalam hal tersebut. Selain itu, kita tidak boleh menerima mentah-mentah
asumsi-asumsi yang telah lama beredar dan nyata di depan gerbang. Tugas kita
yaitu menelaahnya dan membuktikan kebenarannya. Hal itu merupakan kewajiban kita
sebagai kaum Literat. Seperti yang Firestone (Hobbs, 1998) yang melihat
literasi sebagai “kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuknya”. Artinya, seseorang baru bisa
dianggap literat jika ia kritis terhadap isi media serta dapat memproduksi
informasi baru.
Dalam sebuah komen, Milan Kundera
(Dalam L’Art Duroman, 1486) menyatakan bahwa “Menulis berarti bagi penyair atau
penulis untuk menghancurkan dinding yang dibaliknya terdapat sesuatu yang
selalu tersembunyi disana”. Dalam hal ini, peran seorang penyair itu kurang
lebihnya sama dengan Historian yang sama-sama menemukan (discover) daripada
menciptakan. Sejak histori itu adalah proses yang tidak pernah berakhir dari
kreasi manusia, bukankah hal itu juga merupakan alasan yang sama dalam proses
tanpa akhir dari penemuan pribadi manusia. Dalam hal ini tentunya selagi sejarah itu terus berlanjut, pasti akan ada
hal-hal baru yang selalu di temukan di dalamnya. Milan Kundera sendiri merupakan
seorang penulis yang mengembangkan literasi lewat karya sastranya. Kebanyakan
pemikirannya dalam seni dan politik merupakan objek dari literary
experimentation dalam novel-novelnya.
Pentingnya literasi terhadap sejarah
diperkuat dengan pernyataan Hendrik Hartog dalam sebuah “Journal of American
History Roundtable” pada pernyataan dari historical practice. “seseorang
(praktis) yang kita semua terikat sebagai historian adalah membaca”. Hal itu
menunjukkan bahwa untuk menghancurkan dinding penghalang, seperti yang
dikatakan oleh Milan Kundera, alat yang kita gunakan adalah Literasi. Dengan
literasi, kita dapat menelaah sesuatu yang tersembunyi dalam berbagai aspek,
salah satunya adalah sejarah. Selain itu, dalam sebuah artikel yang ditulis
oleh Daisy Martin menyebutkan bahwa “history memerlukan jenis-jenis tertentu
dari strategi-strategi membaca dan menulis”. Dari sini kita dapat menyimpulkan
bahwa untuk mengkaji suatu sejarah, diperlukan strategi-strategi khusus dalam
aspek writing dan reading. Jenis hal itu merupakan salah satu bentuk praktek
literasi.
Kasus tersebut sama halnya dengan
apa yang ditulis oleh Howard Zinn terhadap Columbus. Ia sebagai historian
mengungkapkan sejarah melalui tulisan. Sama pula halnya dengan Milan Kundera
yang menyajikan lewat karya sastra. Mereka sama-sama mengkaji sejarah. Namun,
dalam hal ini ideology mereka jelas berbeda. Howard Zinn sendiri merupakan
historian sedangkan Milan Kundera merupakan Novelist. Meskipun mungkin
tujuannya sama, namun cara mereka menyajikan sesuatunya itu yang berbeda. Di
sinilah ideology mempengaruhi hal tersebut. Begitupun dengan Linguists. Mereka
memiliki ideology dan cara sendiri dalam menanggapi sejarah.
Pada intinya literasi merupakan
penghubung antara sejarah dengan kaum literat. Literasi juga dapat dikatakan
sebagai sebuah instrumen dari sejarah. Hal itu karena literasi sangat berkaitan
erat dengan keberadaan sejarah. Sementara sejarah sendiri dikaji oleh kaum
literat seperti Poet, historian ataupun linguists yang berkecimpung di dunia
tulisan.
Kesimpulan dari penulisan class
review ini yakni sejarah itu berkaitan dengan literasi. Didalam sejarah,
terdapat proses literasi yang menjadikan sejarah itu ada. Sementara penghubung
antara kita dengan sejarah pun melalui proses literasi. Dari proses tersebut,
tugaskaum literatlah sebagai pengungkap misteri yang tersembunyi di dalam
sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic