We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Senin, 17 Maret 2014

Literacy dalam Sosial (6th Class Review



Berkecimpung dengan class review. Bosan? Tentu saja. Tapi, hal itu sudah terbiasa. Jalani saja apa yang seharusnya dilakukan dan tetap jaga stamina. Toh, it is all for my sake. Kenyataannya, dengan cara seperti itu saya jadi merasa benar-benar seorang mahasiswa. Dan, inilah class review keenam yang saya tulis di hari-hari deadlineku. Padahal, minggu lalu saya mendapat trouble di hari deadline. Tampaknya rasa jera tidak kunjung bersemi di diriku. Tapi anehnya, ide-ide selalu muncul pada saat deadline. Dari sinilah saya mulai percaya pada yang namanya “The Power of Kepepet”.
            Sudah cukup basa-basinya, sekarang saatnya mempreteli materi yang saya dapat kemarin. Meski sejujurnya saya kekurangan data untuk memenuhi lembar-lembar kosong ini. Atau sebenarnya saya yang kurang paham dengan materi kemarin. Saya hitung itu sebagai alasan. Pada pertemuan kemarin, perasaan saya sedang benar-benar campur aduk. Ditambah lagi criteria free-writing yang harus dicapai. Intinya, produksi kita kali ini harus benar-benar bersih dari dosa.
            Sebagai orang  literat, tugas kita yakni untuk mengeksplor atau mendalami sebuah wacana atau hal-hal baru di sekitar kita dengan cermat. Kata kunci bagi kaum literat salah satunya yakni :

            Boleh kita meniru dari apa yang sudah lebih dulu diciptakan atau digagas orang lain. Setelah itu, dari aspek tersebut kita dapat menemukan hal baru dari pemikiran sebelumnya. Kemudian tahap selanjutnya yakni menciptakan sesuatu yang baru. Selain itu, kita juga harus mempelajari sesuatu, memahaminya, dan memaknainya. Bagaimana cara kita memaknai tulisan itu tergantung pada apa yang kita pahami dan pelajari.
            Dalam sebuah tulisan, pasti terdapat value atau nilai di dalamnya. Selain nilai, biasanya sebuah tulisan mengikuti ideology penulisnya. Seperti yang dinyatakan Fowler (1996:10): ”Seperti historian critical linguist bertujuan untuk memahami values yang berhubungan dengan social, ekonomi, susunan politik dan secara diakronik mengubah nilai-nilai dan mengubah susunan”. Selain itu, ideology juga merupakan sebuah perantara dan instrument daripada proses historical (Fowler, 1996:12).
ð  Critical linguist menolak mimetic view dari bahasa sebagai sebuah value-free atau bebas value, perantara transparan yang mencerminkan kenyataan. Semua representasi diantarkan, dicetak melalui value-system, berakar pada perantara (dalam hal ini adalah bahasa) lama untuk representasi (fowler, 1996:4).
ð  Bahasa sebagai sebuah susunan gabungan dari perilaku social yang akan secara pasti dan inextricably diikat dengan konteks sociopolitical pada fungsinya. Bahasa tidak digunakan dalam contextless vacuum. Melainkan, digunakan dalam host of discourse contexts, konteks-konteks yang dibuahi dengan ideology dari system social dan institusi-institusi. Hal itu karena bahasa bekerja dalam dimensi social tersebut. Hal itu harus dari reflek keharusan dan beberapa pendapat, construct ideology (Simpson, 1993:6).
Dalam hal ini, jelas bahwa ideology merupakan pemegang kendali daripada literasi itu sendiri. Ideology sendiri tidak lepas dari kepentingan social dan politik, serta aspek-aspek lain yang berpengaruh dalam kehidupan social. Proses tersebut akan menghasilkan nilai atau values.
ð  Ideologis menurut pandangan Norman Fairclough (1989:2) dalam bukunya yang berjudul “Language and Power”
Ideologies secara jelas dihubungkan pada power, karena sifat dari asumsi secara ideology tertanam dalam kebiasaan tertentu. Maka sifat dari kebiasaan itu sendiri tergantung pada hubungan power dengan kebiasaan tersebut, dan juga karena mereka adalah sebuah maksud atau arti yang mengesahkan keberadaan hubungan-hubungan social dan perbedaan dari power. Secara sederhananya, melalui perulangan lazim,cara yang familiar pada sikap yang mengambil hubungan ini dan perbadaan power untuk dikabulkan. Ideology juga secara jelas dihubungkan pada bahasa, karena menggunakan bahasa merupakan bentuk yang paling umum dari perilaku social. Selain itu, bentuk dari perilaku social dimana yang paling bertumpu pada ‘common-sense’ assumption. Akan tetapi, meskipun kepentingannya terhadap bahasa, konsep ideology sudah sangat jarang terpikirkan dalam diskusi-diskusi bahasa dan power dalam linguistic, yang mana hal tersebut sistematik dari kelimitannya.
Dalam hal ini, berarti aktivitas social pun ikut berperan dalam proses menghasilkan suatu teks. Kita dapat melihat gambarannya di bawah ini :
Pada gambaran tersebut, dapat kita ketahui bahwa teks atau produk itu duhasilkan melalui proses atau tahap yang tergambar dalam gambaran tersebut. Sementara ideology sendiri dipengaruhi dalam social conditions of production. Hal itu dikarenakan proses tersebut tidak lepas dari pengaruh aktivitas social disekitar.
            Dengan begitu, dapat kita pahami hal-hal tersebut sebagaimana yang dikatakan fowler (1996) bahwa ideology merupakan sesuatu yang hadir dimana-mana (omnipresent)dalam setiap text (spoken, written, audio, visual ataupun gabungan dari aspek-aspek tersebut. Dan juga produksi teks sendiri tidak pernah netral (Fairclough 1989;1992;1995;2000), karena dalam sebuah teks pasti mengacu pada ideologi si penulis sebagai ‘source’ dari tulisan tersebut. Dalam meneliti penempatan ideologi dari teks dengan melihat ideasional teks, interpersonal dan textual meaning banyak meminjam systemic functional grammar dalam pelaksanaannya.
            Secara khusus, Janks (1997) mensugestikan untuk mencari pengiring dalam sebuah textual analysis yaitu :
1.      Lexucalisation
2.      Patterns of transitivity
3.      The use of active and passive voice
4.      The use of nominalisation
5.      Choices of mood
6.      Choices of modality or polarity
7.      The thematic structure of the text
8.      The information focus
9.      Cohesion devices.
Dari poin-poin di atas tersebut, kita dapat menelaah sebuah teks dengan menggunakan metode tersebut. Sementara dalam sebuah teks, aspek-aspek yang ada di dalamnya terbilang cukup kompleks. Masih seputar ideology, Fairclough (1989:3) menyatakan bahwa ideologi secara keseluruhan hadir dalam bahasa. Fakta tersebut seyogyanya berarti bahwa sifat ideologis dari bahasa harus menjadi salah satu dari tema-tema penting dari ilmu sosial modern.
Dari apa yang dikatakan Fairclough (1989:3), inti dari apa yang ia nyatakan hampir serupa dengan Fowler (1996) bahwa ideologi itu terdapat pada setiap teks. Hal itu berarti sebuah teks tidak lepas dari pemikiran atau ideologi penulisnya, dan juga temayang terkandung dalam tulisan tersbut tidak lepas dari keadaan atau situasi sosial. Dari ideologi tersebut, maka setiap tulisan yang ditulis oleh orang yang berbeda, meskipun intinya sama, pasti akan menggunakan metode yang berbeda sesuai dengan ideologi penulisnya. Dan hal tersebutlah yang akan mempengaruhi pembaca dalam menanggapi sebuah tulisan.
Kesimpulan :
            Dari apa yang saya tulis dalam class review keenam ini, mencakup literasi  dalam dunia sosial dimana ideologi sangat berpengaruh didalamnya. Hal itu karena, sebuah teks yang dihasilkan dari seorang penulis pasti memiliki ideologi si penulisnya. Ideologi tersebut mencakup tujuan penuli dalam memproduksi sebuah teks. Dari hal tersebut, maka terdapat yang namanya “values” dalam sebuah tulisan. Kedua aspek tersebut sangat erat kaitannya dengan proses literasi. Ideologi sendiri dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana penulis menerima pemikiran tersebut. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa setiap tulisan itu memiliki ideologi dan value yang berbeda, mengikuti pemikiran penulisnya.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic