We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Jumat, 14 Maret 2014

Awal dari Sebuah Pertempuran (Class Review 5)


Gema suara adzan subuh seakan mengusik sang pemimpi yang tengah lelap dalam dekapan selimut di atas tilam yang tak pernah jenuh menahan beban, yang tak pernah absen menemani tuan mereka saat malam menjelang. Aku terjaga dari tidur yang setidaknya mampu melepas kepenatan dari segala rutinitas yang cukup melelahkan.  Ku bergegas mempersiapkan semua atribut yang aku butuhkan untuk menghadapi pertemuan ke-5 ini.  Ku langkahkan kaki ku  menuju tempat dimana aku akan memulai perkuliahan yang mampu membuat otakku terasa begitu penat bahkan membuatku lelah hingga tubuhku bercucuran keringat.  Yah, hari demi hari mata kuliah Writing 4 semakin menguras tenaga dan pikiran ku, sungguh suatu hal yang sangat melelahkan bagi ku, karena minggu ini merupakan awal dari puncak pertempuran kami dalam mata kuliah Writing 4.

Menulis seribu kata dalam bahasa Inggris adalah suatu hal yang tidak mudah bagi saya dan kawan-kawan.  Apa lagi pada saat itu, kami hanya diberi waktu 30 menit untuk menuliskan sesuatu tentang Howard Zinn.  Berikut ini adalah hasil dari tulisan saya tentang siapakah sosok Howard Zinn :

Howard Zinn as a Phenomenal Figure

Talking about a phenomenal figure, howard Zinn is one phenomenal figures who could even be an inspiration for his generation.  He is an American historian who wants to provide a space for those who were defeated by the regime.  Not only that, he is also someone who is anti- violence and reject whatever reason that is used to support a war.  He has his own role in making changes.  Like the belief that he had said and now widely remembered and quoted by many people, "little action when multiplied millions of people will change the world."
On the other hand, Howard Zinn also wrote the book “People's History of the United States”.  This book shows many presumed preference for minorities, the working class, Native Americans and minorities of color.  The interesting thing of this book is about his courage to reveal the dark side of the history of the Americas.  He is one of the people who brave say that Christopher Colombus is not a discoverer Amerika.  Even he said that Chirstopher Colombus is a wicked mad, a miser, and a murderer.  Christopher Columbus was not only that he made in his speech targets but also the historians who write naive version of the arrival of the colonists. These include Harvard historian Samuel Elliot Morison.
Most of his academic creations, such as interview, writing, and explanation include the critical about Amerika as the Industry war country. Therefore, he is regarded as one of the phenomenal figure who can inspire his generation. Noam Chomsky, his close friend also said that Zinn is a model and inspiration for those who seek justice and peace.

Beralih ke pembahasan lain, sejarah itu selalu terkait dengan praktik literasi dan hanya orang-orang yang berliterasi yang mampu membuat sejarah. Namun dalam hal tersebut sekali lagi kita telah gagal menyinggung ke arah literasi, kebanyakan yang disinggung hanyalah sejarahnya saja. Maka tak heran jika pak Lala pun mengatakan bahwa, “discourse bukan hanya menyuguhkan teks, tetapi juga menyuguhkan konteks”. Memang kita selalu kesulitan dalam area konteks, dan beliau pun menuturkan bahwa penulis pemula selalu gagal pada area konteks tesebut. Padahal pencangkupan konteks itu luas, ia bisa saja merujuk pada sudut pandang histori, politik, religious, ataupun yang lainnya. Hal tersebut seperti contoh dalam artikel Speaking Truth to Power with Books karya Howard Zinn yang mengaitkan sejarah dengan perspektif antropologi, namun bisa saja itu juga merupakan perspektif politik yang dibuat oleh Howard Zinn.
Dalam buku Lehtonen (2000) mengatakan bahwa, konteks mencangkup semua hal yang penulis dan pembaca bawa ke dalam proses pembentukan makna. Dibawah ini merupakan 8 parameter konteks:
1.      Subtance (pokok)
Materi fisik yang membawa atau relay teks
2.      Music and picture
3.      Paralanguage
Perilaku yang berarti bahasa yang menyertainya, seperti kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis).
4.      Situation
Sifat dan hubungan objek dan orang-orang disekitarnya teks, seperti yang dirasakan oleh para peserta.
5.      Co-text
Teks yang mendahului atau mengikuti yang di bawah analisis, dan yang peserta menilai milik wacana yang sama.
6.      Intertext
Teks yang peserta anggap sebagai milik wacana lain, tetapi yang mereka persekutukan dengan teks di bawah pertimbangan dan yang mempengaruhi interpretasi mereka.
7.      Participant
Niat dan interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan, sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan.
8.      Function
Apa teks dimaksudkan untuk melakukan oleh pengirim dan addressers, atau dianggap dilakukan oleh penerima dan addressers.
Menurut pak Lala, di pertemuan minggu ini lagi-lagi kami membuat kesalahan pada tugas critical review kedua kami.  Kesalahan yang kami lakukan ketika menulis critical review baik itu yang pertama maupun kedua adalah mayoritas dari kami, masih banyak yang terjebak dalam menentukan sudut pandang mana yang sebenarnya harus lebih di utamakan oleh kami.  Selain itu, tulisan yang kami buat belum bersifat akademik, karena masih banyak hal-hal sepele yang sebenarnya tidak perlu kami tuliskan dalam tugas kami.  Bahkan generic structurenya pun tidak dibangun dengan baik, dan bisa dibilang masih belum masuk ke dalam kategori generic structure dari critical review. Itulah kesalahan yang kami lakukan di tugas critical review kami baik yang pertama maupun yang kedua.
Ada tiga kategori kesalahan yang kami lakukan ketika menulis critical review, diantaranya yaitu weaknesses, mistake, dan ignorance.  Pada tugas critical review pertama kami, kesalahan yang kami lakukan masuk kedalam kategori weaknesses, karena di dalam tulisan yang kami buat, kami hanya mengulang cerita dan kurang mampu mengembangkan ide kami dengan baik. Itulah kelemahan kami pada tugas critical review pertama.  Sedangkan pada tugas critical kedua, kesalahan yang kami buat masuk kedalam kategori mistake.  Mistake disini maksudnya adalah kami tahu generic structurenya akan tetapi kami belum bisa menerapkannya dengan baik. Dengan kata lain, kategori ini lebih parah jika dibandingkan dengan kategori sebelumnya yaitu weaknesses.  Oleh karena itu, beliau juga mengatakan bahwa jangan sampai kami masuk ke dalam kategori ketiga yaitu ignorance dimana kategori ini merupakan kategori yang paling buruk diantara ketiganya, karena jika kami melakukan kesalahan ini secara terus menerus takutnya malah menjadi kebiasaan (budaya) yang buruk bagi kami
Berikut ini adalah sejumlah isu-isu atau kata kunci yang mendominasi pemahaman dalam menulis penelitian dan pengajaran (Hyland 2002; 2009) :
  • Context (Konteks)
  • Literacy (Literasi)
  • Culture (Peradaban/Budaya)
  • Technology (Teknologi)
  • Genre (Aliran/Jenis)
  • Identity (Identitas)
1.      Context (Konteks)
Menurut Hyland (2002:45) dalam bukunya yang berjudul “Teaching and Researching mengatakan bahwa, “kita menyadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang terdapat dalam kata-kata yang lalu disampaikan oleh orang lain,melainkan diciptakan oleh interaksi antara pembaca dan penulis.” Jadi, interaksi dalam kehidupan itu sangatlah penting, karena apabila manusia tidak dapat berinteraksi dengan baik, maka bangsa ini pun tidak akan berkembang.  Seperti halnya dengan menulis, pembaca dan penulis harus mampu menciptakan interaksi yang baik, agar pesan yang disampaikan oleh si penulis dapat tersampaikan kepada pembacanya.
Lain halnya dengan pendapat yang diutarakan oleh Van Dijk (2008: viii), beliau mengatakan bahwa konteks bukan hanya sekedar status sosial yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu wacana, akan tetapi cara peserta (participant) mendefinisikan situasi seperti itu.  Konteks juga bukan semacam kondisi obyektif atau penyebab langsung (direct cause), melainkan dirancang (inter) kontruksi subjektif dan diperbaharui dalam interaksi oleh peserta-peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika  semua orang berada di dalam kondisi sosial yang sama, maka mereka juga akan berbicara dengan cara yang sama.  Dengan demikian, konteks bisa disebut juga sebagai peserta kontruksi.
Cutting (2003:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama dari konteks penafsiran ini :
1.   Konteks situasional : apa yang masyarakat ketahui tentang apa yang mereka lihat di sekitar mereka.
2.     Konteks latar belakang pengetahuan : apa yang masyarakat ketahui tentang dunia, aspek kehidupan, dan tentang diri mereka satu sama lain.
3.      Konteks co-tekstual : apa yang masyarakat ketahui tentang apa yang mereka katakan.
Aspek-aspek interpretasi inilah yang kemudian dibentuk menjadi ide dari masyarakat.  Disamping itu, aspek-aspek tersebut juga menawarkan cara yang berprinsip memahami bagaimana makna diproduksi dalam interaksi.  Hal ini menunjukkan bahwa semua penggunaan bahasa tertulis dapat dilihat seperti terletak di dalam waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu, antara lain: di rumah, sekolah, tempat kerja, universitas, atau di komunitas tertentu yang mengenali kombinasi tertentu, genre, cara pimtas interpretatif, dan konvensi komunikatif.
Halliday mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis dalam konteks situasi tertentu (Malinowski), 1949).  Artinya, bahasa dapat bervariasi sesuai dengan situasi di mana ia digunakan, sehingga jika kita meneliti teks atau berada dalam situasi tertentu, kita dapat membuat dugaan tentang situasi tersebut.  Situasi yang kita buat untuk dijadikan sebagai pilihan linguistik harus berdasarkan situasi tertentu.  Konteks situasi, atau mendaftar, adalah situasi langsung di mana penggunaan bahasa terjadi dan dapat bervariasi dalam konteks tersebut.
Di bawah ini merupakan dimensi konsep mengenai konteks menurut Halliday :
1.      Field, mengacu terhadap apa yang terjadi, jenis aksi sosial, dan teks yang mengacu terhadap masalah sosial.
2.       Tenor, mengacu kepada peran dan hubungan antar individu, khususnya tenang sikap (contohnya kesopanan).
3.      Mode, mengacu pada informasi. Bagaimana informasi itu disampaikan kepada pembaca. (Halliday:1985)
Halliday (1985) juga mengatakan bahwa, bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan konteks situasi dimana ia menggunakannya.
2.      Literacy (Literasi)
Literasi merupakan kemampuan untuk membaca dan menulis, mengembangkan potensi diri, mengatasi masalah, bersosialisasi, dan lain lain. Begitu pula menurut Ken Hyland (2002: 48) bahwa writing, together with reading, is an act of literacy.” Dunia ini akan terus hidup dengan adanya pembaca dan penulis, itu yang membuat mengapa tulisan sangat berperan penting terhadap kehidupan manusia. Sedangkan menurut  Scribner and Cole (1981: 236) mengatakan bahwa literasi tidak hanya mengetahui membaca dan menulis saja, melainkan menerapkan pengetahuan untuk tujuan tertentu dan konteks tertentu.”
Literasi itu mampu mencakup semua aspek, khususnya aspek sosial.  Seperti halnya  yang dikatakan oleh pak Lala bahwa “ History dan Literacy akan menjadi social practice”.  Sejarah dan literasi akan menjadi praktek sosial.  Artinya bahwa semua praktik literasi berhubungan dengan kehidupan kita, bukan hanya menulis saja, bahkan hukum, ekonomi, tempat kerja juga ikut terlibat di dalamnya.
3.      Culture (Peradaban/Budaya)
Budaya secara umum dipahami sebagai historis yang ditransmisikan serta jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan pengetahuan serta keyakinan kita tentang dunia (Lantolf:
1999).
Akibatnya, bahasa dan pembelajaran adalah dikepung dengan budaya (Kramsch:1993). 
4.      Technology (Teknologi)
Untuk menjadi orang yang melek hari ini, berarti kita harus memiliki kontrol atas berbagai media cetak maupun elektronik.  Banyak yang terakhir memiliki dampak yang besar mengenai bagaimana cara kita menulis, genre yang kita buat, identitas pengarang yang kita asumsikan, produk jadi kami, dan bagaimana cara kita terlibat dengan pembaca.
5.      Genre (Aliran/Jenis)
Genre adalah istilah untuk mengelompokkan teks bersama-sama, mewakili bagaimana penulis biasanya menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. setiap genre
memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lain: masing-masing memiliki tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur linguistik tertentu, dan bersama oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah intuitif Konsep menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi di mana mereka terjadi.
6.      Identity (Identitas)
Pengertian saat ini, identitas dilihat sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara sosial dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis yang dimuat di dalam wacana yang mereka buat.  Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran istimewa di masyarakat tertentu, dan sebagian lainnya terbuka untuk interpretasi penulis sebagai akibat dari pribadi dan sosial budaya pengalaman.
Banyak pengertian yang muncul tentang identitas yang dilihat dari konsep plural, yang didefinisikan secara social dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis dalam sebuah wacana. Namun pada dasarnya pilihan itu diambil dari ideology yang membangun literasi (Hyland, 2002: 70).  Dalam menulis juga akan mengetahui identitas kita, jika tulisan kita unik maka akan dikenal oleh pembaca dengan identitas yang lain. Layaknya seorang komedian, penyanyi atau pembawa acara. Pasti mereka memiliki identitas yang berbeda-beda, dan dianggap oleh masyarakat pula beerbeda-beda, melalui bagaimana cara mereka menyampaikan sesuatu. Itulah yang dinamakan identitas dalam konteks kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah itu selalu terkait dengan praktik literasi dan hanya orang-orang yang berliterasi yang mampu membuat sejarah.  Literasi selalu menjadi dominan dan mengikuti semua kajian ilmu, karena literasi yang ada pada saat sekarang ini adalah literasi yang mencangkup semua bidang pengetahuan. Berliterasi dapat memutar balikkan sejarah, berliterasi juga dapat meneliti sejarah, dan masih banyak lagi manfaat dari literasi bagi kehidupan kita dan bangsa.  Selain itu, mayoritas hasil dari tulisan critical review yang kami buat masih termasuk kedalam kategori weaknesses dan mistake.  Oleh karena itu, kami harus lebih memahami tentang isu-isu atau kata kunci yang mendominasi pemahaman dalam menulis penelitian dan pengajaran seperti context, literacy, culture, technology, genre, dan identitiy. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic