Class Review 7
Pada tanggal 18 Maret 2014, kami
masih membahas Critical Review tentang Columbus dengan Howard Zinn. Pada
pertemuan kali inikami sudah memasuki
Class Review ke-8, sehingga paper 1000kata yang kami buat harus dikumpulkan.
Selain itu, Mr. Lala mengatakan penulisan “Referensi” pada Critical Review
harus mengacu pada Apa Style. Do you
know Apa Style ?
Gaya
penulisan daftar pustaka menurut APA (American
Psychological Association) adalah gaya yang mengikuti format Harvard. Beberapa ciri penulisan daftar
pustaka dengan APA style adalah:
1.
Tanggal publikasi dituliskan setelah
nama(-nama) pengarang.
2.
Referensi di dalam isi tulisan
mengacu pada item di dalam daftar pustaka dengan cara menuliskan nama belakang
(surname) pengarang diikuti tanggal penerbitan yang dituliskan di antara
kurung.
3.
Urutan daftar pustaka adalah
berdasarkan nama belakang pengarang. Jika suatu referensi tidak memiliki nama pengarang
maka judul referensi digunakan untuk mengurutkan referensi tersebut di antara
referensi lain yang tetap diurutkan berdasarkan nama belakang pengarang.
4.
Judul referensi dituliskan
secara italic. Jika daftar pustaka ditulis tangan maka judul
digarisbawahi.
Berdasarkan
jenis referensi, berikut ini adalah panduan dan contoh penulisan daftar pustaka
berdasarkan APA style:
Buku, Pola dasar
penulisan referensi berjenis buku adalah:
Nama Belakang Pengarang, Inisial.
(tahun penerbitan). Judul buku (Edisi jika edisinya lebih dari
satu). Tempat diterbitkan: Penerbit.
Contoh:
Bray, J., & Sturman, C. (2001). Bluetooth: Connect without wires.
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Artikel
jurnal, Pola dasar penulisan referensi berjenis artikel jurnal
adalah:
Nama Belakang Pengarang, Inisial. (tahun penerbitan).
Judul artikel. Judul Jurnal, Nomor volume – jika ada (Nomor issue),
nomor halaman awal dan akhir dari artikel.
Contoh:
Tseng, Y.C., Kuo, S.P., Lee, H.W., & Huang, C.F.
(2004). Location tracking in a wireless sensor network by mobile agents and its
data fusion strategies. The Computer Journal, 47(4), 448–460.
Paper yang
diterbitkan di dalam proceeding
Nama Belakang Pengarang, Inisial.
(tahun penerbitan). Judul artikel. In Inisial Editor Nama Belakang Editor (Ed.), Judul
proceedings (pp. halaman awal–halaman akhir). Tempat penerbitan:
Penerbit.
Contoh:
Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003).
Lightweight sensing and communication protocols for target enumeration and
aggregation. In M. Gerla, A. Ephremides, & M. Srivastava (Eds.), MobiHoc
’03 fourth ACM symposium on mobile ad hoc networking and computing (pp.
165–176). New York, NY: ACM Press.
Halaman web,
Pola dasar penulisan referensi berjenis halaman web adalah;
Nama Belakang Pengarang, Inisial.
(tahun situs diproduksi atau tahun penerbitan dokumen). Judul dokumen.
Retrieved from situs sumber
Note: Jika
tanggal tidak ada maka gunakan n.d.
Contoh:
Alexander,
J., & Tate, M. A. (2001). Evaluating web resources. Retrieved
from Widener University, Wolfgram Memorial Library website: http://www2.widener.edu/Wolfgram-Memorial-Library/webevaluation/webeval.htm
Sumber:
Bibliographic references Harvard format APA style. (2011).
Retrieved from University of Portsmouth website:http://www.port.ac.uk/library/guides/filetodownload,137568,en.pdf
Remaja sekarang lebih mengenal nama
artis daripada nama pemikir atau penulis besar. Itu memberikan gambaran bahwa
kita jarang membaca karya sastra. Kita hanya menonton film Laskar Pelangi, Sang
Pemimpi, Negeri 5 Menara dan Ayat-Ayat Cinta, tetapi mereka tidak membaca
novelnya. Padahal membaca novel dan menonton filmnya itu
adalah sesuatu yang berbeda, seperti yang dikatakan Andrea Hirata,
penulis Laskar Pelangi, dalam Metro Pagi, Minggu, 25 November 2012. Konon
kabarnya Laskar Pelangi juga akan diangkat ke Hollywood. Membaca karya sastra
adalah pertemuan batin antara pembaca dan penulisnya. Ada pergulatan
intelektual di dalamnya. Ide penulis yang disalurkan lewat cerita belum tentu
diamini begitu saja oleh kita sebagai pembaca. Pembaca juga berhak
membangun persepsinya sendiri. Namun, kadang kita juga mengangguk setuju
dengan apa yang dikatakan penulis dan kemudian kita mengagumi kecemerlangan
gagasannya. Dalam membaca, ada pengalaman yang tak dapat diungkapkan dengan
kata-kata ketika perasaan kita teraduk-aduk oleh konflik. Konflik dalam novel
disajikan melalui narasi dan dialog yang sangat memperkaya bahasa pembaca.
Sedangkan, dalam film konflik disajikan melalui gambar dan efek yang
justru akan menjauhkan kita dari literasi.
Kemampuan membaca dan menulis menjadi
indikator peradaban suatu bangsa. Kemampuan membaca dan menulis suatu bangsa
tercermin dalam sastranya. Jika sastra berkembang dengan pesat dan diapresiasi
(dibaca) dengan baik oleh masyarakat suatu bangsa, itu tandanya literasi suatu
bangsa meningkat. Jadi ada hubungan yang erat antara sastra dan literasi.
Selain itu, sastra juga menjadi sarana penting dalam pertumbuhan peradaban
karena sastra mendokumentasikan peradaban suatu bangsa. Tujuan pembelajaran
sastra adalah untuk membentuk sikap kritis dan kreatif serta kepekaan terhadap
fenomena kehidupan di lingkungan sosial budaya maupun alam sekitar. Selain itu,
sastra dapat menumbuhkan kehalusan budi pekerti, menguatkan karakter bangsa, dan
meningkatkan minat membaca.
Sumber:
Sujati,
S. (2013, Agustus). Esai Pembelajaran
Sastra. Retreived from http://parcel-edukasi.blogspot.com/2013/08/esai-pembelajaran-sastra.html
Untuk seseorang yang menganggap dunia sebagai intelektual yang
serius, Milan Kundera memiliki rasa
humor yang aneh. Novelnya menggambarkan sebuah dunia. Novelis mengajarkan
pembaca untuk memahami dunia sebagai pertanyaan. Kundera lahir di Brno,
Czechoslovkia pada tahun 1929. Kundera tertarik pada filsafat Marxis, yang
tampaknya menjanjikan kebebasan baru dan perdamaian. Karya-karya sastra pertama
yang diproduksi (tiga jilid puisi dan drama). Novel pertama Kundera (The Joke)
menyangkut seorang pemuda yang dibesarkan atas tuduhan politik setelah mengirim
kartu pos untuk pacarnya. Komentar Milan Kundera (di L'Art duroman, 1986): “untuk menulis,
berarti untuk penyair untuk menghancurkan dinding dibelakang yang selalu ada.
Dalam hal ini, tugas penyair tidak berbeda dari karya sejarah, yang juga
menemukan dan menciptakan Sejarah seperti penyair, mengungkapkan dalam situasi
yang selalu baru, kemungkinan manusia sampai sekarang tersembunyi. Menurut Kundera, ada 4 novelis besar Eropa, yaitu:
Franz Kafka, Hermann Broch, Robert Musil dan Witold Gombrowicz.
Kesimpulan:
Kemampuan
membaca dan menulis menjadi indikator peradaban suatu bangsa. Kemampuan membaca
dan menulis suatu bangsa tercermin dalam sastranya, karena sastra
mendokumentasikan peradaban suatu bangsa. Contoh: Jika kita ingin mengetahui
Indonesia pada masa kemerdekaan kita bisa membaca karya sastra Angkatan 45-an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic