We are simple, but no simple impact. Proudly Presents, PBI C 2012. Happy Reading!

Course: Writing and Composition 4

Instructor : Lala Bumela

This website created by : College student from The State Institute of Islamic Studies Syekh Nurjati Cirebon, The Dapartment of English Education 2012.


widgets

Rabu, 19 Februari 2014



Class Review 2
Mengarungi Lautan Academic Writing

Di atas hamparan warna pelangi, aku duduk termenung. Menyaksikan begitu sunyinya malam ini. Malamnya sunyi tanpa kehadiran sejuta cahaya yang selalu menenmani malam-malamku yaitu bintang. Bahkan sinar indahnya bulan diam membungkam dibalik hitamnya awan mendung. Tapi, ada yang membuatku nyaman malam ini, yaitu rintikan hujan yang selalu menyapa di atas hamparan pelangi nan begitu indah warnanya. Di atas hamparan warna pelangi bersama rintikan hujan menemaniku dengan tinta tinta yang terus menari di atas kertas. Ku ambil sebuah tnta ungu yang selalu membuatku ceria dengan warnanya.
Semangat, malam ini mulai mengarungi lautan academic writing lagi.  Ternyata hari kedua melewati lautan, aku mulai menemukan sesuatu yang indah di dalam lautan. Menulis itu memang indah layaknya pelangi yang selalu menghadirkan warna-warna yang indah, karena dengan menulis aku dapat menuangkan dan mengekspresikan apa yang aku fikirkan menjadi sesuatu yang indah. 11 Februari 2014 merupakan pertemuan ke dua dalam mengarungi lautan academic writing. Pada pertemuan ini banyak yang harus dibahas diantaranya, pentingnya literasi membaca dan menulis, peranan guru bahasa dan mengoneksikan antara teks, conteks, reader, writer dan meaning. Yang tercantum dalam bukunya Lehtonen “The Cultural Analysis of Texts”. Seperti mengarungi dunia phonology yang pada akhirnya menghantarkan ke meaning.
Seperti biasanya sebelum membahas ke inti permasaahan, sebaiknya iklan terlebh dahulu untuk merefreskan otak dahulu.
Pada bagan di atas disebutkan sifat academic writing yaitu formal, critical, structural dan rigrid. Pada point tentang structural timbulah pertanyaan “Kenapa academic writing mempunyai structural yang ketat?”  kerena academic writng bersifat systematically. Pada semester ini Mr Lala berkata kami (Mahasiswa PBI) bagaikan chef yang  handal yang hebat yang akan melayani satu customer saja. Jadi, cita rasa yang kita hidangkan harus benar-benar istimewa. Suapaya kita tidak mengecewakan customer tersebut.
Membahas tentang academic writing pasti akan membahaas critical thinking. Orang yang memiliki critical thinking yang hebat akan selalu memilah-milih atau selektif dalam menentukan suatu hal auat keputusan. Contohnya bila seseorang diberi makanan oleh orang asing yang tidak dikenal, orang yang memiliki critical thinking yang hebat akan memikirakan terlebih dahulu sebelum memakannya. Apakah makanan tersebut sehat dan tidak ada racun serta terkontaminasi oleh yang lain. Idak langsung dimakan saja dan harus memikirkan dampaknya akan seperti apa. Itu merupakan cirri orang yang mempunyai critical thinking.
Academic writing, critical thinking, dan selanjtnya writing. Ada beberapa pendapat mengenai writing.
1.      A writing of knowing something
                        
Dengan menulis kita dapat mengetahui segala hal yaitu informasi, pengetahuan dan pengalaman. Pertanyaan yang menarik “dari ketiga hal di atas, mana yang lebh diingat oleh diri kita?” menurut dunia psikologis bahwasannya yang akan erus diingat adalah pengalaman. Sebab kata orang experience is the best teacher, karena setiap rangkaian pengalaman itu akan membuat sejarah dalam kehidupan manusia, dan akan terus tertanam di dalam otak manusia.
2.      Representating
Representating itu berkaitan dengan voice. Saat kita menulis, akan memperhatikan bagaimana kita menghadirkan atau menyajikan ide-ide lewat tulisan. Bukan hanya menulis saja, ketika kita memakai baju pada hari ini juga menggambarkan tentang diri kta. Bagaimana aksesoris yang digunakan, warna, dan style yang digunakan.
3.      Reproducting knowledge
Menurut Pak Chaedar bahwa menullis itu reproducting knowledge. Bila seseorang menulis pasti akan ada pengetahuan yang dproduksi. Terlebih lagi bila tulisan tersebut dibacaoleh orang lain, itu juga akan menambah pengetahuan kepada orang lain. Maka dari itu banyak keuntungan menulis.
               


Seperti yang tertera dalam novel Tereliyer bahwa “jika kita di ibaratka maka peradaban manusia persis seperti roda, terus berputar. Naik turun mengikuti siklusnya.
Pernahkah kita berfikir banyak tulisan yang sudah diproduksi? Tulisan yang kita produksi akan menjadi kuburan bila terus disimpan, bila terus ditumpuk tanpa ada yang menghidupkan tulisan kita. Seorang pembaca itu merupakan ruh yang menghidupkan tulisan kita. Tulisan itu akan hidup bila ada yang membaca dan tidak dibiarkan dan disimpan terus-menerus d dalam lemari belajar.
Sekarang ini kita sedang diajak untuk mengarungi lautan academic writing. Namun sebagai apa kita menempatkan diri kita di dalam kelas writing?
*      Hanya seorang mahasiswa yang dating ke kelas untuk menulis tanpa tujuan?
*      Hanya seorang mahasiswa yang mencoba untuk meyelesaikan setiap tujuan tunggal?
*      Hanya seorang mahasiswa yang menulis hanya untuk mendapatkan nilai yang tepat?
*      Hanya seorang mahasiswa yang menulis tanpa jiwa?
*      Hanya seorang mahasiswa yang mencoba untuk menyelesaikan seluruh kontrak belajar?
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan dimana menempatkan diri kita di dalam kelas. Barbicara mengenai menulis, menulis itu merupakan bagian dari bahasa. Bahasa merupakan suatu alat ntuk berkomunikasi. Apa pentingnya guru bahasa di Indonesia? Dengan adanya guru bahasa akan mengajarkan bahasa yang baik kepada siswanya, serta orang bisa menghitung juga karena adanya bahasa dan bahasa itu merupakan gerbang portal.
Pada buku Hyland yang berjudul “Second Language” dalam buku itu membahas tentang menulis dan mengajar. Menurut Hyland pada pengajaran menulis melibatkan konseptualisasi, perencanaan, dan memberikan kursus. Dalam mengajarkan menulis itu yang paling dibutuhkan adalah pengalaman. Layaknya kita melamar sustu pekerjaan, bukan pengetahuan atau informasi yang ditanyakan, melainkan pengalaman yang sangat penting. Tap, ada juga yang mengajarkan teori-teori dan kegiatan tentang menulis dan orang belajar menulis. Mengajar menulis itu bukan hanya bagaimana kita mengajar menulis  di dalam kelas melainkan juga bagaimana kita mengadopsi teks-teks untuk bahasa pengajaran di kelas, gaya mengajar, tugas yang diberikan dan lain-lain. Untuk dapat menjadi guru menulis kita juga harus meluangkan beberapa menit untuk mereflesikan pengalaman kita sebagai guru menulis.
Ada beberapa hal yang  harus diperhatikan untuk mengajar menulis menurut Hylnd, diantaranya :
·         Apa hal yang penting ketika siswa ingin belajar dari kita?
·         Apa jenis kegiatan yang kita gunakan?
·         Apakah anda fikir pemahaman tentang ide-ide yang berbeda tentang mengajar dan menulis dapat membantu anda menjadi guru yang baik?
Sebagai guru menulis sulit untuk mengekstrak dari prinsip-prinsip dari mana untuk mengajar dan mengevaluasi “tulisan yang baik”. Sebenarnya semua penulis memiliki poensi kreatif yang sama dan dapat belajar untuk mengekspresikan diri melalui menulis. Jadi, kaitannya dengan L1 dan L2 bila kita seorang mahasiswa bahasa Inggris, kita mungkin berhasil menulis dalam bahasa Inggris namun dalam menulis bahasa daerahnya kurang. Itu perlu diperhatiakn oleh guru penulis, karena kita cenderung mengabaikan latar belakang budaya kita dan tujuan komunikasi di dunia nyata.
Bahasa dan literasi merupakan kesatuan yang tidak pernah terpisahkan. Literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Menurut Pak Chaedar, kemampuan membaca dan menulis di Indonesia masih sangat melemah. Orang yang mempunyai literasi yang tinggi akan membentuk pribadi yang baik dan juga mempunyai tingkat menulis yang tinggi pula.  Cirri-ciri yang mempunyai lterasi yang tinggi itu dapat mencakup beberapa hal, diantaranya membuang sampah pada tempatnya, mengerti hukum, tdak melakukan korupsi dan sebagainya.
                                
Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menggambarkan seseorang itu mempunyai litersai yang tinggi. Coba kita bandingkan antara literasi Negara Indonesia dengan Negara Singapura. Faktanya penduduk Indonesia lebih banyak daripada Singapura, dan Indonesia mempunyai wilayah yang lebih luas daripada Singapura. Di Singapura bila ada suatu acara, anak-anaknya membawa bangkudan meletakan bangku tanpa suara. Suasanya sangat sepi tanpa ada sepatah katapun dan meletakan bangku dengan rapih pula. Bagaimana dengan Indonesia? Sudah sepatutnya kita memiliki sikap seperti penduduk di Singapura. Meskipun negaranya kecil, namun mereka mampu membangun literasi yang tinggi.
Pembahasan selanjtnya mengenai pembahasan inti tentang hubungan teks, koneks, reader, writer yang akan menghantarkan ke meaning. Yang dijelaskan dalam bukunya Mikko Lehtonen (2000) “The Cultural Analysis of Text”.
                       
Kita hidup di tengah-tengah makna yang dihasilkan oleh orang lain, ang sebagisn besar kita ambil adalah nilai nominal. Makna dalam kehidupan sehari-hari itu bisa lewat budaya dan kebiasaan. Dalam buku “The Cultural Analysis of Text” pada chapter dua disebutkan “mengapa warna merah tu identik dengan natal, darah, cinta?”. Saya dapat berfikir bahwa semua itu dapat terjadi karena kita tidak pernnah terpisahkan dengan kebiasaan yang datangnya dari nenek moyang kita.
Text yang kita produksi itu berbeda-beda. Bahkan dalam buku “The Cultural Analysis of Text” itu mengatakan saat kita membaca kita tidak pernah berhenti untuk mengagumi budaya Barat, teks yang tertulis dari kanan ke kiri dan dari atas ke bawah. Konteks yang ada dalam kehidupan sehari-hari itu contohnya berupa kebudayaan (ritual, tradisi, mitos) dan kebisaan (rutinitas). Seorang pembaca dalam situasi ini harus menjadi pemikir yang kritis. Seorang pemikir kritis salah satu cirinya banyak bertanya. Sementara itu untuk penulis mampu berfikir secara kreatif. Dalam membuat suatu tulisan harus mampu mengapresiasikan ide-idenya sekreatif dan semenarik mungkin, supaya minat pembaca itu meningkat.
Hubungan antara text, conteks, writer, reader, yang akan menghantarkan ke meaning itu. Ke empat aspek di atas merupakan titik awal untuk menuju ke meaning. Dari beberapa teks itu akan menghasilkan suatu meaning. Conteks yang terjadi di dalam teks atupun kehidupan juga menghantarkan suatu meaning. Begitu pula dengan seseorang pembaca yang kritis yang akan mampu mengapresiasikan ke meaning. Bisa juga meaning yang dihaslkan pembaca itu berupa kesidahan, kegembiraan dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sifat academic writing itu ada empat aspek yaitu formal, critical, structural dan rigrid. Selain itu juga bila ingin menjadi seorang penulis harus memiliki critical thinking. Bukan hanya dipergunakan dalam menulis saja namun dalam kehidupan sehari-hari juga. Critical thinking dapat pula diartikan sebagai selektif atau memlah-milih tentang suatu informasi. Menulis itu mampu knowing something, representating, and reproductingn knowledge. Pengetahuan bukan hanya didapatkan dari membaca saja, namun juga dari menulis. Akan tetapi, tulisan yang sudah kita produksi pada saat ini bila tidak ada yang membaca akan menjadi kuburan. Yang mampu menghidupkan adalah seorang pembaca. Pembaca adalah sebuah roh yang mampu menghidupkan tulisan. Dalam buku “The Cultural Analysis of Text” bahwasanya hubungan antara teks, konteks, reader dan writer yaitu merupakan titik awal menuju ke meaning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

a space for comment and critic