Fakta Yang Terkontaminasi
Serangkaian kata yang tercipta dan dihidupkan oleh makna terjadi
dalam sebuah tulisan. Serangkai kata tersebut diabadikan didalam
berlembar-lembar kertas. Jenis kertas apapun itu dia sungguh bermanfaat bagi
orang banyak. Bukan kertasnya yang paling bermanfaat. Namun apa yang ada
didalamnya sungguh bermanfaat dan penuh kekuatan. Di dalamnya layaknya terdapat
seribu pedang yang mampu menembus kebodohan. Didalamnya terdapat berbagai wawasan
dan pengetahuan yang tanpa disadari atau tidak, mampu mengubah hidup kita.
Mengubah hidup lewat jalan yang sangat krusial. Dimana seseorang bahkan akan
melanjutkan nafasnya atau tidak berhubungan dengan hal ini. Pola fikir. Buku yang berisi ribuan atau
bahkan jutaan kekuatan yang tertangkap lewat kata dapat mengubah pola pikir.
Lantas kemudian merubah hidup seseorang.
Perubahan yang terjadi terhadap kehidupan manusia lewat buku tidak
lain karena dia telah menambah wawasan. Sangatlah berbeda orang yang mempunyai
banyak wawasan dengan orang yang kurang berwawasan dalam menjalani hidupnya.
Orang yang mempunyai banyak wawasan dan pengetahuan dalam hidupnya tentu saja
akan selalu mengalami suatu kemajuan yang baik. “this book changed my life”
terdengar seperti lantunan syair dan ayat yang membius kita untuk menyegerakan
membaca apa saja dalam menambah ilmu pengetahuan.
Ternyata kalimat diatas juga mampu membius saya setelah membaca
artikel Howard Zinn yang bertajuk “ speaking truth to power with books” banyak
wawasan dan pengetahuan yang terkandung dalam artikel tersebut. Namun pada
intinya artikel tersebut menyatakan tentang suatu kebenaran suatu keadaan,
kebenaran yang sebenar-benarnya tanpa ada andil dari anggapan-anggapan orang
lain, terutama pihak-pihak yang nantinya akan merasa diuntungkan.
Howard Zinn (24 Agustus 1922 - 27 Januari 2010) adalah seorang
sejarawan, penulis naskah, dan aktivis. Dia menulis Sejarah A Rakyat klasik
dari Amerika Serikat, "sejarah brilian dan bergerak dari rakyat Amerika
dari sudut pandang mereka yang nasib sebagian besar telah dihilangkan dari
sebagian besar sejarah." Zinn dibesarkan di Brooklyn dalam kelas pekerja,
imigran rumah tangga. Pada 18 ia menjadi seorang pekerja galangan kapal dan
kemudian terbang misi bomber selama Perang Dunia II. Pengalaman ini membantu
membentuk oposisinya terhadap perang dan gairah untuk sejarah.
Uraian diatas menunjukan kepada kita betapa hebatnya manfaat membaca
Seperti halnya pepatah mengatakan bahwa “membaca buku ialah membuka jendela
dunia”. Hal itu karena lewat membaca kita mengetahui segala informasi yang
berada di bumi bagian seberang. Lewat membaca kita menjadi tahu apa yang tidak
kita tahu.
Selain kegiatan membaca dapat mengubah kualitas hidup seseorang
menjadi lebih baik, ternyata membaca dapat mengubah pola pikir seseorang pula.
Dalam artikel yang bertajuk ‘speaking truth to power with books’ yang ditulis
oleh Howard Zinn, terdapat pernyataan sang penulis menyatakan bahwa membaca buku
dapat memengaruhi pembaca. Bahkan lebih luas lagi buku dapat memengaruhi dunia.
Lewat bagaimana buku memengaruhi pembaca, kemudian apa yang pembaca lakukan,
kemudian apa kaitannya yang pembaca lakukan dengan orang lain. Selanjutnya, apa
yang orang lain lakukan sehingga berpengaruh pada dunia.
Hal diatas seperti apa yang didapatkan oleh Howard Zinn ketika dia bertanya
pada salah seorang mahasiswa yang tengah membaca buku. Buku dapat memengaruhi
pembaca. Buku tentu saja dapat memengaruhi pembaca. Seperti halnya menuangkan
air ke dalam gelas kosong. Ilmu adalah airnya dan gelas kosong adalah otak
kita. Otak kita akan selalu terisi oleh air jika kita rajin membaca. Selain
itu, apabila ilmu yang kita dapatkan sudah banyak maka seharusnya ilmu itu meluber
untuk sekitarnya. Jadi dapat kita tarik kesimpulan bahwa membaca dapat
memengaruhi pembaca dan sekitarnya maupun dunia.
Kegiatan membaca akan lebih bermanfaat lagi ketika membaca dapat
direfleksikan ke dalam sebuah tulisan. Menurut bapak Chaedar Alwasilah Penulis yang baik ialah pembaca yang baik. Namun
pembaca yang baik belumlah tentu penulis yang baik. Hal ini benar adanya.
Semua penulis yang baik pasti pembaca yang baik karena dia dapat menulis dengan
baik lewat penuangan ide-ide yang disaring dari kegiatan membacanya. Mungkin
pembaca jenis inilah pembaca yang berkualitas atau biasa disebut (qualified
reader).
Sementara itu, pembaca yang baik belumlah tentu penulis yang baik.
Karena tidak semua pembaca dapat menulis. Diibaratkan dalam sebuah restaurant.
Pelanggan tahu mana masakan yang rasanya enak dan mana yang tidak. Namun
pelanggan yang mengerti rasa bukan berarti chef. Chef tahu mana masakan yang
layak dicicipi untuk pelanggan sekaligus dia tahu bagaimana cara membuatnya dan
menyajikannya. Jadi, pembaca yang baik seharusnya dapat menjadi penulis yang
baik untuk dapat merubah dunia. Pernyataan ini yang ternyata luput dari
artikel Howard Zinn yang berjudul ‘speaking truth to power with books’. Menjadi
pembaca yang baik sekaligus penulis yang baik mengingatkan kita tentang betapa pentingnya
literasi.
‘literacy is not simply knowing how to read and write a particular script
but applying this knowledge for specific purpose in specific contexts of use’ Scribner and Cole (1981: 236)
Isi dari suatu bacaan hendaknya berisi informasi tentang suatu
situasi yang menuntun seseorang untuk mencari tahu apalagi yang tersembunyi
darinya. Maka, penulis haruslah menyajikan informasi-informasi yang bersifat
baru ataupun belum pernah diketahui oleh khalayak ramai atau setidaknya belum
banyak yang tahu mengenai informasi tersebut dengan syarat melalui gerbang
keberangkatan tanda Tanya bagi sang penulis.
Ternyata hal ini juga yang dilakukan oleh Howard Zinn sehingga dia
dapat menggemparkan orang seantreo khusunya warga Amerika. Bukunya yang
berjudul “A People's History of The United States” telah mendapat beberapa
kecaman bagi warga Amerika.
Semua orang pasti mengetahui siapa Christoper Colombus. Bukan hanya
masyarakat Amerika saja yang mengetahui siapa dia bahkan orang seluruh dunia tahu
siapa itu Christoper Columbus. Sejarah yang diajarkan selama ini mengajarkan
bahwa Christoper Colombus ialah penjelajah dunia yang menemukan benua Amerika.
Sejarah ini tidak hanya di dapatkan di bangku sekolah. Di luar sekolah pun
mereka dapatkan sejarah mengenai orang-orang hebat terutama Christopher
Colombus. Hal ini terbukti dengan ditemukannya komik-komik edukasi anak usia
dini juga menceritakan sejarah tentang colombus. Maka tak ayal lagi jika semua
orang di seluruh dunia mempunyai pengetahuan bahwa Christoper Colombus adalah
penemu benua Amerika.
Namun hal ini berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Howard Zinn. Dia
mematahkan apa yang selama ini dipercayai oleh orang mengenai Colombus. Dalam
artikelnya dia menceritakan sedikit isi bukunya yang menceritakan tentang
Christoper Colombus. Buku inilah yang menjadi sorotan warga Amerika pada saat
itu. Dimana Howard Zinn mengemukakan bahwa Christopher Colombus ialah pembunuh,
ia membunuh dan memutilasi suku-suku asli Amerika pada masa itu. Dia juga
berpendapat bahwa Christoper munafik dan hanya ingin mencari kekayaan-kekayaan
yang dia cari selama ini. Seperti halnya penjelajah-penjelajah lain yang
berasal dari eropa.
Lantas pada kenyataannya mana yang benar dan mana yang salah dapat
diketahui melalui bukti. Mengapa Howard Zinn dapat menyatakan hal demikian
karena dia mendapatkan bukti bahwa memang begitu faktanya. Dia juga menuliskan
buktinya dalam buku-bukunya mengenai apa yang Colombus nyatakan dalam bukunya.
"They ... brought us parrots and balls of cotton and spears
and many other things, which they exchanged for the glass beads and hawks'
bells. They willingly traded everything they owned.... They were well built, with
good bodies and handsome features.... They do not bear arms, and do not know
them, for I showed them a sword, they took it by the edge and cut themselves
out of ignorance. They have no iron. Their spears are made of cane…. They would
make fine servants.... With fifty men we could subjugate them all and make them
do whatever we want."
Dilihat dari contoh diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat
sesuatu yang baru mengenai fakta. Fakta menurut kamus besar bahasa Indonesia
ialah hal yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
Sedangkan menurut sumber lain fakta ialah ialah segala sesuatu yang tertangkap
oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu
kenyataan. Dalam istilah keilmuan fakta adalah suatu hasil pengamatan yang
objektif dan dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun.
Jadi, seperti yang telah kita ketahui dan banyak orang ketahui
bahwa fakta merupakan suatu hal atau kejadian yang benar-benar terjadi. Namun
pada dasarnya fakta juga dapat merupakan interpretasi makna dari sebuah
pengamatan. Jadi, fakta sebenarnya tidak murni secara keseluruhan bahawa fakta
adalah sesuatu hal yang benar-benar terjadi.
Seperti apa yang nyatakan oleh Howard Zinn dalam artikelnya
mengenai fakta. Tidak ada fakta yang murni atau alamiah, yang ada hanyalah
fakta yang telah dipengaruhi oleh anggapan. hal inilah yang membuat fakta tidak
murni dan merupakan interpretasi dari suatu kejadian. Sementara yang kita ketahui
isi kepala orang berbeda. Jika kita menanyakan kepada sembilan orang mengenai
pendapat mereka tentang suatu hal tentu saja jawabannya akan berbeda. Mereka mempunyai
anggapannya sendiri berdasarkan tujuan mereka. Lalu bagaiman dengan literasi
Terlebih lagi terkadang fakta-fakta yang telah terengaruh oleh
anggapan-anggapan seseorang dapat dipengaruhi pula oleh beberapa faktor.
Misalna faktor pemerintahan atau politisi yang berkepentinga. Misalnya saja kekuasaan
kadang digunakan untuk memaksakan interpretasi politis yang benar dari suatu
pengamatan. hal diatas juga sangat jelas digambarkan atau dicontohkan oleh
Howard Zinn dalam artikelnya dimana seorang guru besar berkata bahwa kita harus
mengatakan fakta presiden Amerika bahwa kita juga harus mengatakan fakta.
Mungkin dibenak kita ketika kita mengatakan fakta, yang ada dalam
bayangan kita, fakta adalah suatu kejadian yang benar-benar terjadi. Namun
sebenarya fakta memang kejadian yang benar-benar terjadi tetapi dengan syarat
kejadian tersebut dilihat oleh mata kita sendiri. Lain halnya dengan fakta yang
disampaikan oleh orang. Dari orang lain ke orang lain. Hal ini tentu saja fakta
merupakan terinterpretasi dari anggapan beberapa orag.
Fakta sebenarnya hanya kejadiannya saja. Jadi, apabila fakta yang
berupa kejadian terdapat pertanyaan alasan itu sudah barang tentu fakta sudah
bercampur baur dengan anggapan-anggapan seseorang.
Dari pernyataan di atas dapat kita ketahui bahwa pemerintah atau
politik yang berkuasa dapat memengaruhi fakta-fakta yang beredar dikalangan
masyarakat. Mereka dapat menuliskan fakta-fakta yang sebnarnya telah terkontaminasi
oleh anggapan lewat tulisan. Jadi secara tidak langsung mereka merekayasa fakta
demi kepentingan sendiri.
Inilah yang terjadi pada Howard Zinn. Dia menyingkap sesuatu hal
mengenai Christopher Colombus. Dia tidak menyetujui mengenai keberadaan
Christopher Colombus di mata orang-orang Amerika bahwa Christopher Colombuslah
yang menemukan benua Amerika. Namun Justru sebaliknya. Christopher Colombuslah
yang menghancurkan suku di Amerika (Arawak).
Lantas bagaimana jika seseorang ingin menyampaiakan suatu fakta
yang sebenarnya sudah terkontaminasi oleh anggapannya. Sebenarya penyampaian
suatu fakta yang sudah terpengaruhi beberapa anggapan sah-sah saja. Hanya saja
penyampaian tersebut hendaklah ditunjang dengan bukti-bukti yang ada.
Bukti-bukti tersebut berguna sebagai penguat tentang apa yang kita sampaikan
dan kita sebut fakta kepada seseorang atau bahkan semua orang. Sehingga semua orang
akan percaya terhadap apa yang kita sampaikan.
Hal ini juga dilakukan oleh Howard dalam bukunya yang berjudul “A
People's History of The United States”. Yang menceritakan tentang Christopher
Colombus. Dia tidak hanya menyampaikan argument-argumennya yang menggegerkan
atau mengemparkan warga Amerika dengan pernyataan-pernyataan yang dia tulis dan
dianggap tidak lazim oleh warga Amerikka sendiri. Maka dari itu Howard Zinn
memuat bukti-bukti sebagai pendukung pernyataannya.
Bukti-bukti yang Howard Zinn kemukakan dalam bukunya misalnya
berupa jurnal sang Colombus. Namun tentu saja bukti-bukti tersebut harus kita
seidiki lagi mengenai ke validannya.
Uraian-uraian mengenai fakta diatas dapat kita ketahui bahwa
pemerintah juga ikut andil dalam pembuatan fakta. Sementara kia ketahui bahwa
peraturan-peraturan maupun kebijakan-kebijakan yang harus kita taati dan patuhi
merupakan hasil dari musyawarah para pejabat. Kemudian para pejabat juga dapat
menambahkan anggapan-anggapan yang dapat berdampak pada kebijakan yang berlaku.
Oleh seab itu masyarakat seharusnya bisa lebih memahami dan kritis
mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Baik kebijakan lama
atau kebijakan yang baru. Lalu dilihat pula manfaat dari kebijakan-kebijakan
tersebut. Untuk memahami da mengkritisi kebijakan-kebjakan yang dibuat oleh
pemerintah maka harus didukung oleh pemikiran yang kritis yang tentu saja
menggunakan nalar.
Lagi-lagi pemikiran yang kritis menuntut kita untuk memahami dan
memandang suatu kebijakan. Mengkritisi juga tidak hanya dilakukaan terhadap
suatu kebijakan saja. Namun mengkritisi juga seharusnya dilakukan terhadap
suatu informasi. Misalnya saja buku. Di dalam buku terdapat banyak informasi
yang mungkin kita dapatkan. Terdapat beberapa informasi yang dapat memengaruhi
kita pula. Baik itu pengaruh postif maupun pengaruh negative.
Pengaruh buku postif tentu saja sudah jelas banyak kita rasakan.
Misalnya saja mengenai buku pelajaran yang dapat menambah pengetahuan kita
sehingga kita menjadi pintar. Namun dampak negative dari buku bukan buku yang
salah. Melainkan penulis. Karena tidak ada buku yang salah hanya saja salah
bagiaman menuliskannya. Seprti halnya yang nyatakan oleh Oscar Widle
bahwasannya “ there is no such ting as a moral or an immoral book. Books are
well written. That is all”
Jadi, tidak ada buku yang tidak baik. Semua buku baik namun
tergantung bagaimana cara penulisannya saja. Kembali lagi pada pembahasan
diatas seperti yang Howard Zinn sampaikan bahwa buku dapat memengaruhi pembaca.
Jadi, buku dapat memengaruhi baik buruknya pembaca lewat apa yang disampaikan
pada buku tersebut.
Karena buku dapat memengaruhi pembaca maka seharusnya pembaca juga
lebih bersikap kritis terhadap suatu buku atau bacaan yang lain. Karena
seyogyanya manusia terutama kita sebagai kalangan akademis mampu memilah-dan
memilih buku mana yang layak memengaruhi
kita dan buku mana yang harus kritisi. Semua yang ada di dunia ini mempunyai
kelemahan bahkan ilmuwan sehebat Albert Einstesin juga mempunyai kekurangan.
Jadi, kalangan akademis selain dapat membaca dan menulis juga seharusnya mampu
mengkritisi seumber informasi.
Kelemahan kita sebagai pembaca yaitu kita lemah terhadap kekuatan
apa yang disampaikan oleh buku. Kita hanya membenarkan apa yang buku sampaikan.
Kita hanya patuh pada apa yang buku perintahkan. Kemudian akhirnya terbuktilah
bahwa buku sangat memengaruhi kehidupan kita. Padahal seyogyanya bukan seperti
itu terutama di kaangan akademis. Seharusnya selain kita juga mengetahui
kekuatan isis buku, kita juga mengetahui kelemahannya melalui bukti-bukti yang
terkandung didalamnya. seperti apa yang telah saya kemukakan diatas bahwa bukti
bersifat mengauatkan. Jangan hanya terpacu pada fakta-fakta saja yang sifatnya
mungkin sudah terpengaruh oleh anggapan-anggapan orang lain.
‘literacy as a learnt ability which facilitaties logical thinking’ (Ken Hayland: 2002)
Inilah pentingnya berpikir kritis terhadap sesuatu hal. Apa saja
terutama buku sebagai teman atau bahkan sebagai kawan setia kita. Bericara
lebih jauh mengenai proses berfikir kritis, proses berfikir kritis sebenarnya
tidak begitu saja langsung dimiliki oleh seseorang. Berfikir kritis mulai
muncul pada seseorang yang ‘qualified readr’ atau pembaca yang berkualitas. Dia
dapat berpikir kritis karena da banyak membaca. Dia dapat memahami apa yang dia
baca. Berdasarkan pengalamn-pengalaman membacanya tersebut maka lahirlah
seorang pembaca yang berkualitas namun belum tentu menjadi seseorang yang
berfikir kritis.
Kemudian pembaca berkualitas harus sering menulis. Dengan sering
menullis dia tahu mana tulisan yang layak dibaca maupun yang kurang layak
dibaca. Namun sebelum itu seharusnya penulis juga tahu siapa sasarannya. Agar
apa yang da tulis sampai sasarannya. Dengan menjadi seorang pembaca yang
berkualitas dan seorang penulis memungkinkan seseorang berfikir kritis.
berfikir kritis bukan untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Namun berfikir
kritis untuk mengkritik atau memberikan masukan kepada penulis tentang
kelemahannya sebagai perbaikan.
Menulis sejatinya bukan untuk diri kita sendiri. Menulis adalah
suatu kegiatan yang hasilnya ditujukan orang lain. Oleh karenanya kehidupan
sebuah tulisan ada pada pembaca. Namun kekuatan sebuah tulisan diciptakan oleh
penulis. Karena menulis harus memperhatikan sasaran audiens. Maka dari sini
kita mendapatkan pelajaran bahwa dengan menulis kita tidak hidup sendirian.
Howard menganalogikan hal tersebut memlalui sebuah perang. Ketika
dia hendak menjatuhkan bom dari ketinggian 3.000 kaki tentunya dia tidak
melihat apa yang ada dibawahnya. Dia seperti buta dan tuli. Dia hanya
mengerjakan apa yang seharusnya menjadi tugasnya. Namun setelah beberapa waktu
berlalu dan dia membaca mengenai segala sesuatu tentang perang tersebut. Dia
jadi tahu dampak yang terjadi dengan apa yang dia perbuat. Menulispun seperti
itu. Dalam menulis kita harus selalu ingat bahwa kita tidak sendirian di dunia
ini. Kita harus selalu ingat bahwa tulisan kita nantinya akan dipersembahkan
untuk orang lain. Bukan untuk diri kita sendiri.
Dari uraian-uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa membaca
dan menulis selain dapat bermanfaat bagi keadaan fisik kita juga bermanfaat
bagi otak kita. Karena lewat membaca dan menulis wawasan kita akan bertambah.
Melalui penambahan wawasan yang kita miliki tersebut maka kita proses berfikir
kita tentu akan berubah.
Proses perubahan pola fikir diakibatkan oleh terbentuknya kesadaran
yang diakibatkan dari aktifitas membaca dan menulis. Kesadaran inilah yang
nantinya dapat mengubah hidup seseorang. Dari mulai dia mengubah dirinya
sendiri, kemudian memengaruhi orang disekitarnya, lantas perubahan tersebut
memengaruhi kebijakan-kebijakan yang ada dan pada akhirnya perubahan tersebut
mengubah dunia.
Melalui membaca juga seharusnya kita mendapat wawasa bahwa semua
yang tertulis tidak semuanya dapat kita terima. Walaupun banyak orang menatakan
bahwa apa yang ditulis adalah fakta. Namun kenyataannya fakta yang disampaiakan
oleh orang lain atau dirinya sendiri dapat disisipi oleh anggapan-anggapannya.
Apalagi adanya kebebasan menulis dimana si penulis dapat merancang sebuah
sejarah. Jadi sebenarnya apa yang kita sebut fakta yang disampaikan oleh
seseorang ternyata tidak sekuat fakta apa yang kita saksikan sendiri oleh mata
kepala kita sendiri.
Fakta-fakta yang terdapat dalam buku kalaupun ada anggapan-anggapan
yang tersisip di dalamnya seharusnya terdapat bukti yang memperkuat. Karena
sejatinya fakta dapat berupa interpretasi suatu kejadian. Oleh karena itu siapa saja dapat menciptakan sejarah sesuai
keinginannya seperti halnya Christopher Colombus.
Dari isi bacaan atau buku yang berisi anggapan tersebutlah dapat
kita ketahui bahwa meskipun membaca dapat merubah hidup kita akan lebih baik
jika membaca juga dibarengi dengan proses berfikir yang kritis. proses berfikir
kritis dapat membantu pembaca untuk memilah-milah mengenai informasi mana yang
seharusnya diterima dan informasi mana yang kurang meyakinkan dilihat dari sisi
kekuatan buktinya.Selain itu, proses berfikir kritis sejatinya bukan untuk
mencari kesalahan orang ain namun sebagai media perbaikan atas kelemahan atau
kekurangan.
References
Alwsilah,
Chaedar.2013. pokoknya menulis. Bandung:Kiblat.
Hyland Ken.2002. Teaching and Researching Writing. Britain: Pearson.
generic structure ko ga dibikin gamblang ya? coba jelaskan ulang sebenarnya kualitas apa yang harus dimilliki penulis agar dapat mengubah dunia?
BalasHapus