Class
Review 2
Mengarungi
Lautan Academic Writing
Di atas hamparan warna pelangi,
aku duduk termenung. Menyaksikan begitu sunyinya malam ini. Malamnya sunyi
tanpa kehadiran sejuta cahaya yang selalu menenmani malam-malamku yaitu bintang.
Bahkan sinar indahnya bulan diam membungkam dibalik hitamnya awan mendung.
Tapi, ada yang membuatku nyaman malam ini, yaitu rintikan hujan yang selalu
menyapa di atas hamparan pelangi nan begitu indah warnanya. Di atas hamparan warna pelangi bersama
rintikan hujan menemaniku dengan tinta tinta yang terus menari di atas
kertas. Ku ambil sebuah tnta ungu yang selalu membuatku ceria dengan warnanya.
Semangat,
malam ini mulai mengarungi lautan academic writing lagi. Ternyata hari kedua melewati lautan, aku
mulai menemukan sesuatu yang indah di dalam lautan. Menulis
itu memang indah layaknya pelangi yang selalu menghadirkan warna-warna yang
indah, karena dengan menulis aku dapat menuangkan dan
mengekspresikan apa yang aku fikirkan menjadi sesuatu yang indah. 11 Februari
2014 merupakan pertemuan ke dua dalam mengarungi lautan academic writing. Pada
pertemuan ini banyak yang harus dibahas diantaranya, pentingnya literasi
membaca dan menulis, peranan guru bahasa dan mengoneksikan antara teks,
conteks, reader, writer dan meaning. Yang tercantum dalam bukunya Lehtonen “The
Cultural Analysis of Texts”. Seperti mengarungi dunia phonology yang pada
akhirnya menghantarkan ke meaning.
Seperti
biasanya sebelum membahas ke inti permasaahan, sebaiknya iklan terlebh dahulu
untuk merefreskan otak dahulu.
Pada
bagan di atas disebutkan sifat academic writing yaitu formal,
critical, structural dan rigrid. Pada point tentang structural timbulah
pertanyaan “Kenapa academic writing mempunyai structural yang ketat?” kerena academic writng bersifat systematically. Pada semester ini Mr
Lala berkata kami (Mahasiswa PBI) bagaikan chef yang handal yang hebat yang akan melayani satu
customer saja. Jadi, cita rasa yang kita hidangkan harus benar-benar istimewa.
Suapaya kita tidak mengecewakan customer tersebut.
Membahas
tentang academic writing pasti akan membahaas critical
thinking. Orang yang memiliki critical thinking yang hebat akan
selalu memilah-milih atau selektif dalam menentukan suatu hal auat keputusan.
Contohnya bila seseorang diberi makanan oleh orang asing yang tidak dikenal,
orang yang memiliki critical thinking yang hebat akan memikirakan terlebih
dahulu sebelum memakannya. Apakah makanan tersebut sehat dan tidak ada racun
serta terkontaminasi oleh yang lain. Idak langsung dimakan saja dan harus
memikirkan dampaknya akan seperti apa. Itu merupakan cirri orang yang mempunyai
critical thinking.
Academic writing, critical
thinking, dan selanjtnya writing. Ada beberapa pendapat
mengenai writing.
1. A
writing of knowing something
Dengan menulis
kita dapat mengetahui segala hal yaitu informasi,
pengetahuan dan pengalaman. Pertanyaan
yang menarik “dari ketiga hal di atas, mana yang lebh diingat oleh diri kita?”
menurut dunia psikologis bahwasannya yang akan erus diingat adalah pengalaman.
Sebab kata orang experience is the best teacher, karena setiap rangkaian pengalaman itu akan membuat
sejarah dalam kehidupan manusia, dan akan terus tertanam di dalam otak manusia.
2. Representating
Representating
itu berkaitan dengan voice. Saat kita menulis, akan memperhatikan bagaimana
kita menghadirkan atau menyajikan ide-ide lewat tulisan. Bukan hanya menulis
saja, ketika kita memakai baju pada hari ini juga menggambarkan tentang diri
kta. Bagaimana aksesoris yang digunakan, warna, dan style yang digunakan.
3. Reproducting
knowledge
Menurut
Pak Chaedar bahwa menullis itu reproducting
knowledge. Bila seseorang menulis pasti akan ada pengetahuan yang
dproduksi. Terlebih lagi bila tulisan tersebut dibacaoleh orang lain, itu juga
akan menambah pengetahuan kepada orang lain. Maka dari itu banyak keuntungan menulis.
Seperti
yang tertera dalam novel Tereliyer bahwa “jika kita di ibaratka maka peradaban
manusia persis seperti roda, terus berputar. Naik turun mengikuti siklusnya.
Pernahkah
kita berfikir banyak tulisan yang sudah diproduksi? Tulisan yang kita produksi
akan menjadi kuburan bila terus disimpan, bila terus ditumpuk tanpa ada yang
menghidupkan tulisan kita. Seorang
pembaca itu merupakan ruh yang menghidupkan tulisan kita. Tulisan itu
akan hidup bila ada yang membaca dan tidak dibiarkan dan disimpan terus-menerus
d dalam lemari belajar.
Sekarang
ini kita sedang diajak untuk mengarungi lautan academic writing. Namun sebagai
apa kita menempatkan diri kita di dalam kelas writing?
Hanya seorang mahasiswa yang dating ke
kelas untuk menulis tanpa tujuan?
Hanya seorang mahasiswa yang mencoba untuk
meyelesaikan setiap tujuan tunggal?
Hanya seorang mahasiswa yang menulis
hanya untuk mendapatkan nilai yang tepat?
Hanya seorang mahasiswa yang menulis
tanpa jiwa?
Hanya seorang mahasiswa yang mencoba
untuk menyelesaikan seluruh kontrak belajar?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas merupakan dimana menempatkan diri kita di dalam kelas. Barbicara
mengenai menulis, menulis itu merupakan bagian dari bahasa. Bahasa merupakan
suatu alat ntuk berkomunikasi. Apa pentingnya guru bahasa di Indonesia? Dengan
adanya guru bahasa akan mengajarkan bahasa yang baik kepada siswanya, serta
orang bisa menghitung juga karena adanya bahasa dan bahasa itu merupakan gerbang portal.
Pada
buku Hyland yang berjudul “Second Language” dalam buku itu membahas tentang
menulis dan mengajar. Menurut Hyland pada pengajaran menulis melibatkan konseptualisasi, perencanaan, dan memberikan
kursus. Dalam mengajarkan menulis itu yang paling dibutuhkan adalah pengalaman.
Layaknya kita melamar sustu pekerjaan, bukan pengetahuan atau informasi yang ditanyakan,
melainkan pengalaman yang sangat penting. Tap, ada juga yang mengajarkan
teori-teori dan kegiatan tentang menulis dan orang belajar menulis. Mengajar
menulis itu bukan hanya bagaimana kita mengajar menulis di dalam kelas melainkan juga bagaimana kita
mengadopsi teks-teks untuk bahasa pengajaran di kelas, gaya mengajar, tugas
yang diberikan dan lain-lain. Untuk dapat menjadi guru menulis kita juga harus
meluangkan beberapa menit untuk mereflesikan pengalaman kita sebagai guru
menulis.
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan
untuk mengajar menulis menurut Hylnd, diantaranya :
·
Apa hal yang penting ketika siswa ingin
belajar dari kita?
·
Apa jenis kegiatan yang kita gunakan?
·
Apakah anda fikir pemahaman tentang
ide-ide yang berbeda tentang mengajar dan menulis dapat membantu anda menjadi
guru yang baik?
Sebagai
guru menulis sulit untuk mengekstrak dari prinsip-prinsip dari mana untuk
mengajar dan mengevaluasi “tulisan yang baik”. Sebenarnya semua penulis
memiliki poensi kreatif yang sama dan dapat belajar untuk mengekspresikan diri
melalui menulis. Jadi, kaitannya dengan L1 dan L2 bila kita seorang mahasiswa
bahasa Inggris, kita mungkin berhasil menulis dalam bahasa Inggris namun dalam
menulis bahasa daerahnya kurang. Itu perlu diperhatiakn oleh guru penulis,
karena kita cenderung mengabaikan latar belakang budaya kita dan tujuan
komunikasi di dunia nyata.
Bahasa
dan literasi merupakan kesatuan yang tidak pernah terpisahkan. Literasi dapat
diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Menurut Pak Chaedar, kemampuan
membaca dan menulis di Indonesia masih sangat melemah. Orang yang mempunyai literasi yang
tinggi akan membentuk pribadi yang baik dan juga mempunyai tingkat menulis yang
tinggi pula. Cirri-ciri yang
mempunyai lterasi yang tinggi itu dapat mencakup beberapa hal, diantaranya
membuang sampah pada tempatnya, mengerti hukum, tdak melakukan korupsi dan
sebagainya.
Banyak
contoh dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menggambarkan seseorang itu
mempunyai litersai yang tinggi. Coba kita bandingkan antara literasi Negara
Indonesia dengan Negara Singapura. Faktanya penduduk Indonesia lebih banyak
daripada Singapura, dan Indonesia mempunyai wilayah yang lebih luas daripada
Singapura. Di Singapura bila ada suatu acara, anak-anaknya membawa bangkudan
meletakan bangku tanpa suara. Suasanya sangat sepi tanpa ada sepatah katapun
dan meletakan bangku dengan rapih pula. Bagaimana dengan Indonesia? Sudah
sepatutnya kita memiliki sikap seperti penduduk di Singapura. Meskipun
negaranya kecil, namun mereka mampu membangun literasi yang tinggi.
Pembahasan
selanjtnya mengenai pembahasan inti tentang hubungan teks, koneks, reader, writer yang akan menghantarkan ke meaning.
Yang dijelaskan dalam bukunya Mikko Lehtonen (2000) “The Cultural Analysis of
Text”.
Kita
hidup di tengah-tengah makna yang dihasilkan oleh orang lain, ang sebagisn
besar kita ambil adalah nilai nominal.
Makna dalam kehidupan sehari-hari itu bisa lewat budaya dan kebiasaan. Dalam
buku “The Cultural Analysis of Text” pada chapter dua disebutkan “mengapa warna
merah tu identik dengan natal, darah, cinta?”. Saya dapat berfikir bahwa semua
itu dapat terjadi karena kita tidak pernnah terpisahkan dengan kebiasaan yang datangnya
dari nenek moyang kita.
Text
yang kita produksi itu berbeda-beda. Bahkan dalam buku “The Cultural Analysis
of Text” itu mengatakan saat kita membaca kita tidak pernah berhenti untuk
mengagumi budaya Barat, teks yang tertulis dari kanan ke kiri dan dari atas ke
bawah. Konteks yang ada dalam kehidupan sehari-hari itu contohnya berupa
kebudayaan (ritual, tradisi, mitos) dan kebisaan (rutinitas). Seorang pembaca
dalam situasi ini harus menjadi pemikir yang kritis. Seorang pemikir kritis
salah satu cirinya banyak bertanya. Sementara
itu untuk penulis mampu berfikir secara kreatif. Dalam membuat suatu tulisan
harus mampu mengapresiasikan ide-idenya sekreatif dan semenarik mungkin, supaya
minat pembaca itu meningkat.
Hubungan
antara text, conteks, writer, reader, yang akan menghantarkan ke meaning itu.
Ke empat aspek di atas merupakan titik awal untuk menuju ke meaning. Dari
beberapa teks itu akan menghasilkan suatu meaning. Conteks yang terjadi di
dalam teks atupun kehidupan juga menghantarkan suatu meaning. Begitu pula
dengan seseorang pembaca yang kritis yang akan mampu mengapresiasikan ke
meaning. Bisa juga meaning yang dihaslkan pembaca itu berupa kesidahan,
kegembiraan dan lain-lain.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa sifat academic writing itu ada empat aspek yaitu formal, critical, structural dan rigrid.
Selain itu juga bila ingin menjadi seorang penulis harus memiliki critical
thinking. Bukan hanya dipergunakan dalam menulis saja namun dalam kehidupan
sehari-hari juga. Critical thinking dapat pula diartikan sebagai selektif atau
memlah-milih tentang suatu informasi. Menulis itu mampu knowing something,
representating, and reproductingn knowledge. Pengetahuan bukan hanya didapatkan
dari membaca saja, namun juga dari menulis. Akan tetapi, tulisan yang sudah kita
produksi pada saat ini bila tidak ada yang membaca akan menjadi kuburan. Yang
mampu menghidupkan adalah seorang pembaca. Pembaca adalah sebuah roh yang mampu
menghidupkan tulisan. Dalam buku “The Cultural Analysis of Text” bahwasanya
hubungan antara teks, konteks, reader dan writer yaitu merupakan titik awal
menuju ke meaning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
a space for comment and critic